Share

Bab 2 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKU

Ida sudah menungguku di depan kontrakannya. Mimik wajahnya bisa ditebak kalau dia sedang kesal.

Semua gara-gara Ning, aku jadi terlambat menjemput kesayangan.

"Niat jemput ngga, sih, Mas. Kamu terlambat sepuluh menit. Aku tuh paling males kalau disuruh nunggu."

"Maaf, Da. Tadi Mas harus …," aku menghentikan ucapan. Tidak mungkin bilang sama Ida kalau tadi harus nganter Ning ke warung dulu. Bisa-bisa dia tambah ngambek.

"Harus apa?"

"Harus ngisi bensin dulu, kemarin lupa mau ngisi sekalian. Tadi antri panjang." Segera turun dan mendekati Ida yang masih terlihat cemberut dengan tangan bersedekap. Meski sedang marah, tapi Ida tetap terlihat cantik. Hatiku semakin tak karuan dibuatnya. Seandainya aku bisa menikah dengannya, betapa bahagia dan beruntungnya aku.

"Sudah, dong, cemberutnya! Nanti pulang kerja, Mas beliin kamu hadiah."

Seketika kedua mata Ida berbinar, "bener, Mas? Kamu mau ngasih aku hadiah?"

Aku menganggukkan kepala sembari memegang dagunya.

"Makasih, ya, Mas." Ida menebar senyum mengembang di depanku. Benar-benar sempurna kecantikannya.

-

Seperti biasa, aku menurunkan Ida agak jauh dari pabrik. Bukan tanpa sebab, tapi aku tidak ingin ada yang mengadu tentang kedekatanku dengan Ida pada Ning. Kebetulan ada tetanggaku yang juga kerja di sini. Meski rumah kami beda RT, tapi aku harus tetap hati-hati.

"Mas, sampai kapan, sih, kamu nurunin aku di sini? Percuma kita berangkat kerja bareng, kalau ujung-ujungnya diturunin di jalan."

Aku meraih tangan Ida, "sabar, ya. Kamu tahu 'kan di sini ada tetangga, Mas. Yang penting Mas akan selalu bahagiain kamu. Meski hubungan kita harus umpet-umpetan seperti ini."

Ida menghembuskan napas kasar sembari memutar kedua bola mata. "Kalau seperti ini terus, mendingan kita ngga usah berhubungan lagi saja." Ida menarik tangannya dan meninggalkan aku.

Tidak. Aku tidak ingin hubungan ini selesai sampai di sini. Daripada kehilangan Ida, lebih baik kehilangan Ning. Ida selalu bisa membuat hari-hariku bahagia, sedangkan Ning sangat membosankan.

***

"Mas … akhirnya kamu pulang juga. Kok telat sampai rumah?" tanya Ning ketika aku baru saja sampai rumah. Pulang kerja tadi, aku memang pergi dengan Ida membelikan dia hadiah seperti yang sudah kujanjikan.

"Telat juga karena kerja," jawabku datar. "Kamu belum mandi?" tanyaku sembari mengendus tubuh Ning yang bau sangit. Bagaimana aku tidak bosan dengan istriku. Kalau dia tidak bisa membuatku bahagia. Wajar 'kan kalau aku memiliki perempuan idaman lain.

"Memangnya kenapa, Mas? Aku bau, ya?" Ning mencoba mencium tubuhnya sendiri.

"Kamu itu bau sangit."

"Oh … barusan aku memang masak air untuk mandi kamu pakai kayu bakar. Gasnya habis. Aku siapin airnya, ya, Mas. Biar kamu bisa segera mandi."

Menunggu Ning menyiapkan air, aku mengirim pesan pada Ida. Entah kenapa aku selalu kangen dengannya. Padahal baru saja aku sampai rumah.

[Sayang, besok kalau aku gajian, aku belikan kamu cincin lagi.] Segera mengirim pesan pada kontak telepon yang kuberi nama Honey.

Tanpa menunggu lama, Ida pun membalas pesan dariku. [Benar, ya, Mas. Awas kalau bohong.]

[Iya, yang penting kamu senang. Dan ngga ngambek terus sama, Mas.]

[Makanya, Mas Heru jangan bikin aku kesel. Besok aku ngga mau turun di jalan lagi. Pokoknya harus sampai pabrik.]

"Mas, airnya sudah siap." Tiba-tiba Ning muncul mengagetkanku.

Aku pun segera memasukkan ponsel ke dalam tas kecil yang biasa aku bawa untuk kerja dan membawa tas tersebut ke kamar mandi.

Bersambung

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Wiwit Manies
emmm... wanita bau sangit??? si istri mu di rmh sdh rela2in masak air buat km mandi pake kayu bakar... sabar ning kebohongan seorang suami pasti akan terungkap.. sadap ae HP nya ning... gemesss aq
goodnovel comment avatar
Senjaha27851336
wanita beg0 kek si ida udah tau cowoknya umpetan pasti ada yang nggak beres..kan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status