Home / Romansa / BUKAN MEMPELAI IMPIAN / Bab 66. Ketuban

Share

Bab 66. Ketuban

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-06-17 20:42:47

"Selamat pagi, anak-anak! Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!" seru Keya dengan semangat khasnya saat memulai hari pertama kembali mengajar setelah beberapa bulan cuti karena kehamilan.

"Selamat pagi Bu Guru! Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh!" jawab anak-anak serempak, penuh keceriaan.

Keya tersenyum. Rasa rindu mengalir deras di hatinya saat melihat wajah-wajah kecil yang begitu antusias. Ia kembali berdiri di hadapan kelasnya, setelah sekian lama menepi untuk menanti kelahiran buah hatinya.

"Karena ini hari pertama kita masuk sekolah, kita santai dulu, ya. Kita jalan-jalan di sekitar lingkungan sekolah, bersama adik-adik dari TK."

"Horeeee!" sorak anak-anak, bersorak gembira. Wajah-wajah mereka bersinar cerah di bawah sinar matahari pagi yang hangat.

Keya mengangguk pelan, lalu berdiri di depan, memimpin barisan. Di belakangnya, dua puluh anak berbaris dua-dua sesuai arahan, dan di belakang mereka tampak ibu-ibu yang ikut mengantar, termasuk Ibu Aisyah yang terli
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 69. Ini aku,...bukalah matamu, Ke!

    "Sudah dapat, Dok! Darahnya sudah kami temukan!" suara Chandra terdengar nyaring saat ia dan Liam masuk terburu-buru ke ruang operasi.Dokter menoleh cepat. "Golongan darah Keya memang langka. Bagus sekali kalian bisa mendapatkannya."Chandra mengangguk sambil terengah. "Ada seorang relawan yang baru saja datang. Sungguh keberuntungan."Liam menunduk, matanya merah. "Saya... saya sudah cari ke seluruh PMI. Untung Papi bertemu dia. Mudah-mufahan ini pertanda kalau Allah masih menyelamatkan Keya.""Insyaallah, Pak. Kita berdo'a saja.Beberapa menit kemudian, seorang perawat mendorong ranjang Keya perlahan keluar dari ruang operasi. Dokter berjalan mendampingi sambil membuka masker."Bu Keya stabil, tapi maaf, dia belum sadar. Kami akan memindahkannya ke ICU."Langkah Liam goyah. Ia terduduk di kursi, wajah tertunduk dengan bahu terguncang. Chandra diam, lalu menepuk pundaknya pelan.Seorang suster datang dari ruang bayi. "Keluarga Bu Keya, tolong, siapa yang mau mengazhani putrinya."Se

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 68. Merasa bersalah

    "Aba, saya tinggal ke dalam dulu ya?" tanya Liam dengan nada pelan, matanya tak lepas dari wajah H Darman.H Darman mengangguk pelan, diikuti anggukan lembut dari Aisyah. "Iya, Nak. Temani istrimu. Kami tunggu di sini."Langkah Liam ringan namun terburu. Ia kembali ke dalam ruang perawatan, mendapati Keya berbaring lemah dengan infus yang menusuk punggung tangannya. Raut wajahnya pucat, namun tetap tampak tenang. Meski matanya menatap ke arah jendela, Liam tahu pikirannya tak sepenuhnya di sana."Kamu benar nggak sakit?" tanya Liam, mencoba menyamarkan nada panik dalam suaranya. Ia duduk di kursi di sebelah ranjang, tangan kanannya menggenggam tangan Keya yang terasa dingin.Keya menoleh sedikit. "Bener. Cuma agak pegal saja."Liam tersenyum canggung, namun matanya tak bisa menyembunyikan kekhawatiran. "Aku yang salah waktu itu... soal memaksamu itu...aku minta maaf,"Keya menarik tangannya perlahan, cukup halus untuk tidak menolak, tapi cukup jelas untuk memberi jarak."Kita jangan b

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 67. Luruh

    "Aku mandi dulu, kotor dari sawah," kata H Darman sambil melirik sekilas ke arah Keya.Tanpa menunggu jawaban, dia langsung melangkah masuk ke dalam rumah. "Terima kasih ya Allah... Kau telah melunakkan hati suamiku," bisik Aisyah lirih, nyaris seperti doa yang lepas begitu saja dari bibirnya. Air mata menetes tanpa bisa dicegah. Diam-diam ia teringat pada bisikan Santi tadi pagi."Aba pasti akan menerima Keya, apalagi kalau cucunya perempuan," ujar Santi sambil berbisik saat Aisyah resah di dapur tadi.Aisyah menggandeng tangan Keya. "Ayo duduk, Nak," ajaknya.Keya menunduk, tak tahu harus berkata apa. Matanya sembap, wajahnya masih pucat. Aisyah menatapnya lekat-lekat, lalu bertanya dengan suara nyaris bergetar, "Boleh Ummi menyentuh perutmu?"Keya mengangguk pelan.Aisyah menempelkan telapak tangannya ke perut Keya. Ada getaran halus, ada denyut kehidupan di sana. Air matanya jatuh, tidak bisa ditahan. "Maafkan kami ya, Dhuk...," bisiknya dengan suara parau.Keya menghela napas.

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 66. Ketuban

    "Selamat pagi, anak-anak! Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh!" seru Keya dengan semangat khasnya saat memulai hari pertama kembali mengajar setelah beberapa bulan cuti karena kehamilan."Selamat pagi Bu Guru! Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh!" jawab anak-anak serempak, penuh keceriaan.Keya tersenyum. Rasa rindu mengalir deras di hatinya saat melihat wajah-wajah kecil yang begitu antusias. Ia kembali berdiri di hadapan kelasnya, setelah sekian lama menepi untuk menanti kelahiran buah hatinya."Karena ini hari pertama kita masuk sekolah, kita santai dulu, ya. Kita jalan-jalan di sekitar lingkungan sekolah, bersama adik-adik dari TK.""Horeeee!" sorak anak-anak, bersorak gembira. Wajah-wajah mereka bersinar cerah di bawah sinar matahari pagi yang hangat.Keya mengangguk pelan, lalu berdiri di depan, memimpin barisan. Di belakangnya, dua puluh anak berbaris dua-dua sesuai arahan, dan di belakang mereka tampak ibu-ibu yang ikut mengantar, termasuk Ibu Aisyah yang terli

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 65. Keraguan

    "Nomor yang Anda hubungi, sekarang berada di luar area."Mata Keya berkaca-kaca. Nabil, yang dulu bisa ia ajak tertawa saat resah, kini seperti hilang. Ia coba kirim pesan, tapi centang satu.Ia menghela napas berat. "Masa pendidikan emang gitu ya? Benar-benar nggak bisa dihubungi seperti katanya kapan hari."Keya memegang lututnya sendiri. Rasa sunyi tampa ada yang bisa diajak bicara begitu menyiksanya. Syukurlah, dengan kebaradaannya mengajar anak-anak, itu sudah lumayan menghibur.Tiba-tiba saja, pintu kamar diketuk."Keya, aku minta maaf soal hari itu..." suara Liam nyaris tenggelam oleh desiran angin sore yang menyapu seisi rumah.Keya menunduk. Kedua tangannya meremas ujung bajunya sendiri. "Waktunya periksa, dan aku entah sudah berapa bulan tak periksa ke dokter kandungan," gumamnya pelan, seolah ingin mengakhiri pembicaraan. Ia berdiri, lalu berbalik menuju pintu."Biar aku yang antar," ujar Liam cepat.Keya langsung menghentikan langkah. Bahunya mengeras. "Enggak usah," kat

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 64. Suntuk

    "Kamu kenapa dengan Keya?" suara Bu Maryam terdengar lembut, tapi tajam menembus ke dalam dada Liam. Tangannya sibuk melipat mukena, sementara matanya tak lepas dari wajah anak bungsunya.Liam mendesah pelan. Ia duduk di sisi ibunya di dekat jendela mushola , menatap ke luar dengan mata kosong. "Nggak kenapa-napa, Bu.""Jangan bohong sama Ibu. Ibu perempuan, Liam. Ibu bisa lihat sesuatu dari cara perempuan memandang seseorang. Ibu lihat Keya menjauh. Ada yang berubah. Kamu ngelakuin sesuatu, ya?"Liam tertunduk. Jantungnya berdetak cepat. "Bu, aku... aku nggak bisa pura-pura lagi. Aku sayang sama Keya. Nggak tahu kenapa. Makin hari perasaan ini makin besar, susah dikendalikan. Aku pengin ngomong, tapi aku juga tahu aku salah."Suara gesekan mukena terhenti. Bu Maryam duduk di sofa, menyentuh tangan Liam. "Nak, kamu itu sudah tunangan. Sama Dania. Perempuan baik. Ibu tahu belum bisa mencintainya, tapi kamu sudah buat pilihan. Dan Keya, dia perempuan yang sedang rapuh. Kamu tahu itu.""

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status