Share

Bab 3 (PeDeKaTe)

Setelah salat subuh di Villa miliknya, Kinan bergegas menjemput Bella.

Kinan tidak ingin gadis impiannya berangkat sendiri menuju Cafe, sebisa mungkin Kinan akan mengantarkan ke manapun gadis itu pergi.

Itukah yang pantas disebut 'bukti cinta?'

Tidak ada yang bisa mendeskripsikan dengan benar, apa arti cinta yang sesungguhnya.

Kinan memakai kemeja flanel berwarna navy, celana krem dan kets putih. Ia menata rambutnya dengan pomade, untuk hasil yang maksimal.

Setelah memastikan penampilannya oke, Kinan mengendarai motor matic keluaran terbaru berwarna hitam, yang sengaja dibelinya kemarin sore. Hanya karena rumah Bella tidak ada lahan parkir untuk mobil, Kinan rela merogoh kocek untuk membeli motor matic.

Dengan memakai plat nomer sementara, Kinan membelah jalanan yang tampak asri di pagi hari. Tetesan embun terasa menyejukkan jiwa.

Kinan melewati jalanan sembari bersenandung kecil, tak lupa selalu memasang senyum ramah kepada petani yang dilewatinya di sepanjang jalan.

Setelah beberapa menit, Kinan sampai di depan rumah Bella.

Ia mencoba menghubungi Bella lewat ponsel, ternyata ponsel Bella tidak aktif.

Dengan tekad kuat, Kinan memberanikan diri membuka pagar rumah Bella, memasukkan motornya ke dalam dan mengetuk pelan pintu rumah Bella.

Baru 3 kali ketukan, seorang wanita yang tampak lebih muda dari Ibunya membuka pintu, wanita itu mengernyit melihat kedatangan tamu yang tidak dikenal.

"Permisi Tante, saya Kinan, temennya Bella. Bellanya ada?" tanya Kinan seraya menundukkan kepala dan tersenyum sopan.

Sari menatap Kinan dari ujung kepala hingga ke kaki, ia hanya mengangguk. Menyuruh Kinan duduk di kursi depan.

"Kamu tunggu dulu, ya. Saya panggilkan Bella," ujar Sari.

Setelah menunggu beberapa menit, Bella muncul dengan rambut dan wajah khas bangun tidur. Bella mengucek matanya, melihat siapa yang bertamu pagi-pagi begini.

Kinan tersenyum menatap Bella.

Bella masih saja mengucek mata, setelah sadar bahwa di depannya adalah Kinan, Bella buru-buru masuk kembali ke dalam, bergegas mencuci muka dan menyikat gigi.

Kurang lebih 5 menit, Bella muncul kembali, kali ini ia terlihat lebih fresh, meskipun wajah bantal masih bersemayam di mukanya.

"Maaf, Mas. Ada apa, ya, pagi banget udah ke sini?" tanya Bella sembari duduk di samping Kinan.

"Loh, kamu lupa? 'Kan aku udah bilang aku mau jemput kamu, biar aku anter ke Cafe, motormu 'kan masih di sana," kata Kinan lembut.

"Oh, iya!" Bella menggaruk rambutnya pelan.

"Aku bawa motor, sesuai kataku kemarin, biar nggak ribet nanti cari parkir," tawa Kinan terdengar renyah.

"Ini motor kamu? Kok masih baru banget, jarang dipake, ya?" tanya Bella mengelus jok motor di depannya.

"Nggak, aku baru beli ini kemarin. Daripada sewa, 'kan sayang kalau bisa berguna tiap hari, jadinya aku beli aja deh," sahut Kinan enteng.

Bella membelalakkan matanya mendengar penuturan Kinan, bagaimana mungkin? Lelaki di depannya ini dengan enteng membeli sepeda motor baru seperti membeli permen. Bella menggelengkan kepala.

"Kamu gila?" kata Bella spontan.

"Eh, maaf, aku kelepasan," tambahnya.

"Nggak papa, kenapa emang?" tanya Kinan.

"Ya, nggak papa, sih. Ya udah aku mandi dulu, ya, Mas." Bella beranjak masuk ke dalam rumah.

Kinan menunggu di teras sambil memainkan ponsel.

Dua puluh menit kemudian, Bella sudah rapi dengan kaos polos hitam dipadu outer rajut berwarna peach. Rambutnya dikuncir ekor kuda, menambah kesan manis tampilannya kali ini.

"Udah siap?" tanya Kinan tak berkedip memandang Bella dari ujung kepala hingga kaki.

"Ayo, keburu terlambat!" ajak Bella merasa salah tingkah.

Setelah berpamitan, mereka berboncengan menuju ke Cafe. Sari memperhatikan hingga punggung keduanya tak tampak lagi.

Bella turun dari motor, Cafe masih tutup. Belum ada satu pun karyawan yang datang. Rupanya ia kepagian kali ini.

Kinan mengambil kunci dari tasnya, kemudian membuka pintu Cafe dengan cekatan. Bella yang memperhatikan hal itu menatap bingung ke arah Kinan.

"Sebenarnya kamu ini siapa, sih?" tanya Bella.

"Udah sabar, yang pasti aku bukan orang jahat. Yuk masuk!" Kinan menggandeng tangan Bella.

Setelah membuka tirai dan menyiapkan keperluan Cafe, Kinan masuk ke ruangan khusus yang Bella tahu itu ruangan milik Pak Dimas, Supervisornya.

Bella tak ambil pusing, ia bergegas membersihkan meja, menata barang-barang dan menghidupkan layar komputernya.

Satu per satu karyawan lain tampak berdatangan, mereka menatap curiga ke arah Bella karena tak seperti biasa dia datang sepagi ini.

"Eh, Mas Kinan itu siapa, sih?" Bella mendengar suara bisik-bisik di belakangnya. 

"Aku nggak tahu pastinya, sih. Cuma beberapa kali aku denger, kayaknya Big Bos," ujar Ratih sembari mengelap gelas-gelas.

Bella mendengarkan semua obrolan mereka, seakan-akan info tentang Kinan sangat berarti untuknya.

"Masak iya, Mas Kinan Big Bos di sini?" batin Bella.

Tangannya sibuk mengetik sesuatu di layar komputer, tapi pikirannya menerawang jauh.

Belum selesai berkutat dengan angan-angannya, Dimas datang dan bergegas menemui Bella, untuk menanyakan laporan seperti biasa.

"Kirim email, ya, Bel! Maaf dari kemarin aku sibuk, jadi nggak sempet kroscek, kamu kirim semua aja, ya. Biar kucek sendiri nanti," ujar Dimas sembari memainkan ponsel.

"Maaf, Pak. Saya mau nanya," kata Bella.

Dimas tak mengindahkan, tatapannya masih tertuju pada ponsel keluaran terbaru dengan logo apel tergigit.

"Ya, kenapa, Bel?" tanya Dimas.

"Mas Kinan itu sebenernya siapa?" tanya Bella hati-hati.

Dimas melirik Bella dengan senyuman penuh arti.

"Ya ampun, kamu dari kemarin ngobrol, kenalan itu sampai sekarang belum tahu dia statusnya apa di sini?" Dimas terkekeh, membuat Bella semakin bingung.

"Mas Kinan ditanya cuma senyam-senyum aja, Pak. Bikin penasaran," tegas Bella.

"Tetep aja kaku, dasar Mas Kinan!" celoteh Dimas tanpa memberi Bella jawaban.

"Ih, Pak Dimas kok sama aja! Siapa, sih, Mas Kinan?" ulang Bella, kali ini suaranya dinaikkan satu oktaf.

"Kinan itu Bos di sini, Bosku dan juga Bosmu," jawab Dimas tertawa lebar.

Mata Bella membulat. "Serius? Pantes!" 

"Pantes kenapa?" tanya Dimas memandang Bella curiga.

"Ya pantes aja punya kunci Cafe ini, terus hebohnya lagi, beli motor berasa beli sambel pecel, dengan gampangnya aja tinggal tunjuk, crazy rich emang beda, ya," kagum Bella.

"Kinan memang gitu, kemarin dia telfon, tanya gitu dealer motor yang masih buka di mana, padahal itu udah hampir Isya, loh. Aneh memang, apalagi saat aku tahu alasan dia beli motor, katanya rumah kamu nggak ada lahan buat parkir mobil," kata Dimas masih dengan tawa renyahnya.

"Amazing!" seru Bella.

"Lebih aneh lagi, ya, kamu. Udah jalan, ngobrol, diantar jemput, eh masih nggak tau dia siapa, oneng!" Dimas menggelengkan kepala bergegas meninggalkan Bella.

"Boleh juga, nih. Kapan lagi ditaksir Big Bos, apalagi tampan, meski agak lugu, sih. Gampang lah, asal tajir, Mama pasti suka," batin Bella dalam hati.

Setelah mengetahui status Kinan, Bella semakin gencar menebarkan sinyal ketertarikan kepada Kinan.

Sudah 3 hari ini Bella diantar jemput oleh Kinan, ditraktir makan, oleh-oleh, bahkan minggu depan Kinan janji akan mengajak Bella shopping ke Mall seperti wanita pada umumnya.

Tanggapan Sari? Tentu saja mendukung dengan semangat '45 saat mengetahui calon menantunya anak orang kaya.

Kesibukan Kinan akan membahagiakan Bella membuatnya lupa waktu, ia jarang menghubungi Ibu dan adiknya. Prioritasnya saat ini hanya Bella, rasa sayangnya untuk Bella semakin menjadi-jadi. Bahkan Kinan lupa jika esok waktunya ia pulang ke rumah, ibu dan adiknya sudah rindu padanya.

Meskipun belum ada ikatan resmi, Kinan bisa paham bahwa Bella juga mencintainya, mereka saling mencintai dan tidak perlu dibuktikan dengan sebuah status, itu prinsip Kinan.

Asal Kinan dan Bella mau berkomitmen, menjaga hubungan hingga ke jenjang pernikahan, status sebenarnya, bukti nyata tentang cinta.

Bella juga nampaknya tak keberatan, meskipun hubungan mereka tanpa status, Bella bisa memaklumi dan mengerti bahwa ia sedang menjalani komitmen bersama Kinan hingga lelaki itu melamarnya dan ia merasa siap menjadi seorang istri sekaligus ibu.

"Bel, besok pagi aku balik, ya. Kasihan Ibu sama Keyra pasti nunggu aku di rumah. Aku udah janji sama mereka buat pulang. Minggu depan aku ke sini lagi, deh. Sekalian pindah ke sini, biar bisa dekat sama kamu, cuma ya, paling nggak maksimal 2 minggu sekali, lah, aku menemui Ibu dan Keyra. Nggak papa, ya?" pamit Kinan saat mengantarkan Bella pulang ke rumah selepas bekerja.

"Nggak papa, Mas. Asal janji, ya, balik lagi?" rengek Bella.

"Janji, dong! Kamu nggak usah khawatir. Aku udah komitmen 'kan sama kamu, aku tau apa yang harus aku lakuin, Bel. Lagian, kamu nggak perlu takut. Cafe 'kan masih di sini, nggak pindah," kata Kinan sembari mengacak lembut rambut Bella.

"Ish, sebel!" rungut Bella dibuat-buat.

"Tapi suka, kan?" goda Kinan.

Mereka saling melempar senyum.

"Oh, ya. Hampir aja aku lupa ...," ujar Kinan.

"Kenapa?" Bella memicingkan mata.

"Sini, no rekening kamu, tulis di sini, ya!" Kinan merogoh ponselnya di saku, memberikan kepada Bella.

Bella mematung, kalimat Kinan barusan membuatnya bingung.

"Duh, lola! Buruan, ah," teriak Kinan mencubit gemas pipi Bella.

Bella bergegas mengutak-atik ponselnya lalu menyebutkan sederet angka. Kinan mencatat dan memainkan ponselnya.

"Udah, itu buat keperluan kamu selama aku pulang, jangan nakal-nakal di sini, ya! Kalau mau sesuatu, telfon, ya! Sering kabarin aku, awas aja kalo aku telfon lama angkatnya," kata Kinan terlihat posesif.

"Idih, kan aku kerja! Mana bisa angkat telfon sesukanya," rutuk Bella cemberut.

"Idih, kan Bosnya aku?" ucap Kinan.

"Oh, mulai songong, ya?" Bella merotasikan bola matanya.

"Nggak, dong, hehe, maaf. Yaudah aku pamit dulu, salam buat Mama Sari, ya. Assalamualaikum." Kinan memakai helmnya dan bergegas pulang.

Bella hanya tersenyum, ia penasaran dengan transferan Kinan. Buru-buru Bella mengecek saldo di rekeningnya. Matanya membulat sempurna, Kinan tak main-main.

"Lima juta rupiah!" pekik Bella girang saat melihat saldo di aplikasi M-Banking miliknya.

Kinan benar-benar crazy rich, Bella harus mempertahankannya. Selamanya!

"Mama ...," teriak Bella saat masuk ke dalam rumah.

"Apa, sih, teriak-teriak udah kayak hewan!" Sari melotot menatap tingkah laku anak gadisnya.

"Coba ini Mama lihat. Amazing, Ma!" Bella menunjukkan layar ponselnya ke arah Sari.

"Lima juta? Maksudnya?" tanya Sari.

"Mas Kinan 'kan pamit pulang ke rumah, menemui ibu dan adiknya. Dia baru balik minggu depan dan dengan entengnya dia transferin aku lima juta, Ma! Buat jajan katanya, kalo kurang atau butuh sesuatu suruh telfon. Ya ampun, Ma. Baik banget, ya?" wajah Bella terlihat senang.

"Bagus, dong! Pinter, deh. Lelaki kayak Kinan harus dijaga baik-baik. Kamu yang pinter ambil hatinya, belum apa-apa dia udah royal ke kamu, itu pertanda baik. Kalau terusan gini, sih, Mama berhenti aja terima catering, Mama minta aja ke Kinan, lagian dia 'kan pengusaha," seru Sari dengan bangga.

"Ih, Mama. Tapi jangan keterlaluan, ya!" Bella mengingatkan.

Bella masuk ke kamar dengan perasaan berbunga-bunga, ia bingung uang lima juta akan dibuat apa, haruskah ia membeli baju baru? sepatu? tas? atau make up? 

Bella menghitung perkiraan nominal yang akan dibelanjakan, namun tiba-tiba pikirannya tersadar, ia ingat bahwa minggu depan Kinan janji akan mengajaknya shopping. Jadi, untuk apa ia repot-repot membelanjakan uang lima jutanya?

Bella tersenyum dalam hati, "aku kabari Mas Kinan dulu, ah."

Kupu-kupu bertebaran kian-kemari memenuhi lubuk hati Bella.

Next nggak, nih?

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status