Akhirnya, Pram dan Shelin resmi bercerai. Meskipun tidak mengerti mengapa Pram bersikeras untuk menceraikan dirinya, selain label pembawa sial yang diucapkannya itu saja, Shelin sebenarnya sudah berusaha untuk mempertahankan pernikahannya.
Akan tetapi, Pram tetap pada pendiriannya untuk bercerai, dan itu tidak bisa dicegah lagi oleh Shelin meskipun atas dasar kasihan dengan anak.Pram tidak memberikan apa-apa pada Shelin dan Sheila pasca bercerai.Pria itu bahkan tidak peduli dengan tunggakan kontrakan yang sebenarnya harus dibayar olehnya beberapa bulan ini.Pram hilang seperti ditelan bumi meninggalkan perasaan sesak bagi Shelin yang tidak tahu harus mengadukan nasib ke mana, karena ia memang tidak punya orang tua lagi.Shelin juga tidak punya keluarga semenjak orang tuanya meninggal. Keluarga dari pihak ayah atau ibunya sudah lama pergi merantau dan tidak pernah peduli dengan keadaan keluarga mereka yang masih menetap di Samarinda.Hidup Shelin seperti berbanding terbalik saat awal pertama kali bertemu dan mengenal Pram. Mau tidak mau, Shelin harus bisa menjalani ujian itu karena ada Sheila yang semakin lama semakin butuh biaya."Shelin! Kamu sudah pulang? Aduh, besok aku tidak mau jaga anak kamu lagi, ya? Dia nakal! Berantem terus sama anakku, pusing aku jadinya!!"Ketika Shelin pulang dari mencari pekerjaan di luar rumah, dan Sheila dititipkan pada tetangganya, sang tetangga bicara demikian sambil menyeret Sheila keluar dari dalam rumahnya.Sekujur tubuh bocah berusia 3 tahun itu basah semua. Entah, apa yang dilakukan Sheila hingga penampilannya sangat berantakan dan membuat bocah perempuan imut itu justru terlihat sangat tidak terurus.Padahal, sebelum berangkat mencari pekerjaan, Shelin sudah memandikan anaknya serta memakaikan pakaian yang rapi, agar sang anak enak dipandang, tapi ia tidak paham mengapa justru sekarang penampilan Sheila seperti mirip gelandangan.Sheila langsung memeluk kaki ibunya ketika tangannya dilepaskan oleh sang tetangga yang sudah menjaganya seharian ini."Maaf, Mbak. Sheila nakal, ya? Maaf, ya. Aku janji akan menasihati dia agar dia lebih patuh pada siapapun yang menasihati dirinya.""Tidak ada lain kali! Aduuuuh, Shelin! Mana bisa sih, kamu dapat kerjaan udah punya anak gitu, kebanyakan ya, sekarang itu yang dicari gadis, kamu juga sih, kenapa waktu suami kamu minta cerai, kamu enggak memohon gitu, demi anak kamu, jangan dicerai, kalau kamu punya penghasilan sendiri, kan, enggak masalah, kalo kayak sekarang? Gimana coba? Siapa yang mau jaga anak kamu? Aku benar-benar enggak bisa, Shelin!"Si tetangga masih memuntahkan kekesalannya pada Shelin. Shelin hanya menanggapi perkataan pedas si tetangga dengan minta maaf.Perempuan itu menggamit lengan mungil Sheila yang masih menyembunyikan dirinya sambil memeluk kaki sang ibu seolah tidak mau melihat si tetangga yang sudah menjaganya seharian ini.Si tetangga masih mengoceh panjang pendek meskipun Shelin sudah berlalu dari hadapannya untuk membawa sang anak pulang.Shelin menulikan pendengarannya. Tidak mau jadi pusat perhatian di sekitar tempat mereka tinggal dengan keributan yang diciptakan tetangganya saat menjaga Sheila.Sampai akhirnya, tiba di kamar kontrakan mereka, Shelin berjongkok di hadapan sang anak mencoba bertanya apa yang sebenarnya terjadi hingga sang anak dikatakan nakal dan sulit diatur oleh tetangganya."Sheila, Mama percaya kamu bukan anak yang sulit dinasihati, tadi pagi Mama sudah bilang jangan nakal, tidak boleh melawan orang tua termasuk Tante Ratna. Selama Mama cari kerja, Sheila harus jadi anak yang baik, pada siapapun, dong...."Dengan suara perlahan, antara sesak dan juga lelah, Shelin menasihati sang anak sambil melepas pakaian anaknya yang basah."Tante Latna, tuyuh atu tuti pilin!"Dengan suara serak, Sheila mengatakan pada ibunya dengan bahasanya yang masih belum mengucapkan kalimat sempurna, yang artinya 'Tante Ratna, suruh aku cuci piring', dan itu membuat Shelin terkejut."Maksudnya, Sheila disuruh Tante Ratna cuci piring?" ulang Shelin dan Sheila mengangguk."Kenapa diminta Tante Ratna cuci piring? Memangnya, Sheila mengotori piring-piring Tante Ratna?" tanya Shelin pada sang anak.Sheila menggeleng berkali-kali."Atu lapal, talo mau matan, halus tuti piling...."Sheila menjawab pertanyaan ibunya dan mengatakan bahwa, dirinya lapar, kalau mau makan, harus cuci piring!"Terus, Sheila makan abis cuci piring?"Sheila menggeleng mendengar pertanyaan ibunya."Lho, kenapa?""Atu petahin piling tama delas ...."Bocah itu bicara dengan wajah polosnya bahwa ia memecahkan piring dengan gelas hingga ia tidak jadi makan.Ya, Allah, Ratna, tega banget kamu, padahal aku kasih kamu uang buat beli ikan biar nanti Sheila sekalian ikut makan siang, tapi kenapa kamu memperlakukan anakku seperti ini, Sheila bukan anak bandel, meskipun umurnya baru 3 tahun, tapi dia patuh mendengar nasihat orang tua....Hati Shelin bicara demikian sambil menarik tubuh kecil itu ke dalam pelukannya.Tidak ada kata yang diucapkan oleh Shelin, khawatir kalau ternyata Sheila jadi menganggap tetangganya orang yang jahat.Shelin tidak mau menanamkan prasangka buruk pada anaknya selain meminta anaknya untuk menjaga jarak, lagipula untuk menyalahkan Ratna sang tetangga juga ia tidak bisa, sebab ia sudah merepotkan tetangganya itu untuk menjaga Sheila meskipun sebenarnya, ia juga memberikan upah sedikit pada tetangganya tersebut."Sheila lapar?" tanya Shelin setelah memeluk sang anak sambil menyembunyikan matanya yang berkaca-kaca, karena tidak tega anaknya diperlakukan seperti itu oleh sang tetangga."Iya, lapal...."Sheila menyahut dengan wajah polosnya lagi, mengatakan pada ibunya, bahwa ia memang lapar.Shelin memutar otak. Sekarang, ia tidak punya uang lagi untuk membeli sesuatu yang bisa dimakan.Nasi ada, dan masih cukup untuk dimakan, tapi teman nasi apa? Tidak mungkin Shelin membuat sambel untuk teman makan nasi sang anak."Sheila mandi dulu ya, biar tidak masuk angin, ganti baju yang kering, Mama cari uang dulu buat beliin telur untuk Sheila makan, mau?""Mau, telimatacih, Mama...."Shelin menganggukkan kepalanya saat sang anak mengucapkan kata terimakasih padanya. Ia membimbing anaknya itu untuk ke kamar mandi dan memandikan sang anak dengan cekatan meskipun sekarang sekujur tubuhnya sangat lelah.Seharian mencari pekerjaan, tidak ada satu lowongan pun yang didapatkan oleh Shelin, rasanya sangat lelah, namun ia sadar, tidak mungkin Sheila tidak ia urus.Sheila hanya punya dirinya semenjak ia bercerai dengan Pram. Jika bukan dirinya yang peduli, siapa lagi?Beruntung, Shelin menemukan uang receh di kamar kecilnya saat ia berusaha mencari sisa uang yang mungkin saja ada di luar dompetnya yang kosong.Pram sudah lama tidak memberikan ia uang sebelum bercerai, itu sebabnya Shelin benar-benar tidak memiliki uang sama sekali sisa uang belanja yang pernah diberikan oleh sang mantan suami.Dengan telur satu butir yang ia beli di warung tetangga, Shelin akhirnya mampu membuatkan makanan untuk sang anak.Meskipun perutnya sendiri lapar, tapi ia senang melihat Sheila yang makan dengan lahapnya dengan lauk telur ceplok yang dibuatkannya untuk sang anak.Saat sibuk mengawasi sang anak yang sedang makan di hadapannya, ponsel Shelin berdering.Dari mantan mertuanya!Perlahan, Shelin menerima panggilan sang mantan mertua, meskipun ia yakin itu hanya akan membuat hatinya semakin sesak karena pasti sang mantan mertua seperti yang sudah-sudah, mengatakan ucapan yang sekiranya tidak membuat dirinya jadi terhibur apalagi senang....{Shelin, kamu memang pembawa sial Pram! Selama masih menjadi suami kamu, Pram justru bangkrut dan tidak pernah dapat pekerjaan yang tetap meskipun ia mencari pekerjaan dengan penuh perjuangan, setelah bercerai sama kamu, Pram diterima bekerja di sebuah perusahaan batubara! Sebentar lagi, dia akan keluar daerah untuk dikirim ke lokasi, gajinya besar, dan aku yakin kehidupannya bisa pulih lagi setelah bercerai sama kamu!}Perasaan Shelin jadi tidak karuan ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Pram. Beberapa kali mantan suaminya itu bicara demikian tentang dirinya yang bukan pembawa sial, Pram selalu mengatakan, bahwa yang membawa sial itu dirinya sendiri."Masalah siapa yang sial, aku tidak mau tahu, karena bagiku, semua yang terjadi itu ada hikmahnya, kejadian buruk sekalipun, rasa trauma karena sudah membuat kehidupan orang lain jadi terpuruk membuat aku berpikir banyak tentang itu, dan yang mempermasalahkan ibu kamu....""Kita bahas ini di depan ibuku? Kamu mau?""Untuk apa?""Aku hanya ingin ibuku tahu aku yang ingin rujuk dengan kamu, bukan kamu, biar beliau tidak menyalahkan kamu."Shelin menghela napas. Ditatapnya Pram saat pria itu bicara demikian, hingga akhirnya perempuan itu setuju dengan apa yang diusulkan Pram, dan mereka melanjutkan perjalanan pulang khawatir Sheila mencari mereka karena sudah pergi terlalu lama.***"Julie?" Sumi terkejut ketika saat ia membuka pintu rumahnya, Julie
Sang ustadz menghela napas panjang mendengar isi pertanyaan Pram. Ia menatap Pram, Shelin dan Galih bergantian."Orang yang memberikan perintah pada seorang dukun untuk melakukan kejahatan, akan menerima balasannya sendiri, Nak. Jadi, lambat laun, Allah akan memberikan balasannya, kau tidak perlu repot untuk membalas.""Tidak perlu diperkarakan?" "Kamu memperkarakan dengan kondisi dia yang seperti itu, hukumannya juga tertunda, kepolisian akan membuat dia sembuh dulu baru proses dijalankan, biasanya hal-hal seperti itu tidak akan bisa sembuh kecuali ada mukjizat dari Allah dan orang itu sendiri bertobat, jika tidak entahlah....""Begitu, ya. Baiklah, terima kasih, Ustadz, kalau begitu kami pamit dulu, terima kasih sekali lagi." Pram, Shelin dan juga Galih akhirnya pamit dari hadapan ustadz tersebut. Mereka berpikir mungkin akan lebih baik ke rumah sakit untuk mengetahui bagaimana keadaan Ratna sebelum kembali ke kost Shelin. Shelin menghubungi Sumi untuk memastikan apakah sang ana
Galih, Pram dan juga Shelin manggut-manggut mendengar penjelasan pria tersebut. Lalu, mereka mempersilahkan orang itu untuk memanggil seorang ustadz terdekat agar bisa memeriksa keadaan pemilik rumah yang dibayar Ratna untuk praktik ilmu tak lazimnya. Beberapa saat kemudian, orang itu sudah kembali bersama ustadz yang dimaksud dan mereka langsung masuk ke rumah dukun yang dibayar Ratna untuk memeriksa apa yang terjadi, akan tetapi, ketika mereka baru saja sampai di ambang pintu, dukun itu berteriak agar mereka tidak masuk.Ustadz itu meminta yang lain untuk tetap di luar, karena pria pemilik rumah itu menatap tajam ke arahnya dengan mata yang merah entah karena apa."Pergilah kamu dari raga orang itu, jangan mengganggu manusia, kau punya dunia sendiri, jangan mengacaukan kehidupan manusia!"Ustadz itu bicara dan Pram, Galih, Shelin serta laki-laki yang memanggil ustadz itu memperhatikan dengan raut wajah yang demikian tegang. "Aku tidak akan pergi! Dia harus bertanggung jawab atas k
Pendapat Galih akhirnya diterima oleh Pram. Shelin meminta maaf pada Sumi karena sudah merepotkan wanita itu untuk membuatnya menjaga Sheila, namun Sumi meyakinkan pada Shelin bahwa ia tidak keberatan sama sekali untuk menjaga anak temannya tersebut. Alhasil, mereka segera berangkat ke tempat di mana Pram mendapatkan informasi tentang dukun yang dimaksud. Mereka berharap, informasi itu benar, karena mereka ingin masalah bisa selesai secepatnya.Setelah menempuh perjalanan yang lumayan melelahkan lantaran terjebak macet, akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang dikatakan rumah di mana Ratna sering terlihat datang di waktu waktu yang tidak biasa. Saat mereka mengetuk pintu rumah tersebut, cukup lama mereka menunggu pintu itu dibuka, sampai akhirnya, seseorang membukakan pintu dan terlihat heran melihat beberapa orang berdiri di depannya seperti itu. "Ada perlu apa kalian ke sini?" tanyanya dengan wajah kurang bersahabat."Ada perlu untuk mengetahui apa yang dilakukan seseorang yan
Sang ibu terenyuh mendengar apa yang diucapkan oleh sang anak angkat, ia tidak bisa berkata-kata, meskipun ada kekhawatiran yang ia simpan di dasar hati jika nanti Prima justru kembali pada keluarga aslinya, namun wanita itu tidak bisa melarang apa yang diinginkan oleh sang anak. Karena baginya, kebahagiaan Prima yang terpenting."Jaga anakku dengan baik, Julie, apapun kesalahan yang pernah kau lakukan, aku harap kau tidak melakukannya kembali terlebih pada putraku, kalau kau menyakitinya, aku orang pertama yang sangat ingin memberikan kamu pelajaran, ingat itu."Begitu pesan ibunya Prima pada Julie sebelum akhirnya perempuan itu keluar dari ruangan untuk mengurus administrasi perawatan Prima.***"Selamat ya, aku ikut senang ternyata kalian itu berjodoh, jangan ditunda untuk menikah, kalian cocok!" Shelin bicara demikian ketika mengetahui Galih dan Sumi akhirnya resmi berpacaran dan sebentar lagi akan menikah setelah meyakini kasus Pram dan juga Shelin yang terbelit masalah berkaita
Karena terkejut dengan apa yang menimpa Prima, Julie berteriak minta tolong. Ibunya Prima yang kebetulan ada di rumah segera ke ruang tamu. Tanpa berpikir panjang, ia berteriak memanggil tukang kebun agar bisa membantunya untuk membawa Prima ke rumah sakit. Julie menawarkan bantuan untuk memakai mobilnya saja. Ibunya Prima mengiyakan, dibantu tukang kebun, mereka segera membawa Prima ke mobil milik Julie dan setelah memasukkan tubuh Prima ke mobil, Julie dan wanita itu segera masuk pula ke dalam mobil. Sesampainya di rumah sakit terdekat, mereka meminta bantuan para petugas medis untuk membawa Prima ke IGD.Wajah ibunya Prima tidak tenang meskipun anak angkatnya itu sudah ditangani oleh dokter yang bertugas. "Apa yang kau lakukan pada anakku?" tanya wanita itu pada Julie. Mereka sedang menunggu dokter yang memeriksa Prima, hingga perempuan itu memutuskan untuk mengintrogasi Julie. "Aku minta maaf, Tante. Aku tidak bermaksud membuat Prima seperti itu, aku hanya ingin meluruskan se