Share

Baru Mulai

Author: Ayri Aster
last update Last Updated: 2025-06-30 17:05:52

Nafas Revan terengah-engah hampir menyelesaikan permainan ranjangnya. Randa yang masih di bawah tubuhnya juga mengalami hal yang sama. Tubuh mereka bergerak semakin cepat mengikuti irama yang diciptakan oleh Revan.

Tak berapa lama mereka mengerang bersamaan. Tubuhnya saling bergetar menikmati puncak nafsu yang baru saja berhasil diraih. Mereka mengeratkan pelukan. Keringat yang menyatu membuat tubuh polos mereka terasa lengket satu sama lain. Tapi mereka tersenyum puas.

Revan menciumi Randa dengan lembut lalu menjatuhkan bobot tubuhnya di samping wanita itu. Mereka memejamkan mata dan mengatur nafas masing-masing.

Randa beringsut mendekati Revan. Kepalanya disandarkan di dada laki-laki itu dan jemari lentiknya menari-nari di atas dada bidang milik Revan. Hatinya sangat bahagia.

"Jadi kamu yakin Ayra juga selingkuh?" Randa mulai membuka obrolan sambil meraba-raba dagu Revan yang kasar karena bulu-bulu halus yang akan tumbuh disana. Dia menyukai itu.

"Kamu bilang dia gak menarik lagi. Jadi siapa laki-laki bodoh yang mau sama ibu-ibu anak dua seperti dia?" Randa terus berbicara karena Revan hanya diam saja tidak menanggapinya.

"Aku juga gak yakin. Lagipula Ayra bukan tipe wanita seperti itu. Dia terlalu mencintaiku." Revan akhirnya merespon sambil tetap memejamkan matanya. Tangannya membalas pelukan Randa.

Randa mengerucutkan bibirnya mendengar kata-kata Revan yang sebenarnya memuji Ayra sebagai wanita yang setia. Dia ingin Revan menjadi miliknya seutuhnya. Ayra sudah merebut Revan darinya. Wanita itu juga memisahkan dirinya dari kekasihnya itu.

"Lalu apa rencanamu selanjutnya? Kamu yakin Ayra akan mencari kamu?"

"Pasti. Sudah kubilang dia itu terlalu mencintaiku. Dia gak akan bisa aku tinggal lama, apalagi Arzha dan Zetha juga kubawa." Revan mengatakan itu dengan penuh percaya diri.

Tak berapa lama, terdengar ponsel Randa berdering. Randa segera mengambil ponselnya yang tergeletak di atas nakas dan melihat nama papanya disana. Randa langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir mengisyaratkan Revan untuk tidak berisik. Lalu menjawab panggilan papanya.

"Halo, Pa."

"Kamu dimana? Cepat pulang. Temani anakmu, Papa sama Mama mau ada urusan di luar." Terdengar suara ketus Pak Gunawan dari ponsel.

"Randa lagi reuni sama temen-temen lama, Pa. Iya, Pa. Randa pulang sekarang."

"Cepat!" Pak Gunawan langsung mengakhiri panggilan tanpa menunggu jawaban lagi. Rasa sayang kepada putri satu-satunya itu kini berkurang semenjak kasus penggerebekan kemarin.

Dia sudah menghabiskan banyak uang demi menutup dan membungkam orang-orang yang ikut dalam penggerebekan itu. Membayar untuk menghilangkan semua foto dan video yang berhasil diambil saat kejadian itu tanpa ada yang tersisa. Dia tidak mau nama keluarganya tercoreng hanya karena skandal memalukan putrinya tersebut.

Randa segera beranjak dan memungut satu persatu pakaiannya yang tergeletak di lantai. Dia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Sedangkan Revan masih diam menikmati posisinya di ranjang kamar hotel yang empuk.

Melihat Randa yang sudah selesai memakai pakaiannya dan bersiap pergi, Revan meminta uang untuk membeli rokok. Randa pun membuka dompetnya dan menyerahkan lima lembar uang pecahan seratus ribu padanya.

Mereka masih sempat berpelukan dan berciuman sesaat sebelum berpisah. Lalu Randa pun meninggalkan kamar hotel itu menyisakan Revan sendirian.

Revan tersenyum bangga memikirkan kehebatan dirinya yang berhasil membuat dua putri orang kaya di kota Lumia bertekuk lutut padanya. Dia tidak perlu capek bekerja tapi semua kebutuhan dan apa yang dia inginkan selalu bisa didapatkannya.

Revan masih belum mau beranjak dari posisinya. Dia ingin tidur sebentar sebelum kembali ke rumah ibunya. Tapi suara dering ponsel membuatnya membatalkan keinginannya untuk tidur. Dia meraih ponselnya dengan malas.

Melihat nama Ayra di layar, matanya langsung berbinar. Dia yakin Ayra pasti menghubunginya untuk minta maaf dan memohon dia kembali. Dengan senyum lebar dia menggeser tombol hijau pada layar dan menempelkan ponsel di telinganya.

"Hmm." Revan berpura-pura cuek.

"Kamu dimana? Nanti malam bawa anak-anak pulang. Kita makan malam bareng." Ayra mengutarakan tujuannya menghubungi Revan.

"Kamu udah sadar salahmu?" Revan masih mengungkit hal itu. Dia tidak mau terlihat luluh hanya karena ajakan makan malam Ayra.

Ayra memutar bola matanya malas dan menghembuskan napasnya. Tapi dia harus bisa menahan semua rasa kesalnya demi melanjutkan rencananya.

"Iya aku tau aku salah. Maaf untuk itu. Sudah ya, nanti malam kita makan malam bareng sama anak-anak." Ayra akhirnya terpaksa menjawab dengan menekan rasa kesalnya dalam-dalam. Tangannya mengepal kuat serasa ingin meninju Revan.

"Oke. Aku ajak anak-anak pulang." Revan langsung mematikan telepon dan tersenyum lebar menunjukkan kemenangannya.

Revan langsung bergegas mandi dan segera pulang. Hatinya sungguh berbunga-bunga hari ini. Setelah bersenang-senang dengan Randa, malam ini dia juga akan bersenang-senang dengan Ayra. Sepanjang perjalanan, senyum tak pernah hilang dari bibirnya.

Saat malam, Revan dan kedua anaknya pulang ke rumah sesuai permintaan Ayra. Ayra menyambut kedua anaknya dengan pelukan hangat. Dia sungguh bahagia berkumpul kembali dengan anak-anaknya.

Ayra mencium takzim tangan Revan seperti biasa. Lalu mengajak mereka untuk makan malam. Dia sudah memasak beberapa menu khusus malam ini. Dia melayani Revan dan kedua anaknya seolah tidak pernah terjadi apapun sebelumnya.

Mereka pun makan malam dengan hangat. Zetha tak henti berceloteh menceritakan kegiatan di sekolahnya hari ini. Arzha hanya menimpali cerita adiknya sesekali. Ayra sangat bahagia melihat keceriaan di wajah kedua anaknya.

Ayra melirik ke arah Revan. Suaminya itu hanya diam dan makan dengan tenang. Dia menyipitkan mata melihat tanda merah yang samar di bawah telinga Revan. Emosinya naik ingin meluap. Tapi lagi-lagi Ayra hanya bisa menahannya kuat-kuat.

'Ternyata belum kapok dia sama penggerebekan kemarin.'

Setelah makan malam, Ayra menemani kedua anaknya belajar dan mengobrol di kamar Arzha. Hatinya menghangat menikmati suasana ini dan tidak ingin berjauhan dengan mereka lagi.

Ayra berjanji akan segera menyelesaikan rencananya dan mengusir Revan pergi jauh-jauh dari hidupnya dan kedua anaknya. Laki-laki itu sangat tidak pantas menjadi sosok ayah dan suami.

Setelah lelah belajar dan bermain, Arzha dan Zetha pun langsung tertidur. Ayra memastikan mereka aman lalu pergi untuk masuk ke kamarnya sendiri.

Di sana, Ayra melihat Revan baru saja selesai bicara di telepon. Revan yang melihatnya juga langsung meletakkan ponselnya dan beralih menatap ke arahnya. Ayra seperti tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi bersyukur dia sudah menyiapkan alasan untuk itu.

Ayra tetap diam dan berjalan ke arah ranjang. Dia mengambil selimut lalu segera berbaring di sisi ranjang lainnya.

Benar seperti dugaannya, Revan mendekat dan mengelus tangannya. Ayra yang merasa jijik langsung menghentikan tangan Revan yang seperti ingin memeluknya.

"Maaf, Mas, tadi sore aku tiba-tiba haid."

Revan langsung mengecek dengan meraba. Benar saja, Ayra sedang memakai pembalutnya. Revan merasa kesal karena gagal lagi mendapat haknya.

Ayra sendiri meremas selimut menahan rasa jijik yang berlebihan pada Revan. Dia teringat tanda merah di bawah telinga Revan yang tak sengaja dia lihat tadi.

'Tunggu saja. Kita baru mulai, Mas.'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Babak Belur Pernikahanku   Ramai

    Abrar tersenyum tipis menatap layar tablet yang menampilkan berita skandal Revan dan Randa. Dia tidak pernah tertarik dengan berita receh seperti ini sebelumnya. Tetapi kali ini berbeda. Pikirannya teringat pada Ayra. Sudah beberapa hari ini dia tidak bisa melihat perempuan itu karena kesibukannya dengan urusan bisnis di luar kota. "Ayra. Apa dia baik-baik aja?" Abrar bertanya pada Willi, assistennya, yang sedang fokus menyetir di depannya. "Bu Ayra ada di kediaman orang tuanya. Dia tidak keluar sejak kemarin siang setelah datang ke sekolah anak-anaknya. Sepertinya ada masalah pak." Willi menjelaskan sambil sesekali melirik ke kaca spion tengah memperhatikan raut wajah bosnya."Masalah?""Kemarin Bu Ayra ingin bertemu dengan anak-anaknya. Tetapi ditolak oleh mereka sendiri. Alasannya tidak begitu jelas pak."Abrar mengangguk-angguk perlahan. Tatapannya tetap tertuju pada layar tablet di pangkuannya. "Kamu sudah selidiki berita ini darimana sumbernya?" Abrar bertanya lagi. "Sudah

  • Babak Belur Pernikahanku   Panas

    Ayra baru keluar kamar saat pagi harinya. Dia menuruni anak tangga dan menuju ke ruang makan. Disana sudah lengkap Pak Surya, Bu Yasmin dan Diego yang sedang menikmati sarapan dalam keheningan. Melihat Ayra muncul, Bu Yasmin langsung berdiri dan berjalan tergesa mendekati putrinya. "Ayra. Kamu sudah bangun? Ayo, sini duduk dulu." Bu Yasmin menuntun tangan Ayra. Dia merasakan respon Ayra yang begitu lemah. "Makan dulu ya. Dari kemarin kamu nggak makan, nggak keluar kamar. Bentar, mama ambilin." "Apa kubilang. Dia pasti keluar kalau laper." Diego melirik ke arah Ayra. Bu Yasmin mencubit lengan Diego. "Kamu ini. Udah, biarin mbakmu makan dulu." dia mengomel lalu menyendok nasi untuk Ayra. Ayra tetap diam tak bereaksi apapun. Raut wajahnya pucat dan lemah. Tatapannya kosong. Matanya juga sedikit bengkak, mungkin efek menangis semalaman. Melihat itu, Pak Surya sangat khawatir dengan keadaan putrinya. Tapi dia menahan diri untuk bertanya. Menunggu keadaan Ayra sedikit membai

  • Babak Belur Pernikahanku   Diam

    Arzha dan Zetha terus menangis dengan saling berpelukan. Terlihat raut wajah mereka yang ketakutan, bingung dan putus asa. Ayra melihat pemandangan itu dengan nanar. Tak punya cara lagi untuk membujuk mereka. Jangan tanya bagaimana keadaan hatinya saat ini. Remuk. Sampai akhirnya Mbak Fujia datang untuk menjemput mereka. Masuk dalam kerumunan dengan tergesa-gesa dan langsung mendekati Arzha dan Zetha. Dia memeluk kedua bocah itu menenangkan. Berfikir mereka menangis karena dirinya terlambat menjemput.Tangan Ayra mengepal kuat melihat itu. Harusnya dia yang melakukan itu. Harusnya dia yang meredakan tangis kedua anaknya. Tapi kali ini justru dialah penyebabnya. Air mata Ayra semakin deras tidak dapat berhenti. Mbak Fujia menoleh dan menyadari keberadaan Ayra yang tak jauh dari posisinya. Dia terkejut dan bingung dengan apa yang terjadi. Tapi melihat kondisi mereka bertiga, sepertinya ini sangat rumit. Lagipula sekarang dia sedang kesusahan menghentikan tangis Zetha. Akhirnya tidak

  • Babak Belur Pernikahanku   Koyak

    Selesai makan siang, Ayra dan Diego meminta bill untuk membayar. Seorang pelayan segera mendekat dan membungkuk hormat."Makanan bapak dan ibu sudah dibayar. Terima kasih atas kunjungannya." pelayan tersebut menjelaskan dengan sangat sopan. Ayra dan Diego saling berpandangan tak mengerti."Sudah dibayar? Tapi kami belum bayar." Ayra mengerutkan kening meminta penjelasan kepada pelayan tersebut. "Maaf bu, ini permintaan dari atasan kami. Kami hanya menjalankan perintah." pelayan tersebut lagi-lagi membungkukkan badan.Ayra menoleh ke Diego sekali lagi. Diego hanya membalas dengan mengangkat bahu karena tidak paham juga."Ya sudah, sampaikan terima kasih kami kepada atasan kalian." Diego langsung berdiri setelah mengucapkan itu. "Ayok." dia menatap Ayra dan mengisyaratkan untuk segera pergi.Mereka berdua berjalan ke arah tempat parkir. Tidak ada yang saling bicara karena sibuk dengan pikiran masing-masing. Terlalu banyak pertanyaan yang ingin dikeluarkan tapi bingung mulai darimana.

  • Babak Belur Pernikahanku   Gratis

    "Aku boleh minta video itu?" Ayra menatap Diego penuh harap. "Oke. Aku kirimkan ke kamu sekarang." Diego mengotak-atik ponselnya sebentar. "Sudah."Ayra tersenyum. "Makasih. Tapi aku masih belum beli hape baru.""Beli sekarang. Diego, antar mbakmu pergi beli hape yang dia mau. Ma, kasihkan kartu atm papa ke Ayra."Ayra memeluk papanya. Dia terharu mendapat perlakuan yang sudah lama tidak didapatkannya. "Makasih pa. Maaf, Ayra ngerepotin papa lagi.""Nggak ada yang repot. Kamu tetap putri papa. Mulai sekarang, kamu balik menjadi tanggung jawab papa. Ini sudah kewajiban papa karena suamimu itu nggak becus." Pak Surya membalas pelukan Ayra. Ada nada kesal dalam kalimatnya. Tidak terima putri yang dia besarkan dengan penuh kasih sayang, malah disia-siakan begitu saja."Pa, satu lagi. Boleh nggak aku jual rumah itu? Aku sudah nggak nyaman tinggal disitu. Setiap masuk ke kamarku sendiri, aku ingat mas Revan dan selingkuhannya pernah melakukan 'itu' disitu." Ayra menatap papanya mengutaraka

  • Babak Belur Pernikahanku   Jujur

    Ayra bangun lebih siang. Setelah subuh, dia tidur lagi. Dia tidak lagi punya kewajiban untuk memasak dan mengurus rumah seperti biasa. Ayra bebas bermalas-malasan.Semalam, setelah makan penuh kecanggungan bersama Abrar, dia lanjut berjalan-jalan lalu mengendarai mobilnya berkeliling tanpa tujuan hingga ke perbatasan kota. Hampir tengah malam Ayra baru pulang. Sesampainya di rumah, dia mandi dan langsung tidur di kamar Arzha.Hari ini dia sudah terlanjur janji pada kedua orang tuanya untuk datang. Jadi setelah minum teh, dia langsung bersiap. Tidak ada sarapan karena dirinya sungguh malas melakukan apapun. Baru saja menutup gerbang rumahnya dan akan memasuki mobil, Ayra melihat Mbak Fujia mendekat mengendarai motornya."Kamu mau pergi?" Mbak Fujia bertanya setelah mematikan motornya dan berjalan ke arah Ayra. "Iya mbak. Ada apa?""Mbak cuma mau ngasih ini." Mbak Fujia menyerahkan sebuah bungkusan plastik hitam. "Semalam mbak yang beresin itu dan Mas Fatih nyuruh mbak untuk kasih ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status