Share

Bab 67. Luruh

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-06-17 21:34:46

"Aku mandi dulu, kotor dari sawah," kata H Darman sambil melirik sekilas ke arah Keya.

Tanpa menunggu jawaban, dia langsung melangkah masuk ke dalam rumah.

"Terima kasih ya Allah... Kau telah melunakkan hati suamiku," bisik Aisyah lirih, nyaris seperti doa yang lepas begitu saja dari bibirnya. Air mata menetes tanpa bisa dicegah. Diam-diam ia teringat pada bisikan Santi tadi pagi.

"Aba pasti akan menerima Keya, apalagi kalau cucunya perempuan," ujar Santi sambil berbisik saat Aisyah resah di dapur tadi.

Aisyah menggandeng tangan Keya. "Ayo duduk, Nak," ajaknya.

Keya menunduk, tak tahu harus berkata apa. Matanya sembap, wajahnya masih pucat.

Aisyah menatapnya lekat-lekat, lalu bertanya dengan suara nyaris bergetar, "Boleh Ummi menyentuh perutmu?"

Keya mengangguk pelan.

Aisyah menempelkan telapak tangannya ke perut Keya. Ada getaran halus, ada denyut kehidupan di sana. Air matanya jatuh, tidak bisa ditahan. "Maafkan kami ya, Dhuk...," bisiknya dengan suara parau.

Keya menghela napas.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   BAb 203. Punya anak lagi

    "Kak..." suara Keya terdengar lirih, namun matanya menyiratkan sesuatu yang berbeda. "Jangan pernah meragukan didikan kita, Kak.""Bagaimanapun juga, kekhawatiran itu ada, Ey. Aku sangat menyayanginya dan aku tak mungkin memiliki yang lain selain dia.""Kalau kamu ragu, kita bisa bikin anak lagi, Kak. Mau?" Keya mengerling, lalu kembali mencium Liam. Sekeras apapaun dia membantah ucapan lelaki itu, hanya makin memperumit kekhawatiran Liam hinggah Keya berusaha mengalihkannya ke hal lain.Ciuman Keya yang dalam, membuat Liam merasakan lain. "Kalau kamu siap," ujarnya pelan, "kita bikin sekarang."Keya membelalakkan mata. "Sekarang? Di sini?"Sudut bibir Liam terangkat. "Kenapa tidak?"Keya melirik sekeliling. Ruang kerja itu cukup luas, namun meja penuh tumpukan kertas, rak buku panjang menempel rapat ke dinding. Lampu meja memberi cahaya hangat yang memantulkan bayangan di wajah mereka. Liam melirik ke sofa panjang yang kalau dia kelelahan kadang suka tidur di sana sebe;um dia menika

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 202. Apakah dia tetap menyayangiku?

    "Kak..." suara Keya terdengar dari arah belakang Liam, memanggil suaminya yang sedang menyisir rambut ikalnya.Liam menoleh sebentar. "Kenapa, Ey?"Belum sempat Keya menjawab, suara langkah kecil terdengar tergesa dari dalam kamar. Sheryn muncul dengan pipi merona, masih mengenakan baju tidur bergambar kelinci. "Yah... idul..."Liam terkekeh melihat anaknya berlari sambil mengangkat kedua tangan. "Mau ngajak tidur Ayah?"Gadis kecil itu mengangguk, matanya berbinar. "Yah... emein...""Sheryn, bunda kan sudah berusaha menidurkan kamu," sahut Keya, mencoba tetap sabar. "Ayo, nak, tidur sama Bunda dulu. Ayah mau sholat. Lagian Ayah juga banyak pekerjaan di akhir tahun ajaran."Tapi Sheryn langsung memeluk kaki Liam erat-erat, wajahnya menunduk sambil merengek. "Aku au...ma,.. Yah..."Liam jongkok, menatap mata anaknya yang mulai berkaca-kaca. "Nak, Ayah mau sholat dulu. Tidur sama Bunda dulu, ya? Nanti kalau Ayah sudah selesai, kita main sebentar sebelum tidur."Sheryn menggeleng cepat,

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 201. Peluang

    "Seatbelt dulu," ucap Arfan sambil melirik sekilas. Tangannya tetap di kemudi, tapi bibirnya sedikit terangkat.Najla menarik tali pengaman, menguncinya di sisi kursi. "Sudah."Mesin mobil menyala, deru halus terdengar. Jalan desa sepi, hanya sesekali motor lewat dengan suara knalpot yang memecah tenang siang itu.Hening beberapa menit, hanya suara radio pelan mengisi udara. Najla membuka sedikit kaca jendela, membiarkan angin sore masuk."Sidang tadi lumayan tegang, ya?" tanya Arfan akhirnya.Najla menoleh sekilas. "Lumayan. Aku juga baru pertama kali lihat langsung prosesnya. Ternyata lebih banyak formalitas daripada yang aku bayangkan."Arfan terkekeh. "Kalau sidang perceraian, apalagi yang melibatkan angka besar, biasanya memang begitu. Ada tarik-ulur sebelum masuk ke pokok perkara."Najla mengangguk, matanya kembali mengamati jalan. Sesekali ia melihat anak-anak bermain sepeda di pinggir jalan, sorakan mereka mengalun, kontras dengan obrolan serius beberapa menit lalu.Ponsel Naj

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 200. Usai sidang

    Sheryn sudah berdiri di ujung teras, rok pink yang dikenakannya setengah terangkat karena berlari-lari kecil. Tangan mungilnya terangkat tinggi, minta digendong.Liam langsung tersenyum lebar. Langkahnya lebar-lebar menghampiri, lalu menunduk dan mengangkat gadis kecil itu tinggi-tinggi. "Wah, putri ayah udah pulang sekolah, ya?" candanya.Suara tawa Sheryn pecah ketika Liam menciumi pipinya berkali-kali. Pipi bulat itu wangi bedak bayi, bercampur sedikit aroma keringat siang."Jam segini udah mandi Wangi amat . Dmandiin Uti ya?"Gadis itu mengangguk. "Yah... ain..." ucapnya dengan ucapan yang belum jelas."Mainnya nanti, sekarang kita masuk dulu," jawab Liam sambil menurunkannya perlahan.Keya berdiri di teras sambil memegang tas kerjanya dan beberapa buku. Matanya menatap Liam lama, seolah membaca isi hati suaminya. "Gimana sidangnya, Kak?" tanyanya singkat.Liam melepaskan napas panjang, lalu menaruh tas kerjanya di kursi rotan teras. "Masih minta satu miliar. Udah jelas aku kasih

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 199. Keraguan

    "Aku nunggu kamu kemarin... tapi kamu nggak datang." Suara Angga penuh emosi.Dania mau menghindar."Dania,.." suara Pak Bagus terdengar pelan tapi tegas. Ia menatap Dania seolah meminta putrinya untuk tidak langsung menutup diri.Dania menghela napas, duduk di bangku kayu dekat pintu keluar gedung. Angga berdiri tak jauh, kedua tangannya di saku celana, wajahnya dingin. Ada kemarahan di sana—tidak meledak, tapi membeku. "Kenapa kamu nggak datang kemarin?" suaranya datar, nyaris tanpa nada.Dania mengernyit. "Datang ke mana?""Bukankah kita telah janji di WBL?" Angga melangkah satu langkah mendekat. "Aku nunggu kamu di pantai sampai malam."Dania memalingkan wajah, menatap ke arah koridor. "Aku batal pergi""Batal? Enteng sekali kamu bilang begitu, tanpa kamu emmberitahu aku. Apa kamu pikir aku permainan bagimu?" tanya Angga, seperti tidak percaya. "Kamu tahu berapa jam aku nunggu? Sambil ngeliatin ombak, berharap kamu muncul?""Aku nggak suruh kamu nunggu."Tatapan Angga mengeras. "

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 198. Sidang perceraian

    “Masuk, Mas Liam," ucap petugas persidangan memecah riuh kecil ruang tunggu. Liam menghela napas, menegakkan punggungnya. Di sisi kanannya, Najla yang mengenakan blazer sederhana menatap penuh rasa ingin tahu.“Kamu siap?” bisik Najla.“Kenapa tanya begitu, kita udah di sini,” jawab Liam.Mereka melangkah beriringan bersama seorang pria berkemeja abu-abu muda, dasi hitam, dan map tebal di tangan. Itulah Arfan, teman SMA Liam yang kini berprofesi sebagai pengacara. Wajahnya santai, tapi langkahnya mantap.“Tenang, Li. Sidang pertama ini cuma pembacaan gugatan sama verifikasi awal. Enggak langsung dihajar pertanyaan berat,” ucap Arfan setengah berbisik."Emang kamu pikir aku takut, ya, Fan?"Arfan terkekeh pelan.Ruang sidang sudah ramai. Di sisi berlawanan, Dania duduk tegak, lipstiknya menyala terang, diapit Pak Bagus dan Bu Marya. Tatapannya singkat ke arah Liam, lalu berpindah entah kemana. Pak Bagus, memakai baju batik dengan rambut mulai memutih, duduk dengan tangan terlipat di pan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status