"Wah, luar biasa. Kepalaku rasanya ingin meledak sekarang!" Lily berkacak pinggang tidak percaya.
Permainan macam apa lagi ini? Setelah terungkap fakta kematian orang tuanya, sekarang Lily harus mendengar pernyataan konyol bahwa dirinya seorang "sandra"?"Baiklah, sebentar. Biar aku mencerna baik-baik perkataanmu."Lily memijat pelipisnya yang tiba-tiba pening."Orang yang merawatmu, adalah orang yang membunuh kedua orang tuamu. Apa menurutmu itu mungkin? Aku tahu, kamu tidak bodoh Lily." Elliot mencoba membuka pikiran Lily dengan mengatakan hal yang sebenarnya ia ketahui.Akan tetapi, gadis itu justru memperlihatkan telapak tangannya ke arah Elliot, sarat agar pria itu berhenti bicara sebentar."Elliot juga membenarkan bahwa Edhie yang telah membunuh orang tuaku," lirih Lily dalam hati.Memang, rasanya tidak masuk akal. Orang yang membunuh orang tuanya adalah orang yang sama yang berperan menjadi penyelamatnya.Tapi, perasaan mengganjal apa ini? Lily bisa merasakan ketulusan Edhie, bahkan dari kecil sampai sekarang, tidak pernah pria itu berbuat kasar kepadanya."Mungkin, aku sedikit percaya soal Edhie yang bertanggung jawab atas kematian orang tuaku—""Edhie?" Elliot menaikkan sebelah alisnya."Orang yang merawatku," jelas Lily singkat. "Tapi, untuk bagian aku yang menjadi sandra, aku rasa kamu salah paham.""Bagaimana kamu seyakin itu Lily? Kamu sangat mempercayai orang itu?""Ya! Kau lihat, sampai sekarang tidak ada goresan sedikitpun di tubuhku. Aku baik-baik saja selama ini. Dan kau bisa mendengar dari orang-orang, aku ini diperlakukan dengan sangat baik, bahkan seperti putri raja." Entah kenapa Lily membahas hal itu, seolah ingin meyakinkan Elliot bahwa Edhie bukanlah sebuah ancaman untuk Lily."Apa kau tahu pekerjaan orang itu? Dia seorang bos mafia Lily, bos mafia," ujar Elliot penuh penekanan.Lily sedikit terkesiap. Bos mafia? Seorang Edhie? Tidak, tidak. Tapi, jika memang benar demikian, apa itu salah? Apa menjadi seorang bos mafia itu sangat berbahaya? "Kau bahkan baru tahu namanya, bisa-bisanya kamu menuduhnya seperti itu?"Kali ini Elliot benar-benar membuang napasnya dengan kasar. Ia bahkan berdecak kesal, bagaimana lagi ia harus meyakinkan gadis di depannya ini sedang dalam bahaya?"Aku tahu nama belakangnya, Caldwell, bukan? Aku baru tahu jika nama depannya adalah Edhie. Kau ini sedang dalam bahaya, Lily.""Elliot, sekali lagi aku tegaskan. Edhie memperlakukanku dengan sangat baik. Aku yakin kekhawatiranmu itu sia-sia."Lily beranjak meninggalkan Edhie. Namun, baru beberapa langkah, gadis itu berbalik. "Lalu, perihal kematian orang tuaku, biar aku yang mengurusnya sendiri. Kita tidak sedekat itu sampai harus memperdulikan urusan masing-masing, bukan?"Setelah mengatakan hal itu, Lily benar-benar meninggalkan Elliot di atap sendirian.Elliot yang kesal menendang udara, ia tidak tahu kenapa gadis yang diajaknya bicara tadi sangat keras kepala. Padahal, ia hanya ingin melindungi Lily. Tidak lebih."Apapun itu, aku akan mengawasimu dari jauh, Lily," lirihnya menatap pintu atap yang sudah tertutup kembali.***Pembunuh orang tuanya, tawanan, bos mafia, sekarang pikiran Lily hanya berkutat dengan tiga hal itu. Satu-satunya yang bisa memberi semua jawaban hanyalah Edhie. Ya, Edhie.Akan tetapi, sampai saat ini, pria itu belum juga kembali ke kediaman Caldwell. Ini sudah tiga hari sejak Edhie meninggalkan mansion, dan sampai saat ini Lily belum mendapat kabar apapun dari pria itu."Jangan sampai, pulang-pulang kau sudah menikah dengan kakak itu, Ed!" gerutu Lily yang tengah menggigiti kuku jarinya di ruang baca.Membaca adalah salah satu aktivitas kesukaan Lily ketika ingin mengalihkan pikirannya dari berbagai macam kerumitan di benaknya.Di mansion milik Edhie ini, terdapat ruang baca yang berada di perpustakaan khusus milik keluarga Edhie."Bukankah seharusnya aku khawatir tentang keselamatanku sendiri jika memang benar Edhie yang membunuh orang tuaku? Tapi, aku lebih khawatir Edhie menikah dengan kakak itu," ucapnya lagi bermonolog.Lily menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Ia menatap langit-langit yang berwarna putih tulang, dengan pencahayaan minim. Lily sengaja datang ke perpustakaan bukan untuk membaca, melainkan hanya ingin menenangkan pikirannya sendiri.Tiba-tiba saja terlintas bayangan Edhie yang selama ini memperlakukan Lily dengan penuh perhatian. Memperhatikan pola makan Lily, pendidikan Lily, bahkan hal remeh seperti sepatu Lily yang sedikit sobek saja Edhie langsung membawa gadis itu untuk membelinya."Bagaimana aku harus menanggapimu, Ed? Rasanya terlalu berat jika harus menjauh darimu. Bukankah akan sangat kurang ajar jika aku tiba-tiba menghilang?""Menghilang kemana? Kau akan pergi?"Suara berat Edhie membuat Lily berdiri dari poaisinya. Ia tidak menyangka jika Edhie sudah berada di ambang pintu ruangan."Ed, kapan kau kembali?""Lily, jawab pertanyaanku. Kau akan kemana?" Sorot mata Edhie yang biasanya lembut, kini tampak mengintimidasi. Terlebih lagi, pria itu saat ini berjalan mendekat ke arah Lily tanpa menyunggingkan seulas senyum."Ed—""Jawab, Lily!"Deg!Jantung Lily berdegup dengan sangat kencang. Baru kali ini Lily mendengar Edhie menaikkan intonasi nada bicaranya kepada Lily."Ed, aku tidak kemana-mana."Edhie merengkuh bahu kecil itu ke pelukannya. "Jangan pergi, Lily. Hanya kamu yang aku miliki," ujar Edhie seraya membenamkan kepala gadis itu di dada bidangnya.Lily dapat mendengar degupan tak beraturan itu dari sana. Apa sedikit saja Lily boleh berharap?"Ed, apa benar kamu yang membunuh kedua orang tuaku?"Edhie mengurai dekapannya, kini matanya tertuju pada manik mata hazel milik Lily yang mendongak menatapnya intens."Jika iya, apa yang akan kau lakukan, Lily?"Tidak ada penyangkalan pun juga tidak ada pembenaran. Edhie hanya mempertanyakan sikap yang akan diambil oleh gadis kecilnya itu.Lily sendiri tidak tahu apa yang akan ia lakukan. Ia juga kesulitan membaca ekspresi Edhie saat ini. Sorot mata Edhie begitu dalam, namun ada sedikit kerutan di keningnya, seolah menahan segala sesuatu yang entah apa itu.Gadis itu tertunduk. Tanpa sengaja ia menoleh ke arah jas Edhie yang tersingkap hingga memperlihatkan benda yang terikat di pinggangnya."Ini… pistol?" Lily meraba benda keras itu, namun dengan cepat Edhie mencegahnya."Hanya untuk berjaga-jaga jika ada bahaya, Lily. Kau tenang saja, aku mendapatkan izin untuk menggunakannya."Alis Lily mengernyit. Bukankah senjata itu ilegal jika dimiliki oleh masyarakat biasa?"Sebenarnya apa pekerjaan mu, Ed?""Kenapa tiba-tiba kau penasaran?"Edhie merapikan rambut Lily yang sedikit berantakan. Sudah beberapa hari ia tidak melihat gadis kecilnya itu, rasanya Edhie sangat merindukannya."Apa kamu benar seorang bos mafia?"Edhie mengedikkan bahunya, tampak tak acuh. Ia bahkan terkesan tidak terkejut dengan pertanyaan Lily."Apa kau takut, Lily? Aku tidak berniat menyembunyikan pekerjaanku, hanya saja… ya, obrolan kita memang tidak pernah mengarah kesana, bukan? Tenanglah gadis kecilku, pekerjaanku tidak melawan hukum."Lily semakin bingung dibuatnya. Entahlah, mungkin karena usianya yang masih sangat belia, banyak hal yang belum Lily mengerti perihal hukum. Terutama hukum di negara yang menganut sistem plutokrasi ini."Tapi, Ed… kamu tidak menjadikanku sebagai tawananmu, bukan?" Lagi, Lily mempertanyakan keraguan yang bersarang di benaknya.Edhie sedikit ternganga, hingga beberapa detik kemudian sebuah tawa meledak begitu saja."Kau konyol, Lily! Pikiran macam apa itu!" seloroh Edhie di sela-sela tawanya."Aku tidak bercanda, Ed!" Lily mengerucutkan bibirnya.Gadis itu membuang mukanya kesal. Semua ini gara-gara Elliot!"Baiklah, aku mengerti." Edhie menghela napas lalu berdehem. "Lily, sungguh aku merasa bersalah dengan kematian kedua orang tuamu. Tapi, percayalah… aku benar-benar tulus merawatmu."Bagi Lily kejujuran Edhie sangat berlawanan. Pria itu membunuh orang tuanya, tapi justru merawatnya. Atas alasan apa?"Kenapa kamu merawatku?""Mungkin… untuk menebus rasa bersalahku?"Ya. Hanya itu kemungkinan yang ada dan sialnya Lily merasa sangat tidak puas dengan jawaban Edhie.Lily mengangguk mengerti."Ed, jika aku keluar dari rumah ini, apa kau akan mengizinkanku?"Seketika pertanyaan Lily membuat Edhie bungkam. Kehidupan tanpa gadis kecilnya? Bagaimana Edhie akan menjalaninya?Setelah dipersilahkan masuk ke ruangan dominus, Edhie lantas menghadap lelaki tua yang sepertinya sudah menunggu kedatanganya.“Bagaimana rencamu selanjutnya? Kamu sudah menaikkan harga transaski.”Edhie tidak goyah mendengar tuduhan dari sang dominus. Ia jelas sudah tahu jika ini semua merupakan siasat dari Oliver yang bekerja sama dengan Tuan Oswald.“Saya akan berusaha agar kerugian itu tidak terjadi—”“—dan jika terjadi?”“Saya akan membayar kerugian itu.”“Jangan terlalu naif Caldwell, kau pasti tahu apa yang aku inginkan.”Rahang Edhie mengeras, ia menarik napas dalam sebelum menjawab, “Saya akan mengakui ketidakmampuan saya di hadapan seluruh keluarga besar di rapat tahunan nanti.”Senyum Oswald terbit seketika.Ya. Bukan harta yang Oliver dan dominus inginkan, melainkan harga diri Edhie yang jatuh serta krisis kepercayaan dari para anggota keluarga besar terhadap kelurga Caldwell.Tidak mudah bagi Edhie membangun kepercayaan dari keluarga besar lain, terlebih dengan sikap ideal
“Karena di sini cukup berbahaya, saya sebagai perwakilan dari Tuan Gunther, ingin meminta bayaran lebih dari pihak Landville.”Tepat seperti dugaan Aaron dan Joe, semua yang terjadi di sini hanya sebuah jebakan untuk merugikan keluarga Caldwell.***“... Baiklah, tidak masalah. Besok aku akan menemui Tuan Oswald. ... Ya. Kau tempatkan saja Tuan Kaiser di hotel dekat dermaga. ... Hm. Perketat penjagaan di sana. Kalian harus bergantian, jangan sampai ada yang kelelahan. Terutama Aaron, jangan biarkan dia terjaga semalaman. ... Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Joe. Aku serahkan urusan di sana padamu.”Edhie menutup panggilan dengan seringai tipis. “Ganti rugi, eh?”“Kita harus ke istana dominus besok ... tunggu ...,” sejenak setelah Edhie mengucapkan hal tersebut pada Jovan, ia pun lantas menggumam, “bagaimana dengan Lily?”“Ada apa, Bos?”“Aku sedang memikirkan, apa aku harus meninggalkan Lily di mansion atau membawanya bersamaku.”Jovan turut terdiam.“Sepertinya membiarkan nona Li
Lily berdiri membelakangi Elliot.“Jadi, seperti ini, ya, rasanya menjadi Edhie,” ucapnya sebelum meninggalkan Elliot sendirian.Gadis itu keluar ruangan dengan perasaan berkecamuk. Tidak biasanya Elliot bersikap seperti itu. Sesaat sebelum dirinya menuju ke lantai dua, ia berpapasan dengan Edhie.“Hai, Ed.”“Hai, Lily.” Edhie menghentikan langkahnya. “Apa kau ada kelas tiga hari ke depan?”Kening Lily berkerut. “Hanya persiapan ujian, ada apa?”“Baguslah. Sebaiknya kau tetap berada di dalam rumah selama tiga hari ini.”Lily bisa menangkap raut kecemasan dari wajah Edhie, tentu saja hal itu mengganggu pikiran Lily. “Apa terjadi sesuatu?”Edhie menggulung lengan kemejanya sebelum menjawab, “Aku hanya tidak mau kejadian tempo hari terulang kembali.”Tidak perlu dijelaskan lagi. Kejadian yang Edhie maksud sudah pasti kejadian dimana Oliver Halberd nekat menemui Lily di kampusnya.Lily hanya bisa mengangguk menurut. “Hanya tiga hari, bukan? Minggu depan aku ada ujian.”“Ya. Hanya tiga har
Edhie bersiap untuk memerintahkan beberapa pengawal pilihannya. Joe dan juga Aaron, dua orang kepercayaan Edhie ditugaskan untuk memimpin pasukan.“Bos, aku ingin ikut dengan mereka,” pinta Jovan kepada Edhie.“Kau tetap bersamaku menjaga Lily. Kita harus mengawasinya penuh tiga hari ini.” Edhie bersedekap memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi.“Entahlah, ada dua hal yang aku pikirkan, Jovan. Aku harap kau mau bekerja sama.”Jovan tidak berani membantah lagi, ia kemudian mundur sejajar kembali dengan barisannya.“Aku tidak peduli jika pada akhirnya kalian ada yang berkhianat, yang perlu kalian ingat… ada harga sepadan yang harus kalian bayar jika berani melakukannya.” Edhie menatap tegas satu persatu barisan berjas hitam yang berjumlah dua puluh orang itu. Permintaan Dominus kali ini memang cukup banyak, bahkan Edhie harus mengerahkan dua orang kepercayaannya.“Loyal atau tidak, itu pilihan kalian.”Berkaca pada kasus sebelumnya, Edhie merasa jika kali ini siasat
“Lily, banyak hal yang ingin aku katakan,” ujar Edhie yang kini mengambil kesempatan mencuri waktu sebelum melaksanakan mandat dari sang Dominus.“Hm? Apa ini akan memakan waktu lama?”Lily yang duduk di balkon ruang tengah, menoleh ke arah Edhie yang baru saja tiba di rumah.Edhie melepas kancing atas kemejanya, ia gulung lengan tangannya hingga sebatas siku. Rambutnya sudah tidak serapi keberangkatannya tadi. “Apa kau ada urusan?”“Tidak. Kau yang memintaku untuk langsung pulang, aku kira ada sesuatu yang penting.”“Memang. Aku hanya ingin menjelaskan siapa kamu sebenarnya.”“Ed? Apa kau yakin?”Edhie melangkah untuk mendekat ke arah Lily. Ia memilih duduk di kursi panjang, tempat dimana Lily duduk.“Tidak. Sungguh, jika boleh jujur, aku ingin kamu menjadi Lily seperti ini saja yang tidak tahu apa-apa soal keluargamu.” Sorot mata Edhie menerawang lurus ke depan. Hamparan taman yang asri, serta kemilau cahaya matahari yang mulai terbias dengan warna senja, merubah suasana yang awaln
“Siapa tahu, bukan?”Telapak tangan Edhie mengepal. “Saya hanya berusaha menebus dosa masa lalu.”Dominus melihat Edhie dengan ekor matanya. Entah apa yang dipikirkannya, ada rasa tidak suka yang tersirat dalam pandangannya. Edhie sangat tahu, ada sesuatu yang Dominus rencanakan terhadap dirinya. Feelingnya berkata, sesuatu itu adalah hal yang mengancam keluarga Caldwell. Sederhananya, Edhie pernah melapor tentang perbuatan Halberd yang mendistribusikan barang haram dari kepulauan seberang untuk di edarkan di kepulauan Landville. Akan tetapi, Dominus sama sekali tidak mengambil tindakan. “Jika tidak ada hal penting lain, saya pamit undur diri,” ujar Edhie berpamitan.“Tunggu, aku butuh tambahan pengawal di pelabuhan St. Marina. Tenang saja, kali ini aku tidak meminta secara cuma-cuma. Akan ada bayaran lebih, karena pekerjaan ini cukup berat.”“Apa boleh saya mengetahui, pekerjaan apa kali ini?”Kecurigaan Edhie semakin menguat. Pelabuhan St. Marina adalah pelabuhan yang menjadi temp