Share

Bukti

Author: Ayri Aster
last update Last Updated: 2025-07-07 16:39:27

Sudah sekitar tiga hari Ayra fokus bekerja di kantor barunya. Dan selama ini juga hubungannya dengan Revan semakin datar dan dingin. Tetapi Ayra tetap menjalankan tugasnya di rumah seperti biasa.

Revan juga tetap dengan kebiasaannya yang bermalas-malasan di rumah seharian. Dia bahkan tidak tau bahwa Ayra sudah berpindah tempat kerja. Tidak pernah ada obrolan serius diantara mereka setelah kembalinya Revan. Mereka layaknya orang asing yang hidup serumah.

Pagi ini seperti biasa, Ayra mengantar kedua anaknya ke sekolah sebelum berangkat bekerja. Dan saat sudah berada kantor, dia langsung larut dan fokus pada pekerjaannya.

Semua karyawan akhirnya tau bahwa dia putri pemilik perusahaan ini. Ayra tidak mengelak soal itu tapi merasa semua orang jadi menghormatinya bukan sebagai teman kerja, namun karena papanya. Tapi Ayra tidak peduli, tujuannya disana hanya untuk bekerja mencari uang sebanyak-banyaknya.

Ayra diminta menghandle pengerjaan kontrak kerja sama dengan perusahaan Bimantara. Padahal itu jelas bukan bidangnya. Tapi Ayra belajar dengan cepat, dia bisa membuat kontraknya sesuai dengan arahan yang diberikan oleh manager divisi hukum dan manager divisi pengadaan.

Sebenarnya ini adalah permintaan Pak Surya. Dia ingin kedua anaknya banyak belajar dan cepat berkembang. Bagaimanapun, kelak Ayra dan adiknya, Diego, yang akan meneruskan semua bisnisnya.

Siang ini Ayra sudah melakukan janji temu dengan perwakilan perusahaan Bimantara. Mereka akan membicarakan beberapa poin rencana kontrak kerjasama yang akan dilakukan.

Ayra sedang sibuk menyiapkan beberapa dokumen saat melihat notifikasi pesan masuk di ponselnya.

"Selamat pagi, Bu Ayra. Kita bertemu di Resto Bahari setengah jam lagi."

"Baik." Ayra langsung membalas pesan tersebut.

Resto Bahari berjarak tidak terlalu jauh dari kantor. Butuh waktu sekitar lima belas menit untuk kesana. Ayra masih punya waktu untuk memeriksa kembali dokumen-dokumen yang harus dibawa.

Sepuluh menit kemudian Ayra berangkat ke tempat perjanjian yang sudah ditentukan. Dia mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Masih ada banyak waktu, tapi dia tidak ingin terlambat. Apalagi pertemuan membahas kontrak kerjasama seperti ini adalah pengalaman pertama baginya.

Tibalah dia di Resto Bahari. Selesai memarkirkan mobil, dia pun berjalan masuk. Ayra mengatakan tujuannya pada pelayan di pintu masuk, lalu seorang pelayan mengantarkannya ke salah satu ruang VIP.

Begitu masuk, di ruangan itu Ayra hanya melihat Abrar yang duduk seorang diri. Dia sedikit terkejut. Tidak menyangka pertemuan bisnis ini dihandle langsung oleh Abrar. Tatapan mereka bertemu dalam beberapa detik.

Abrar yang sadar lebih dulu, langsung menunjuk kursi di sebelahnya mempersilahkan Ayra duduk. Ayra berjalan mendekat dan duduk dengan patuh. Tak sengaja sudut bibir Abrar terangkat.

"Kita mulai saja pembahasannya." Abrar memulai.

"Oh, iya baik." Ayra tersadar dan segera mengeluarkan beberapa dokumen yang dipersiapkannya. Lalu mereka pun larut dalam pembahasan yang serius.

Tiga puluh menit kemudian pintu dibuka dan dua orang pelayan masuk sambil mendorong troli makanan. Di atasnya terlihat berbagai macam hidangan laut yang menggugah selera. Ayra menelan air liur mencium aroma masakan yang menyeruak di ruangan.

"Aku sudah pesankan semua menu seafood favorit kamu." Abrar berkata sambil menatap mata Ayra yang berbinar.

"Kamu tau?" Ayra menoleh.

"Bukan. Aku ingat." Abrar menjawab dengan tegas.

Mata Ayra melebar mendengar itu. Mereka memang berteman sejak kecil meski umur Ayra lebih tua tiga tahun dari Abrar. Mereka sering bertemu karena orang tua mereka sering terlibat dalam urusan bisnis bersama. Dan setiap acara makan bersama, Ayra selalu memesan jenis-jenis makanan laut di menu.

Tapi itu sudah lebih dari lima belas tahun yang lalu. Dan Abrar masih ingat hal kecil ini? Apakah artinya, Abrar selalu memperhatikan dirinya sampai hal sedetail ini? Tidak, Ayra tidak ingin besar kepala.

Bahkan setelah menikah selama sepuluh tahun, Ayra tidak ingat lagi ataupun peduli dengan apapun kesukaannya. Dia hanya memprioritaskan suami dan anak-anaknya. Revan juga tidak pernah seperhatian ini padanya.

Mendapat perlakuan ini, Ayra jelas terharu. Dia mengucapkan terima kasih dengan tulus.

"Makanlah sepuasnya. Kita bisa pesan lagi kalau kurang. Anggap saja ini permintaan maaf untuk kecelakaan waktu itu." Abrar mengambilkan seekor udang asam manis berukuran besar dan menaruhnya di piring Ayra.

"Kamu berlebihan. Aku baik-baik aja."

"Sudah, jangan cerewet. Ayo kita makan."

"Terima kasih." Ayra begitu antusias melihat semua makanan lezat di hadapannya. Benar, ini semua adalah menu favoritnya. Dia bahkan sudah lupa kapan terakhir kali dia menikmati semua makanan ini.

Abrar tersenyum melihat kebahagiaan Ayra menyantap dengan lahap semua hidangan di atas meja. Sesederhana itu.

Setelah urusan rancangan kontrak selesai, Ayra juga sudah kenyang menghabiskan sebagian besar hidangan. Mereka pun keluar dari resto untuk kembali ke kantor masing-masing. Ayra berulang kali mengucapkan terima kasih.

Tak disangka ada yang memperhatikan dan memotret kebersamaan mereka. Wajah Ayra yang nampak bahagia dan Abrar yang selalu menatapnya, membuat keduanya terlihat sangat dekat. Orang tersebut tersenyum melihat hasil bidikan kamera layar ponselnya.

Sore hari, Ayra telah selesai dengan pekerjaannya. Dia membereskan meja kerja dan bersiap untuk pulang. Suasana hatinya sangat baik hari ini. Dia berencana membeli beberapa keperluan dapur dan stok makanan untuk Arzha dan Zetha terlebih dahulu.

Ayra masuk ke mobilnya dan bersiap menghidupkan mesin. Tapi tiba-tiba saja ada rasa tidak nyaman di hatinya. Entah perintah darimana, tangan Ayra tiba-tiba membuka aplikasi cctv di ponselnya.

Ayra melihat saat ini Revan sedang berdiri di depan pagar melihat ke arah jalan. Dia seperti sedang menunggu sesuatu. Ayra lanjut menyetel rekaman ke satu jam sebelumnya.

Deg

Di rekaman kamera yang ada di dalam kamarnya, Ayra melihat Revan sedang berdua dengan seseorang perempuan yang asing baginya. Mereka terlihat sangat menikmati kegiatan hubungan intim di kamarnya. Adegannya terlihat sangat jelas.

Ayra mencengkeram setir dengan kuat. Dia marah. Bukan karena sekali lagi melihat langsung suaminya berselingkuh, tapi melihat mereka berani melampiaskan nafsu setannya di rumahnya. Di kamar pribadinya. Bahkan disaat dirinya sedang sibuk bekerja. Kurang ajar.

Ayra memejamkan mata dan menghembuskan nafas dengan kuat. Dia mengatur gejolak emosinya yang akan meledak.

"Gak boleh nangis. Gak boleh nangis. Aku kuat. Aku kuat. Astaghfirullah." Ayra mengelus dadanya menguatkan dirinya sendiri.

Setelah lebih tenang, Ayra menyimpan rekaman tersebut di folder yang aman. Dia juga mengirimkan file tersebut ke Nesya untuk salinan dan jaga-jaga.

Ayra puas telah mendapatkan bukti kuat sesuai keinginannya. Selanjutnya, gugatan perceraian yang sudah dia siapkan akan langsung diserahkan ke pengadilan agama oleh Nesya selaku pengacaranya.

Sekarang Ayra akan pulang dan membereskan Revan. Dia sudah punya alasan untuk mengusir lelaki benalu tak tau diri itu dari rumahnya. Setelah ini, dia bisa menjalani hidup dengan tenang. Fokus membahagiakan kedua anaknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Babak Belur Pernikahanku   Hamil

    Hari ini rapat audit perusahaan Diandra akan dilaksanakan. Ayra telah tiba di kantor sebelum kedua orang tuanya. Sedangkan Diego masih harus mengurus beberapa hal terlebih dahulu di luar. Ayra menunggu waktu sambil membaca dan terus mengoreksi lagi laporan audit yang telah dia kerjakan. Dia sudah menghafalnya hingga berkali-kali. Beberapa masalah yang cukup penting, dia tandai dan akan dijadikan topik saat rapat nanti. Sebenarnya selisih dalam laporan keuangan yang sudah dia periksa tidak sampai ke jumlah yang sangat fantastis untuk ukuran perusahaan besar milik papanya ini. Tetapi tetap saja, semua pelaporan harus mempunyai bukti transaksi yang jelas karena setiap divisi akan saling berkaitan.Dan adanya selisih jumlah tersebut, artinya ada pencatatan yang sengaja atau tidak sengaja salah. Ayra akan membuka dan membahas semua temuannya nanti. Papanya telah mempercayakan ini padanya, tentu dia tidak ingin kerjanya mengecewakan.Satu jam kemudian, Pak Surya dan Bu Yasmin tiba di kant

  • Babak Belur Pernikahanku   Mimpi

    "Natal?" suara Ayra lirih, tapi masih cukup terdengar di telinga Abrar. "Iya. Sebentar lagi natal." Abrar menoleh. Dan begitu melihat wajah Ayra, dia paham dengan maksud nada tanya di ucapan Ayra barusan.Mereka terdiam lagi di suasana yang tiba-tiba berubah. Sibuk dengan jalan pikiran masing-masing. Hubungan mereka belum dimulai, tapi mereka seperti disadarkan banyak hal. Jika mereka memaksa memulai, itu adalah hal yang sangat egois. Tapi mengapa hati justru menjatuhkan pilihan pada seseorang yang tertutup tembok tinggi dan kokoh? "Sekarang apa kamu masih teguh?" kini Ayra menoleh. Dia menatap wajah Abrar dan ingin mendengar jawaban laki-laki itu. "Kamu mungkin mengira ini baru saja muncul. Jadi aku perlu menjelaskan bahwa ini sudah ada sejak kita masih kecil. Dulu kita kenal karena kedua orang tua kita. Aku sudah menaruh rasa kagum padamu saat itu. Tapi anak sekecil itu hanya paham sebatas itu." Abrar membalas tatapan Ayra dengan dalam. "Dan saat masa SMA, aku pernah tidak seng

  • Babak Belur Pernikahanku   Liontin

    Melihat itu, Abrar justru semakin khawatir. Secara tak sadar, tangannya tiba-tiba terulur ingin membantu mengeringkan pipi yang basah itu.Tapi gerakannya yang tiba-tiba tersebut malah membuat kepala Ayra menunduk dan matanya sontak terpejam rapat. Gerakan tubuhnya sangat jelas seperti reflek menghindari pukulan.Ini trauma. Hati Abrar mencelos memperhatikan semua itu. Tapi, tetap dia putuskan untuk melanjutkan niatnya. Akhirnya, ujung ibu jarinya menyentuh perlahan pipi Ayra. Menghapus jejak air mata disana. Ayra yang merasakan usapan lembut itu, langsung membuka mata. Dia tidak menerima tamparan seperti bayangan yang terlintas di otaknya. Justru sebuah sentuhan yang cukup menenangkan.Bulu matanya bergerak lentik karena mengerjap beberapa kali. Menjatuhkan seluruh butiran air mata yang masih tersisa. Hingga habis seluruhnya, jari itu masih bertengger disana mengerjakan tugasnya dengan sangat sabar. "Jangan menangis lagi. Kalau nggak suka, bilang saja. Kalau aku salah, marah saja.

  • Babak Belur Pernikahanku   Mawar Hitam

    "Punya mami ada di mobil. Banyak soalnya, papi nggak bisa bawanya." Abrar seperti berbisik di telinga Zetha, tetapi suaranya masih bisa didengar oleh semua orang di ruangan itu. Matanya melirik ke arah Ayra yang menunjukkan ekspresi terkejut setelah mendengar ucapannya."Punya mami banyak? Ayo adek pengen liat." mata Zetha berbinar cerah. Tangannya mengayun-ayunkan lengan Abrar dengan manja. "Adek harus berangkat sekolah. Udah jam berapa ini, nanti telat." Ayra akhirnya ikut bersuara setelah sedari tadi hanya diam mendengarkan. "Tapi adek pengen liat punya mami." Zetha menatap Ayra sambil merengek. Sorot matanya penuh permohonan. "Adek harus sekolah dulu. Ayo ambil tasnya, mami antarkan sekarang." Ayra tetap tegas dan tidak terpengaruh dengan rengekan Zetha."Iya, Mami." akhirnya bocah itu menunduk dan menjawab patuh meski dengan cemberut. "Papi sama mami yang antarkan ya. Sekalian kita liat oleh-oleh buat mami di mobil sama-sama. Oke?" Abrar menengahi. Dia tidak tega melihat waja

  • Babak Belur Pernikahanku   Oleh-Oleh

    Beberapa hari kemudian Ayra terus disibukkan dengan pekerjaannya. Dan hari ini adalah hari terakhir dia memeriksa ulang laporan keuangan perusahaan papanya yang telah selesai dia kerjakan. Ayra menemukan banyak sekali nominal dan transaksi mencurigakan dan tidak sesuai dengan anggaran yang telah ditetapkan perusahaan. Langkah selanjutnya adalah memeriksa, menginterogasi dan meminta bukti dari semua orang yang terlibat dalam bagian keuangan.Ayra telah bekerja keras selama beberapa hari ini. Bahkan dalam tiga hari terakhir dia sampai bekerja lembur di dalam ruang kerja rumahnya. Semua orang rumah sangat paham, Ayra tidak mau diganggu disaat serius begitu. Dia bahkan sering tidak sadar akan waktu jika sudah berkutat dengan deretan angka-angka yang sedang dikerjakannya. Dalam beberapa hari terakhir, Abrar juga tidak intens lagi menghubunginya. Abrar lebih sering menghubungi lewat tablet milik Arzha dan Zetha ketika malam menjelang mereka tidur untuk sekedar bercerita dan mengucapkan se

  • Babak Belur Pernikahanku   Privilege

    Abrar berjalan mendekati Ayra setelah memastikan Arzha dan Zetha bermain dengan aman. Tubuhnya tegap dengan sorot mata tegas, menampakkan aura kepemimpinan yang sangat khas. Begitu sampai tepat di hadapan Ayra, tatapannya reflek melembut dan bibirnya tersenyum. "Sudah selesai belanjanya? Beli apa aja?" Abrar bertanya dengan nada yang sangat manis. Sangat jauh berbeda dengan kesan yang ditampilkan oleh gestur tubuhnya. "Sudah. Ini, aku beli beberapa barang. Oh, bukan beli." Ayra terdiam sejenak karena merasa ada yang salah dengan perkataannya. Jadi dia segera meralatnya."Ini semua ambil, bukan beli. Nggak apa-apa kan?" Ayra menunjukkan beberapa paper bag miliknya. Dia juga menatap Abrar dengan was-was. "Cuma ini aja?" pertanyaan Abrar selanjutnya malah membuat Ayra melongo. Padahal dia merasa ini sudah sangat lebih dari 'cuma'. "I-iya." Ayra menunduk menatap barang-barang belanjaannya. Dia ingat selalu merasa khawatir dan ragu saat mengambil setiap barang ini. Dan Abrar malah bila

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status