"Apa kau serius dengan ucapanmu, Lily?" Edhie menarik tubuhnya sedikit menjauh dari Lily. Bukan untuk menghindar, melainkan pria itu ingin mengamati raut wajah gadis kecilnya.
"Aku tidak ingin terus menerus merepotkanmu.""Jika benar itu yang kau pikirkan, aku tetap akan menahanmu. Apa selama ini kau pernah mendengarku mengeluh tentangmu?""Pernah."Ucapan ringan Lily membuat Edhie terdiam dengan mulut yang sedikit terbuka sepersekian detik. Sebelah tangannya yang terangkat hingga sejajar dengan dada, mengawang di udara."A—apa kau bilang?""Pernah," ulang Lily lagi. "Kau pernah mengeluh tentangku yang sangat berisik dan selalu mengikutimu, Ed. Kau juga sering memanggilku bocah karena aku terus menerus merengek kepadamu. Kau juga—""Baiklah. Sudah cukup, Lily," potong pria itu cepat sebelum dihujani berbagai fakta.Edhie salah terlalu percaya diri di depan gadis hasil dari didikannya sendiri itu. Baik rasa percaya diri maupun keras kepalanya, benar-benar menurun dari sikap Edhie."Harusnya kubiarkan Joe saja yang mengasuhnya," gumam Edhie menggerutu. Pria itu mengalihkan pandangannya dari Lily yang masih menatap Edhie dengan mata bulatnya"Padahal belum semenit dia berkata tidak pernah mengeluh." Lily memutar bola matanya."Aku bisa mendengarmu, bocah.""Aku berucap memang sengaja agar kau bisa mendengarnya, Ed," balas Lily tidak ingin mengalah sedikitpun."Bisakah kau tetap disini, Lily? Aku akan kehilangan lawan debatku jika kau tidak ada," udap Edhie beralasan.Keningnya sedikit berkerut dengan sorot mata yang melunak. Apa yang diucapkannya barusan bukanlah sebuah kebohongan. Tinggal bersama dengan Lily membuat kehidupan Edhie menjadi lebih berwarna. Celotehan dari gadis kecilnya hingga kini sudah beranjak dewasa, selalu menghiasa hari-harinya."Baiklah, sebagai gantinya aku minta nama belakangmu, Ed. Agar aku yakin, kau tidak menjadikanku sebagai tawanan.""Hanya itu saja?"Edhie berujar tanpa beban. Ternyata permintaan gadis kecilnya tidaklah sulit. Sudah lama Edhie ingin mendaftarkan Lily sebagai anggota keluarganya, namun ia menunggu persetujuan dari Lily.Bukankah Lily memiliki hak untuk memilih menjadi bagian dari anggota keluarga Edhie, atau membuat nama keluarga sendiri?Yang pasti, Edhie tidak akan memberi tahu nama keluarga Lily yang sesungguhnya."Jadi, kamu bersedia menikah denganku, Ed?" Lily menaikkan sebelah sudut bibirnya dengan alis yang dinaik turunkan.Ya, Tuhan. Bocah ini benar-benar mempermainkan Edhie.***Sebuah candaan yang benar-benar membuat Lily kehilangan tempatnya."Kau serius, Ed?!" Langkah kecil Lily kepayahan mengikuti kaki jenjang Edhie.Pria itu terus mengayunkan kakinya dengan acuh tak acuh."Ed!" panggil Lily lagi.Tidak ada sahutan dari pria itu, ia kembali memerintahkan Nyonya Rosaria—sang kepala asisten rumah tangga— untuk membantu Lily membereskan semua barang-barangnya.Lily sedikit berlari lalu berhasil memegang lengan kekar Edhie dengan kedua tangannya, membuat Edhie mau tak mau harus menghentikan langkahnya."Ed! Kau serius memintaku keluar dari rumah ini?""Bukankah kau sendiri yang menginginkannya, Lily? Kau terus menerus membicarakan soal pernikahan, bagaimana jika orang lain mendengarnya?""Apa yang kau maksud orang lain itu adalah kak Cassandra?"Wajah Edhie sedikit mengeras, dengan alis yang terangkat sebelah."Kenapa membawa-bawa Cassie?""Bukankah satu-satunya alasan adalah kamu yang tidak ingin kak Cassandra salah paham?"Edhie terdiam. Bagaimana mungkin gadis kecilnya itu berpikiran demikian?"Apartemen seperti apa yang kau inginkan? Aku memiliki apartemen mewah dekat dengan sekolahmu, mungkin kau akan tertarik?"Lily berdecak kesal. "Baiklah jika keputusanmu sudah bulat, Ed." Gadis itu menghentakkan kakinya dengan kencang lalu berjalan mendahului Ed.Sesampainya di kamar, Lily mengambil ransel berukuran besar, dengan bibir yang terkatup rapat. Matanya memerah, namun sebisa mungkin ia menahan isakan. Gerakan tangannya terkesan buru-buru dan secara asal memasukkan barang-barang miliknya.Selang beberapa menit, Lily keluar dari kamarnya. Pemandangan pertama yang gadis itu lihat setelah menuruni anak tangga terakhir adalah Edhie yang tengah melingkarkan lengannya di pinggang ramping Cassandra dengan mesra—menurut Lily."Oh, sial!" Bibir mungil Lily tak kuasa untuk tidak mengumpat. "Pria itu benar-benar serius."Edhie yang tidak sadar dengan kehadiran Lily terus berdiri membelakangi Lily. Sesekali terdengar candaan dari keduanya."Dengar ini, Ed!" teriak Lily begitu lantang.Baik Edhie maupun Cassandra mengalihkan pandangannya ke arah Lily. Suasana seketika berubah menjadi menegangkan dikarenakan sorot mata Lily yang menatap tajam ke arah mereka berdua."Kau akan menyesal karena sudah mengusirku!"Setelah mengatakan hal itu, Lily berlari keluar mansion. Langkahnya yang begitu cepat membuat napasnya kian memburu. Akan tetapi, bibir gadis itu tidak hentinya menggerutu."Sial, padahal dia tahu aku hanya bercanda, tapi kenapa dia justru mengusirku. Kau lagi-lagi berbohong, Ed. Harusnya kau jujur saja jika tidak ingin kehadiranku mengganggu hubunganmu dengan Cassie tercintamu itu.""Dasar, bodoh!"Lily yang sibuk menggerutu tidak menyadari jika Edhie sudah berhasil menyusulnya. Pria itu menarik paksa Lily hingga membuat gadis itu kehilangan keseimbangan lalu menubrukkan tubuhnya di dada bidang Edhie.Lily dapat mendengar degup jantung Edhie yang tidak beraturan. Dada pria itu naik turun, sebelum akhirnya menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan."Aku tidak pernah mengusirmu," ujar Edhie menjelaskan."Kau akan tumbuh semakin dewasa, Lily. Aku tidak ingin terus menerus membatasimu. Terlebih lagi, kau berpikir bahwa aku sudah menjadikanmu sebagai sandera."Ah! Ya, benar. Lily sendiri yang menjadi penyebab pengusiran atas dirinya itu. Meskipun dengan sangat jelas, Edhie sama sekali tidak berniat mengusirnya.Apa boleh saat ini dia menyalahkan Elliot?Edhie mencondongkan tubuhnya untuk menatap lamat gadis yang saat ini bertatap muka dengannya. Pria itu memegang kedua bahu Lily."Lihat aku, Lily. Aku benar-benar menyesal atas kematian kedua orang tuamu. Nyawaku pun tidak cukup untuk menebus kesalahan yang telah aku perbuat."Lily menggeleng cepat. "Tidak, Ed. Kau sudah merawatku selama ini.""Kau berhak balas dendam, Lily. Aku pembunuh."Deg!Seketika jantung Lily berhenti berdetak untuk sepersekian detik. Mendengar kata pembunuh keluar dari mulut Edhie, menarik Lily kembali ke kenyataan. Matanya yang tadi memerah kini sudah dialiri cairan bening."Aku pergi, Ed," putus Lily. Gadis itu gegas berlari ke arah mobil yang disopiri oleh Jovan.Edhie benar-benar sudah mempersiapkan segalanya untuk Lily. Baik apartemen maupun pengawal dan juga asisten rumah tangga, Edhie sudah menyiapkan semuanya dalam kurun waktu beberapa jam saja.Edhie mematung, menatap punggung Lily yang semakin menjauh, hingga menghilang memasuki mobil. "Sudah waktunya kau hidup dengan kebebasanmu, Lily," gumam Edhie.Cassandra yang menyusul Edhie, mengusap lembut bahu Edhie. "Apa kau baik-baik saja?"Edhie meletakkan tangannya di atas tangan Cassandra. "Bagaimana mungkin?" jawabnya tersenyum kecut.Sementara, di dalam mobil, di jok belakang, Lily sengaja membuang pandangannya ke luar jendela yang berlawanan dengan tempat dimana Edhie masih berdiam. Ia sama sekali tidak ingin melihatnya. Suara deru mesin mobil yang stabil, membawa Lily keluar dari tempat dimana awal ingatannya tercipta."Anda tidak apa-apa, Nona?" tanya Jovan dengan raut muka penuh kecemasan.Dari tadi ia mengamati sang nona muda yang masih membisu. "Bos tidak mengusir Anda, Nona. Aku harap, Nona tidak salah paham.""Aku tahu, Paman. Aku tahu, Edhie bukan orang yang seperti itu. Apa Paman tahu, Edhie yang membunuh kedua orang tuaku?"Tidak ada sahutan dari Jovan. Pria itu tetap menatap datar ke arah jalanan.Lily pun juga tidak berniat untuk mendapatkan jawaban. Ia kembali menoleh ke arah luar jendela, menikmati gelapnya malam perkotaan.Sesampainya di unit apartemen milik Edhie, Lily masih terdiam di ambang pintu. Suasana begitu hening, di lantai itu hanya terdapat dua kamar. Entah berpenghuni atau tidak.Lily menarik napas dalam-dalam sebelum Jovan membukanya. "Ayo, paman," ajak Lily kemudian mempersilahkan Jovan untuk membukanya.Setelah pintu terbuka, Lily mengedarkan pandangannya. Apartemen tersebut begitu luas diisi dengan berbagai properti mahal. Tidak heran karena Edhie lah yang memiliki apartemen ini."Sepertinya aku akan betah tinggal disini, Paman," ujar Lily setelah selesai mengamati semua ruangan.Jovan yang sedari tadi mengekor hanya mengangguk sekilas. "Beberapa pelayan akan sampai disini besok pagi, Nona. Nona tidak perlu khawatir, mereka akan senantiasa mempersiapkan segala keperluan Nona. Saya sendiri dan beberapa pengawal juga akan menjaga Nona setiap hari."Lily mengangguk. "Sejujurnya, Edhie tidak perlu melakukannya. Aku sudah cukup dewasa untuk mengurus diriku sendiri.""Bos hanya ingin memastikan keselamatan Nona."Lily berdecak. "Dia hanya menganggapku sebagai bocah." Langkah kaki Lily terayun ke arah balkon dengan gorden yang terbuka lebar. Pemandangan puncak gunung Elber, menjadi salah satu keunggulan dari apartemen ini."Nona, Bos sendiri pasti merasa kehilangan Nona." Jovan yang masih berdiri di belakang Lily akhirnya membuka suara setelah berdiam cukup lama."Aku tahu, karena kami sudah seperti keluarga.""Apapun keputusan Bos, semua demi kebaikan Nona.""Tapi baru kali ini dia memintaku menjauh, Paman." Lily tersenyum getir dengan pandangan yang mengembun. "Apa dia takut, aku akan membalas dendam? Aku tidak sepicik itu, mengabaikan semua kebaikannya."Lily kini menoleh menatap ke arah Jovan, rasa sesak yang sedari dia tahan akhirnya membuncah juga."Apa menurut Edhie, aku ini hanya bocah yang membebaninya?" tanyanya meracau."Tentu tidak, Nona. Bos sangat menyayangi Nona melebihi nyawanya. Bos hanya takut…""Takut?" Lily menaikkan sebelah alisnya, melasa perkataan Jovan selanjutnya adalah sebuah rahasia yang ingin dipendamnya.Jovan tidak berani menatap Lily, bola matanya bergetar. Apa perlu dia jujur dengan Nona Mudanya itu agar tidak terjadi salah paham?"Katakan, Paman," desak Lily."Bos takut jika Nona salah paham dengan perhatiannya selama ini.""Apa?"Saat itu Lily tidak mengerti dengan maksud dari perkataan Jovan. Hingga kini, usianya sudah menginjak dua puluh lima tahun, usia yang sudah matang untuk memahami maksud dari perkataan pamannya kala itu."Keputusanku sudah bulat, Edhie. Aku akan menjadikanmu suamiku!" gumam Lily bertekad.Setelah dipersilahkan masuk ke ruangan dominus, Edhie lantas menghadap lelaki tua yang sepertinya sudah menunggu kedatanganya.“Bagaimana rencamu selanjutnya? Kamu sudah menaikkan harga transaski.”Edhie tidak goyah mendengar tuduhan dari sang dominus. Ia jelas sudah tahu jika ini semua merupakan siasat dari Oliver yang bekerja sama dengan Tuan Oswald.“Saya akan berusaha agar kerugian itu tidak terjadi—”“—dan jika terjadi?”“Saya akan membayar kerugian itu.”“Jangan terlalu naif Caldwell, kau pasti tahu apa yang aku inginkan.”Rahang Edhie mengeras, ia menarik napas dalam sebelum menjawab, “Saya akan mengakui ketidakmampuan saya di hadapan seluruh keluarga besar di rapat tahunan nanti.”Senyum Oswald terbit seketika.Ya. Bukan harta yang Oliver dan dominus inginkan, melainkan harga diri Edhie yang jatuh serta krisis kepercayaan dari para anggota keluarga besar terhadap kelurga Caldwell.Tidak mudah bagi Edhie membangun kepercayaan dari keluarga besar lain, terlebih dengan sikap ideal
“Karena di sini cukup berbahaya, saya sebagai perwakilan dari Tuan Gunther, ingin meminta bayaran lebih dari pihak Landville.”Tepat seperti dugaan Aaron dan Joe, semua yang terjadi di sini hanya sebuah jebakan untuk merugikan keluarga Caldwell.***“... Baiklah, tidak masalah. Besok aku akan menemui Tuan Oswald. ... Ya. Kau tempatkan saja Tuan Kaiser di hotel dekat dermaga. ... Hm. Perketat penjagaan di sana. Kalian harus bergantian, jangan sampai ada yang kelelahan. Terutama Aaron, jangan biarkan dia terjaga semalaman. ... Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Joe. Aku serahkan urusan di sana padamu.”Edhie menutup panggilan dengan seringai tipis. “Ganti rugi, eh?”“Kita harus ke istana dominus besok ... tunggu ...,” sejenak setelah Edhie mengucapkan hal tersebut pada Jovan, ia pun lantas menggumam, “bagaimana dengan Lily?”“Ada apa, Bos?”“Aku sedang memikirkan, apa aku harus meninggalkan Lily di mansion atau membawanya bersamaku.”Jovan turut terdiam.“Sepertinya membiarkan nona Li
Lily berdiri membelakangi Elliot.“Jadi, seperti ini, ya, rasanya menjadi Edhie,” ucapnya sebelum meninggalkan Elliot sendirian.Gadis itu keluar ruangan dengan perasaan berkecamuk. Tidak biasanya Elliot bersikap seperti itu. Sesaat sebelum dirinya menuju ke lantai dua, ia berpapasan dengan Edhie.“Hai, Ed.”“Hai, Lily.” Edhie menghentikan langkahnya. “Apa kau ada kelas tiga hari ke depan?”Kening Lily berkerut. “Hanya persiapan ujian, ada apa?”“Baguslah. Sebaiknya kau tetap berada di dalam rumah selama tiga hari ini.”Lily bisa menangkap raut kecemasan dari wajah Edhie, tentu saja hal itu mengganggu pikiran Lily. “Apa terjadi sesuatu?”Edhie menggulung lengan kemejanya sebelum menjawab, “Aku hanya tidak mau kejadian tempo hari terulang kembali.”Tidak perlu dijelaskan lagi. Kejadian yang Edhie maksud sudah pasti kejadian dimana Oliver Halberd nekat menemui Lily di kampusnya.Lily hanya bisa mengangguk menurut. “Hanya tiga hari, bukan? Minggu depan aku ada ujian.”“Ya. Hanya tiga har
Edhie bersiap untuk memerintahkan beberapa pengawal pilihannya. Joe dan juga Aaron, dua orang kepercayaan Edhie ditugaskan untuk memimpin pasukan.“Bos, aku ingin ikut dengan mereka,” pinta Jovan kepada Edhie.“Kau tetap bersamaku menjaga Lily. Kita harus mengawasinya penuh tiga hari ini.” Edhie bersedekap memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi.“Entahlah, ada dua hal yang aku pikirkan, Jovan. Aku harap kau mau bekerja sama.”Jovan tidak berani membantah lagi, ia kemudian mundur sejajar kembali dengan barisannya.“Aku tidak peduli jika pada akhirnya kalian ada yang berkhianat, yang perlu kalian ingat… ada harga sepadan yang harus kalian bayar jika berani melakukannya.” Edhie menatap tegas satu persatu barisan berjas hitam yang berjumlah dua puluh orang itu. Permintaan Dominus kali ini memang cukup banyak, bahkan Edhie harus mengerahkan dua orang kepercayaannya.“Loyal atau tidak, itu pilihan kalian.”Berkaca pada kasus sebelumnya, Edhie merasa jika kali ini siasat
“Lily, banyak hal yang ingin aku katakan,” ujar Edhie yang kini mengambil kesempatan mencuri waktu sebelum melaksanakan mandat dari sang Dominus.“Hm? Apa ini akan memakan waktu lama?”Lily yang duduk di balkon ruang tengah, menoleh ke arah Edhie yang baru saja tiba di rumah.Edhie melepas kancing atas kemejanya, ia gulung lengan tangannya hingga sebatas siku. Rambutnya sudah tidak serapi keberangkatannya tadi. “Apa kau ada urusan?”“Tidak. Kau yang memintaku untuk langsung pulang, aku kira ada sesuatu yang penting.”“Memang. Aku hanya ingin menjelaskan siapa kamu sebenarnya.”“Ed? Apa kau yakin?”Edhie melangkah untuk mendekat ke arah Lily. Ia memilih duduk di kursi panjang, tempat dimana Lily duduk.“Tidak. Sungguh, jika boleh jujur, aku ingin kamu menjadi Lily seperti ini saja yang tidak tahu apa-apa soal keluargamu.” Sorot mata Edhie menerawang lurus ke depan. Hamparan taman yang asri, serta kemilau cahaya matahari yang mulai terbias dengan warna senja, merubah suasana yang awaln
“Siapa tahu, bukan?”Telapak tangan Edhie mengepal. “Saya hanya berusaha menebus dosa masa lalu.”Dominus melihat Edhie dengan ekor matanya. Entah apa yang dipikirkannya, ada rasa tidak suka yang tersirat dalam pandangannya. Edhie sangat tahu, ada sesuatu yang Dominus rencanakan terhadap dirinya. Feelingnya berkata, sesuatu itu adalah hal yang mengancam keluarga Caldwell. Sederhananya, Edhie pernah melapor tentang perbuatan Halberd yang mendistribusikan barang haram dari kepulauan seberang untuk di edarkan di kepulauan Landville. Akan tetapi, Dominus sama sekali tidak mengambil tindakan. “Jika tidak ada hal penting lain, saya pamit undur diri,” ujar Edhie berpamitan.“Tunggu, aku butuh tambahan pengawal di pelabuhan St. Marina. Tenang saja, kali ini aku tidak meminta secara cuma-cuma. Akan ada bayaran lebih, karena pekerjaan ini cukup berat.”“Apa boleh saya mengetahui, pekerjaan apa kali ini?”Kecurigaan Edhie semakin menguat. Pelabuhan St. Marina adalah pelabuhan yang menjadi temp