Share

ISYARAT DARI ALMARHUM ADIK?

"Kak, oke, oke. Sekarang, Kakak tarik napas dulu, tenangkan pikiran Kakak. Kakak sekarang lagi banyak mikir, pasti juga Kakak sedang berhalusinasi, meskipun aku tidak percaya dengan apa yang Kakak katakan, tapi aku tahu, Kak Rizky tetap ada bersama kita, kalaupun dia ada, mungkin dia ingin menyampaikan sesuatu bahwa, dia keberatan Kakak hidup seperti sekarang...."

"Hidup seperti sekarang? Apa maksud kamu?"

"Kakak terlalu memaksakan diri, Kakak yang sekarang beda sama yang dulu, yang sekarang, terlalu banyak berpura-pura...."

"Berpura-pura apa? Kamu pikir aku tadi akting liat almarhum?"

"Kecuali itu!"

"Udahlah. Aku lagi badmood, kamu boleh kerja sekarang, aku akan bersihin rumah."

Secara halus, Riska mengusir adiknya, karena apa yang dibahas Rifky lagi-lagi tentang apa yang ia rasakan pada sang suami.

Pura-pura kuat. Entahlah, seharusnya ia suka, ada adik yang peka mengetahui apa yang ia rasakan, tapi kenyataannya, Riska justru tidak nyaman.

Riska hanya ingin Ronan bisa diterima baik oleh adiknya itu, tapi kenyataannya Ronan belakangan ini justru tidak menunjukkan perilaku yang bisa disukai.

Alhasil, Rifky terpaksa pamit dari hadapan sang kakak. Meskipun sebenarnya, ia masih khawatir meninggalkan kakaknya sekarang, namun, tidak bisa ditampik, pekerjaannya di kantor banyak dan ia harus segera kembali.

Sekarang, Riska kembali hanya bersama anak-anaknya. Perempuan itu menyapu pandangannya ke seantero ruangan, berharap bisa melihat sosok almarhum adiknya lagi, tapi sia-sia.

Almarhum adiknya tidak lagi terlihat di matanya. Di manapun ia melihat, tidak ada lagi sosok adiknya yang tadinya nampak mengenakan pakaian serba putih, warna yang disukai oleh adik nomor duanya tersebut.

Wanita itu meraih ponsel yang ia letakkan di atas nakas.

Mengetik pesan di salah satu nomor yang ia yakin mampu membuat ia punya teman untuk bercerita.

Mitha, wanita itu dahulu pacar almarhum adiknya. Meskipun sekarang perempuan itu sudah menikah dengan pria pilihannya, hubungan Mitha dengan keluarga Rizmawan tetap terhubung dengan baik.

Tidak ada yang berubah dari tali silaturahmi di antara mereka, saat atau sesudah Mitha tidak lagi masuk di keluarga besar mereka.

[Aku melihat almarhum, Mith. Baru kali ini aku mengalaminya dan itu nyata, sekarang aku baru sadar, apa yang kamu ceritakan itu benar-benar nyata, almarhum datang dan aku enggak bohong!]

Riska mengirim pesan seperti itu pada Mitha.

Setelah melakukannya, Riska melangkah menuju kamar di mana anak-anaknya berada.

Sekedar memastikan, bahwa anak-anaknya baik-baik saja karena sekarang ini, anak-anaknya sedang sakit hingga si sulung yang sudah masuk TK, terpaksa tidak bersekolah dahulu.

Riska melihat Reva sedang berbaring sementara Rara si bungsu asyik dengan boneka beruang yang ada di hadapannya.

Ia menghampiri tepi pembaringan Reva, membetulkan selimut yang menutupi tubuh anaknya, dan memegang kening sang anak, masih terasa hangat meskipun tidak separah tadi malam.

Sepertinya obat pereda demam yang ia minumkan tadi lumayan berfungsi dengan baik, yang penting sekarang sang anak istirahat dahulu agar nanti setelah terbangun tubuhnya sudah benar-benar sehat.

[Aku percaya, Kak. Karena, aku kerap mengalami kejadian itu, tapi buat sebagian orang memang itu seperti mustahil, kita enggak bisa memaksa orang untuk percaya, kita yakini aja, ambil sisi positifnya]

Pesan Mitha masuk, dan Riska langsung memeriksanya dengan perasaan bercampur aduk.

[Iya, aku cerita sama Rifky, tapi dia kayaknya enggak percaya, aku kesel, tapi kamu bener, kita enggak bisa memaksa orang untuk percaya, kita yakini aja, karena kita yang mengalaminya....]

[Kakak lihat ekspresi wajah almarhum, tenang atau seperti mengkhawatirkan sesuatu?]

Pesan Riska kembali dibalas Mitha, meskipun Riska yakin pagi-pagi seperti ini perempuan itu pasti juga sibuk seperti dirinya karena Mitha juga sudah memiliki anak satu, hasil pernikahannya dengan Roger.

[Apa ada hubungannya?]

[Ada Kak, buat aku pribadi, tapi kembali kepada Kakak, mau percaya atau enggak!]

[Katakan]

Perasaan Riska semakin tidak karuan sekarang. Berharap, apa yang akan ditulis Mitha dalam pesannya itu tidak berarti buruk saat ia mencocokkan hal itu atas apa yang ia alami tadi.

[Kalau wajahnya tenang, artinya ia ikut bahagia dengan apa yang kita jalani sekarang, tapi kalau terlihat sedih, ada sesuatu yang ingin ia sampaikan tentang ketidaksetujuan dia dengan apa yang sudah kita jalani]

Riska terdiam ketika membaca pesan Mitha.

Pikirannya langsung tertuju pada raut wajah almarhum adiknya tadi. Meskipun mereka berada di jarak yang tidak begitu dekat, tapi, Riska bisa melihat raut almarhum adiknya itu dengan sangat jelas.

"Raut almarhum Rizky sedih, apakah itu artinya, dia enggak suka melihat aku menikah dengan Ronan?"

Bibir pucat Riska bicara demikian, hingga akhirnya ia mengetik pesan balasan lagi pada Mitha.

[Mungkin itu cuma berlaku untuk kamu, Mith, karena kamukan wanita yang dia cinta, bukan berlaku untuk aku, aku yakin, apa yang aku putuskan, dia pasti setuju....]

Lagi-lagi, Riska seolah membohongi hati nuraninya sendiri sekarang. Padahal, apa yang ia baca dari pesan Mitha, cukup membuat ia berpikir bahwa yang ditulis Mitha itu memang benar, tapi hatinya tetap mengingkari.

[Semoga, ya, Kak. Kakak kalau mau cerita, cerita aja, jangan dipendam sendiri, insya Allah, dengan cerita, kita bisa membuat hati kita yang sesak jadi lega]

[Amiiiin, iya, makasih ya, kamu percaya kalau aku melihat almarhum aja, aku udah makasih banget!]

Riska menulis pesan demikian sebelum akhirnya ia mengakhiri percakapan itu dengan Mitha. Tidak enak pikirnya, karena Mitha di sana pasti juga sangat repot dengan tugas yang biasa digeluti bagi wanita yang sudah berumah tangga.

Riska duduk di tepi tempat tidur di mana putri sulungnya, Reva berbaring di sana.

Sekarang, pikirannya jadi bertambah, antara bertarung dengan hatinya sendiri yang setuju dengan apa yang dikatakan Mitha tadi tentang firasat wajah yang ditampilkan almarhum, dan keyakinannya sendiri bahwa, almarhum adiknya itu bukan berarti tidak setuju dengan pernikahannya dengan Ronan.

Bukankah sekarang ia dan Ronan sudah memiliki dua anak? Kenapa baru sekarang sang adik menampakkan diri ke hadapannya jika memang ia tidak merestui pernikahannya dengan sang suami?

"Jangan mengingkari kata hati, Kak. Karena hati, tidak pernah berbohong...."

Riska tergagap ketika larut dari lamunan, suara itu kembali terdengar. Wanita itu mengedarkan pandangannya dan di sudut kamar, ia kembali melihat almarhum adiknya berdiri di sana.

Masih memakai pakaian serba putih seperti tadi, tapi kali ini sosoknya tidak terlalu jelas.

Riska bangkit dan beranjak ingin mendekati. Namun ketika jaraknya sudah sedikit dekat dengan sang adik, tiba-tiba saja pintu kamar dibuka dari luar dan muncul sosok Ibu mertuanya dengan wajah yang sedikit tidak senang terpancar di wajahnya.

"Rumahmu, Riska! Berantakan sekali! Apa saja yang kamu kerjakan di rumah, jam segini rumah masih berantakan!?"

Suara ibu mertuanya menggema di kamar itu membuat Reva, anak sulung Riska membuka mata setelah tadi bocah perempuan itu sudah ingin terlelap.

Rara yang tadi sibuk bermain boneka segera berlari ke arah sang nenek, tapi ibu mertuanya acuh meskipun sang cucu terlihat sangat rindu padanya.

Wanita itu justru menghindar ketika dua tangan kecil itu ingin memeluk kakinya, persis seperti apa yang dilakukan oleh Ronan tadi pada si anak bungsu Riska.

"Ma, maaf, anak-anak sedang sakit, jadi aku sedikit sulit untuk cepat beberes, maaf, ya, Mama pagi-pagi kesini ada apa? Ada yang bisa aku bantu?"

Meskipun sedikit sesak dengan perkataan sang ibu mertua, Riska berusaha untuk memaklumi, wajar ibu mertuanya merasa tidak nyaman melihat rumahnya yang sangat berantakan, dan itu memang salahnya, Riska mengakui hal itu hingga ia tidak mempermasalahkan ucapan pedas sang ibu mertua tadi.

Riska melirik ke arah sudut kamar, di mana sosok almarhum adiknya ada di sana, tapi sekarang sosok itu tidak ada lagi. Pergikah?

"Mama ke sini mau ngasih tau, ibu-ibu arisan Mama bilang, ada seseorang yang bisa bikin rahim kamu subur, jadi meskipun anak kamu masih kecil, kamu bisa hamil lagi, agar kamu dan Ronan punya anak laki-laki, bukan perempuan seperti Rara dan Reva ini!"

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Mariska Stevy Rizmawan
iya, serba salah pokoknya waktu itu aku...
goodnovel comment avatar
Elpit
Ya Allah sesak ya kalau dipaksa untuk segera punya anak lagi kayak gitu, apalagi kak Riska kan bukan tanpa alasan ya memutuskan untuk kosong dulu ... nggak ngerti sama mertua-mertua yang modelan begitu...
goodnovel comment avatar
Mariska Stevy Rizmawan
ish itu bukan untuk pria ya kecambah wkwk
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status