Share

BOS MAFIA ITU, TARGETKU!
BOS MAFIA ITU, TARGETKU!
Author: Silentara

1. Pesan dari Nomor Asing

"Ed, apa kau keluargaku?"

"Bukan, Lily."

"Lalu, dimana keluargaku?"

Merasa telah salah berucap, pria yang dipanggil Ed itu menghentikan kegiatannya.

"Kenapa kau diam, Ed? Rambutku masih basah," rengek sang gadis yang berusia tujuh tahun itu dengan mendongakkan kepala.

Mata bulatnya menatap penasaran laki-laki dewasa yang duduk di belakangnya.

Lihatlah, betapa menggemaskannya gadis ini?

"Maaf, Tuan Putri Lily. Hamba akan melanjutkannya."

Edhie kembali mengeringkan rambut bocah yang bernama Lily itu dengan handuk.

"Kenapa kau tiba-tiba bertanya soal keluargamu?"

Edhie tentu saja sudah bersiap jika sewaktu-waktu gadis itu mempertanyakan keluarga. Hanya saja, bukankah ini terlalu cepat?

"Temanku mengataiku anak pungut. Padahal aku hanya bercerita bahwa aku tidak serumah dengan ayah dan ibuku," celoteh gadis itu dengan bibir yang mengerucut.

Ada rasa nyeri di sudut hati Edhie. Apa anak itu tidak dididik dengan benar oleh orang tuanya? Hingga berani mengatai gadis kecil kesayangannya ini?

"Disini tidak ada orang yang kupanggil ayah dan ibu," lanjutnya lagi.

"Oh, sayang. Kau bisa memanggilku paman. Seperti paman Jovan dan paman Joe. Setidaknya kamu memiliki banyak paman yang menyayangimu, bukan?"

"Bukankah kau sendiri yang tidak suka dipanggil paman? Kau menyuruhku memanggilmu Edhie."

Ah! Edhie sempat lupa. Sejak gadis itu mulai bisa berbicara, pria itu mengajarinya untuk memanggilnya Edhie. Sampai saat gadis itu tumbuh seperti sekarang, Edhie tidak pernah mengajarinya untuk memanggilnya paman.

Tentu saja dengan alasan, ia tidak ingin terlihat tua. Konyol, bukan?

"Hm, mulai sekarang kau boleh memanggilku paman."

"Aku tidak mau, Ed. Aku lebih suka memanggilmu Edhie."

"Baiklah, terserah kau saja."

"Lalu, dimana keluargaku, Ed?" tanya sang gadis lagi.

"Semua orang yang berada disini adalah keluargamu, Lily. Meskipun tidak ada ikatan darah," jawab Edhie tenang dengan masih melakukan kegiatannya.

"Apa itu ikatan darah?"

Ck! Yang benar saja Edhie. Kenapa kamu menggunakan bahasa yang rumit untuk menjelaskan hal yang sederhana di hadapan bocah berusia tujuh tahun itu?

"Nanti kamu akan mengerti sendiri. Intinya kita semua adalah keluarga, Lily. Jika temanmu masih mengataimu, aku akan mendatangi orang tuanya dan menyuruh mereka untuk mengajari anaknya sopan santun."

"Kau hebat, Ed! Kau seperti pahlawan!"

"Benar, bukan?"

Edhie kemudian mengangkat anak itu tinggi-tinggi lalu mendudukkannya di kedua pundaknya.

Pria berusia dua puluh satu tahun itu berlarian kesana kemari sambil menggendong Lily yang tertawa sangat lepas.

Tanpa Edhie sadari, penjelasan yang rumit darinya benar-benar menjadi bumerang untuknya di kemudian hari.

***

"Ed, jika kita keluarga tanpa ikatan darah, berarti kita adalah sepasang suami-isteri?" Bocah yang berusia tujuh tahun itu sekarang sudah menjelma menjadi gadis belia berusia empat belas tahun.

Sontak saja, pertanyaan darinya membuat sang lawan bicara mendadak menelan makanannya bulat-bulat tanpa dikunyah secara benar. Nyaris saja membuat pria itu tersedak.

"Pertanyaan konyol macam apa itu, Lily?" Edhie berucap setelah menenggak segelas air mineral sampai tandas lalu mengusap bibirnya dengan tissue.

"Temanku yang mengatakannya."

"Temanmu selalu bermasalah, Lily. Sudah saatnya kau mengganti pertemananmu."

Akan tetapi, sang gadis hanya acuh tak acuh sambil melahap sarapan paginya. Niat gadis itu memang hanya untuk menggoda Edhie.

Lily tidak bodoh, ia tahu jika Edhie sudah merawatnya dari kecil. Ia bahkan tidak tahu dimana keberadaan orang tuanya. Edhie bisa saja menceritakannya, hanya saja Lily terlalu takut untuk menerima kemungkinan terburuk.

Bisa jadi, orang tuanya telah membuangnya, bukan?

Tapi, jika benar demikian, bukankah pria di hadapannya saat ini adalah malaikat penolongnya?

"Aku harus berangkat sekarang, Ed."

"Baiklah, semoga harimu menyenangkan bocah kecil."

Lily menatap tajam pria itu. "Aku sudah empat belas tahun, Ed. Sudah bukan bocah kecil lagi. Ayo, Paman!" Gadis itu berlalu pergi bersama Jovan, pria yang ditunjuk sebagai pengawal pribadi Lily oleh Edhie.

"Gadis itu sudah tumbuh besar, Joe."

Pria dengan setelan hitam yang berdiri di belakang Edhie menjawab, "Benar, Bos. Waktu berlalu begitu cepat."

"Apa sebaiknya aku segera mengatakan kebenarannya?"

"Apa Anda yakin?"

"Aku hanya takut dia mendengarnya dari orang lain."

Joe sang kepala pengawal sekaligus asisten pribadi Edhie mengangguk mengerti. Ia tahu, sang Bos pasti sudah memikirkannya baik-baik untuk hal ini. Tugasnya hanyalah tetap menemani apapun yang akan terjadi nantinya.

Di sisi lain, Lily yang sedang duduk di jok penumpang belakang menuju ke sekolahnya, mengernyitkan kening ketika menerima sebuah pesan dari nomor asing.

Biasanya Lily akan mengabaikannya karena kebanyakan pesan tersebut berisi spam.

Akan tetapi, kali ini berbeda, pesan yang terbaca dari notifikasi mengambang tersebut berisi,

[Aku tahu kebenaran tentang keluargamu.]

Lily menggigiti kuku jarinya, ia merasa penasaran. Hanya saja, otaknya masih cukup waras untuk percaya begitu saja.

Bagaimana jika orang ini hanya sekedar penipu? Mengingat sekarang banyak sekali penipuan melalu pesan singkat seperti ini.

"Ada apa, Nona?" Jovan yang sedang menyetir menyadari gelagat Lily yang tidak biasa dari kaca spion depan.

"Tidak, Paman. Hanya pesan spam," elak Lily lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

Sesampainya di sekolah, Lily berpamitan kepada Jovan lalu bergegas memasuki gerbang sekolah. Baru saja kakinya menginjakkan gedung utama kelas, lengannya tiba-tiba di tarik seseorang dan membawanya ke belakang gedung sekolah yang cukup sepi.

"Hei!" teriak Lily seraya melepaskan lengannya dari sang pria.

Ya, pelaku yang menarik Lily adalah seorang pria berkacamata. Ia mengenakan seragam yang sama dengannya, hanya saja Lily merasa tidak mengenali pria tersebut.

"Kenapa kamu tidak membalas pesanku?" tanya pria itu.

Dalam sekejap, jantung Lily berdegup ketika di tatap oleh sorot mata tajam seorang pria dari dekat seperti ini. Sebelumnya tidak ada yang pernah seberani itu mendekatinya, kecuali Edhie.

Ah! Beruntung Jovan tidak melihat peristiwa ini. Jika sampai Jovan tahu, pria di hadapan Lily saat ini pasti akan berakhir terbaring di brankar rumah sakit.

Tunggu! Apa katanya tadi?

"Pesan?" Lily menaikkan sebelah alisnya.

"Hm. Aku mengirimimu pesan tadi pagi."

"Pesan apa? Kita bahkan tidak saling mengenal untuk bertukar pesan," sergah Lily.

"Meskipun kamu tidak mengenalku, aku sangat mengenalimu, Lily."

Lily semakin tidak percaya dibuatnya, gadis itu memutar bola matanya jengah. Edhie selalu memperingati dirinya untuk berhati-hati terhadap pria asing.

Dan sekarang ada seorang pria yang mengaku sangat mengenalinya? Astaga!

Gadis itu beranjak pergi begitu saja meninggalkan sang pria.

"Aku tahu kebenaran tentang keluargamu," ujar pria itu yang berhasil membuat Lily bergeming.

Lily menghembuskan napas perlahan, tanpa berbalik, gadis itu kembali melanjutkan perjalanannya menuju kelas.

Bukan saatnya percaya kepada orang asing.

"Elliot! Namaku Elliot! Simpan nomorku! Jika terjadi sesuatu, hubungi aku!" teriak sang pria yang bernama Elliot sebelum Lily benar-benar pergi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status