Share

BUKAN MESIN PEMBUAT ANAK!
BUKAN MESIN PEMBUAT ANAK!
Penulis: Mithavic Himura

ANCAMAN SANG SUAMI

"Dia siapa?"

Riska menunjukkan sebuah foto seorang wanita seksi yang ada di dalam galeri ponsel, Ronan, sang suami.

Wajahnya terlihat tidak suka, tapi sang suami tidak terkejut sama sekali ketika sang istri memperlihatkan foto wanita itu di dalam galeri foto di ponselnya.

"Itu, Bella, wanita yang akan menggantikan kamu kalau kamu tidak patuh sama aku dan keluargaku."

"Apa?"

Riska benar-benar tidak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut sang suami.

Wanita cantik berambut panjang itu maju lebih mendekati sang suami, pertanda, ia ingin melancarkan aksi protes pada pria tersebut.

"Apa kamu bilang?" ulangnya setelah jarak mereka sudah semakin dekat.

Ronan mengangkat wajahnya, dan menentang sorot mata sang istri dengan tatapan mata yang sama tajamnya seperti sang istri.

"Kurang jelas? Dia wanita cadangan yang akan gantiin kamu kalau kamu tidak mau menurut sama aku dan ayah ibuku!"

Suara Ronan menggema di ruangan mewah itu sehingga membuat Riska mundur untuk beberapa langkah.

"Keterlaluan kamu! Apa salah aku? Selama kita menikah, aku selalu berusaha untuk jadi istri yang baik untuk kamu, terus, begini cara kamu membalas pengabdian aku?"

Ronan bangkit dari tempat duduknya ketika mendengar sang istri bicara demikian.

"Pengabdian? Pengabdian apa? Lihat dua anak yang sudah kamu lahirkan! Semuanya perempuan! Aku mau anak laki-laki, bukan anak perempuan, Riska! Paham tidak?!"

"Kita sudah pernah membicarakan masalah ini, Pi, dan kamu juga tahu, masalah seperti itu bukan kuasa kita sebagai manusia, Allah yang atur semua, lagipula, semua anak itu anugrah! Jangan membedakan antara pria dan wanita!"

"Diam! Aku tidak mau tahu, kalau kamu tidak mau hamil lagi, jangan salahkan aku untuk mencari wanita lain yang bisa memberikan aku anak laki-laki! Ini bukan sebuah kata-kata saja, Riska! Ini serius, kamu harus tahu itu!"

Setelah bicara demikian, Ronan merampas ponsel yang ada di tangan sang istri dengan kasar, lalu beranjak dari hadapan sang istri masih sambil menggerutu tidak jelas.

Sarapannya belum habis, Ronan sudah tidak berselera untuk menghabiskannya.

Semua karena istrinya yang selalu melahirkan anak perempuan, dan ketika ia ingin sang istri hamil lagi, sang istri meminta waktu untuk kosong dahulu dan itu membuat Ronan kesal setengah mati hingga belakangan ini ia mulai membuka akses pada seorang wanita teman kantornya yang bernama Bella tersebut.

Sepeninggal sang suami, Riska tergugu di tempatnya.

Tidak menyangka suaminya serius tidak mau tahu tentang kondisinya yang memang harus istirahat sejenak untuk alasan kesehatan setelah melahirkan anak kedua mereka.

Umurnya saja masih kecil, masih satu tahun, tapi sang suami yang juga didukung oleh mertuanya selalu mendesak dirinya untuk melahirkan anak laki-laki.

Perempuan cantik yang sedikit kucel karena terlalu repot dengan tanggung jawabnya sebagai istri di rumah sebesar itu, tanpa asisten rumah tangga tersebut perlahan duduk begitu saja di lantai.

Entahlah, jika didesak hal lain, mungkin Riska masih bisa berusaha untuk merealisasikan.

Tetapi, siapa yang bisa merealisasikan persoalan ingin memiliki anak laki-laki?

Saat Riska sedang larut dalam rasa terpukulnya, terdengar teriakan anaknya di ruang tamu.

Bergegas perempuan yang sebenarnya seorang wanita karir sebelum menikah dengan Ronan itu bangkit dari tempat duduknya, dan beranjak menuju ruang tamu dengan langkah setengah berlari.

Khawatir, si bungsu sedang bermain permainan yang berbahaya, hingga Riska terburu-buru memeriksa.

Ternyata, di ruang tamu, ia melihat anak keduanya sedang memeluk salah satu kaki sang suami yang terlihat tidak ingin dipeluk, hingga bocah itu menangis histeris.

"Pi, kamu enggak kasian anak kamu sampai menangis kayak gitu?" tegur Riska sambil berusaha membujuk Rara sang anak bungsu untuk ikut dengannya.

Melepaskan satu kaki yang dipeluk sang bocah agar tubuh kecil itu tidak disentak kasar oleh Ronan karena sang suami tidak mau dipeluk seperti itu oleh si anak bungsu.

"Dia bukan anakku! Benihku itu jantan, bukan betina!" bentak pria itu menggema hingga suaranya yang nyaring membuat Rara, anak mereka semakin histeris dan ruang itu spontan menjadi gaduh.

"Keterlaluan kamu! Kamu mau bilang, Rara itu bukan darah daging kamu?! Terus, aku berhubungan intim dengan pria lain hingga melahirkan Rara?!"

Jika tadi, Riska berusaha untuk tidak mau bicara keras di hadapan sang anak yang sedang menangis, kali ini karena kesal dan sakit hati, perempuan itu bicara demikian, tapi tidak membuat Ronan jadi merasa bersalah karena hal itu.

Dengan kasar, Ronan menyentakkan tangan mungil sang anak yang memeluk kaki ayahnya hingga tubuh kecil itu terdorong dan terduduk di lantai.

Riska buru-buru menggendong sang anak, karena akibat apa yang dilakukan oleh Ronan, bocah itu jadi ketakutan hingga semakin keras menangis.

Sementara Ronan? Berbalik dan meninggalkan Riska dengan anak bungsunya itu tanpa menoleh lagi sambil memperbaiki dasi yang ia pakai karena sedikit miring akibat pertengkaran kecil tadi.

Di luar, Ronan berpapasan dengan Rifky, adik kandung Riska sang istri.

Rifky yang tergabung di sebuah komunitas nyata dan di dunia maya itu sebenarnya tidak begitu akur dengan Ronan.

Semenjak kakaknya harus menikah dengan pria berdarah Indo-Australia karena menyelamatkan perusahaan sang ayah yang nyaris bangkrut, Rifky sudah was-was bahwa pernikahan sang kakak tidak akan berjalan dengan baik.

Ronan datang membawa dana yang cukup besar, meskipun ayah mereka yang sakit-sakitan tidak memaksa Riska untuk menikah, tetap saja Riska sebagai anak sulung merasa bertanggung jawab untuk menyelamatkan usaha keluarga mereka karena ia tahu perjuangan ayahnya membesarkan perusahaan itu sangat-sangat tidak mudah.

Namun ternyata, pernikahan itu bagai neraka bagi Riska, tepatnya ketika ia terus saja melahirkan anak perempuan, hingga Ronan dan kedua orangtuanya terus saja mendesaknya untuk bisa memberikan keturunan laki-laki.

"Apa?" katanya pada sang adik ipar ketika Rifky tidak juga menyingkir meskipun Ronan sudah memberikan isyarat padanya untuk memberikan ia jalan.

"Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu, Kak."

Rifky bicara demikian, sambil menundukkan kepalanya memberi hormat kepada sang kakak ipar.

"Bicara saja sekarang!" kata Ronan dengan nada terdengar malas.

"Kita bicara di sana saja, biar anak-anak Kakak tidak mendengar!" ajak Rifky namun ajakan itu ditolak Ronan mentah-mentah.

"Aku tidak mau ke mana-mana! Kalau kau ingin bicara, bicara saja sekarang! Aku sudah mau berangkat ke kantor!"

Nada tidak suka sangat terdengar kental ketika Ronan melontarkan kata-kata itu pada Rifky.

Membuat Rifky menghela napas, dan akhirnya mengalah.

"Apa yang Kakak lakukan di belakang Kak Riska?" katanya setelah beberapa saat terdiam untuk mengatur kata.

Rifky meneliti keadaan di belakang mereka, tidak mau jika sekiranya sang kakak ternyata mendengar apa yang diucapkannya tadi dengan suara perlahan.

Namun, jika sikap Rifky terdengar khawatir akan didengar orang lain di belakang mereka terlebih Riska sang kakak, Ronan terlihat santai saja.

"Memangnya apa yang aku lakukan? Aku tidak melakukan kesalahan apapun."

"Aku melihatnya, Kak! Kakak sama sekretaris Kakak itu, si Bella! Kakak selingkuh di belakang Kak Riska!" tuding Rifky, merasa tidak sanggup untuk membuang waktu lagi untuk membongkar kebusukan kakak iparnya.

"Kalau iya, kau mau apa? Aku hanya ingin membuat kakak kamu yang tidak patuh itu jadi sedikit patuh padaku!"

"Dengan cara selingkuh? Kesalahan apa yang kakakku buat hingga kau melakukan ini pada Kak Riska?"

"Masuk, dan tanyakan sendiri hal itu padanya! Jangan padaku, aku tidak punya waktu!"

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Mariska Stevy Rizmawan
iya heran juga aku
goodnovel comment avatar
Elpit
Ronan keterlaluan, hanya karena anak perempuan nggak mau mengakui ...
goodnovel comment avatar
Mariska Stevy Rizmawan
hih aja kalau mau
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status