Home / Rumah Tangga / Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku / Bab 4 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

Share

Bab 4 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

last update Last Updated: 2023-03-30 11:28:32

BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKU

"Ning … Ning," teriakku.

Setelah berdebat tadi, aku memang meninggalkan dia untuk keluar jalan-jalan, tentunya bersama Ida. Setidaknya pusing di kepala ini langsung hilang ketika melihat senyum manisnya.

"Ke mana, sih, perempuan ini? Selalu saja bikin aku emosi."

"Assalamu'alaikum." Tidak berapa lama Ning datang.

"Astaga, suami pulang bukannya di rumah malah kelayapan."

Ning hanya diam saja, sama sekali tidak menjawab ucapanku. Dia langsung pergi ke belakang mengambil segelas air putih untukku, dan masih tetap diam.

Sok-sok'an ngambek segala. Memangnya aku peduli. Harusnya 'kan aku yang marah.

Coba saja Ida yang menyambutku saat pulang ke rumah, pasti rasa lelahku langsung hilang. Tidak seperti sekarang, aku merasa tidak nyaman berada di rumah.

***

Pagi yang kunanti telah tiba. Waktu yang selalu membuat semangat karena akan bertemu dengan pujaan hati.

Ida Indriyani … sedetikpun rasanya enggan untuk menghilangkan bayangannya dari pikiranku.

Hari ini aku sengaja bangun lebih awal dari biasanya agar bisa lebih lama berduaan dengan Ida.

Suara kicau burung menyahut siulanku yang berirama lagu cinta. Saat ini aku merasa seperti jaman ABG dulu.

Hah … cinta memang tidak memandang usia. Begitu indah.

Aku segera keluar dari kamar untuk sarapan. Seperti biasa, tumis sawi putih dan sebungkus kerupuk. Sudah tiga hari ini menunya sama.

D*s*r perempuan tidak bisa membahagiakan suami, dari masakannya saja tidak menghargai lelahku banting tulang. Masa' iya ganti menu masakan dua atau tiga hari sekali. Uang yang aku kasih buat apa?

.

Sawi putih, bayam, kangkung, itu melulu. Mentang-mentang nanam sayur sendiri, Ning jadi seenaknya menyiapkan menu makan untukku.

"Ning … Ningrum …."

Dari tadi aku tidak melihat dia. Biasanya sudah mondar-mandir sampai bikin mata ini sepet melihatnya.

"Sudahlah, memang lebih baik tidak melihatnya. Mending sarapan di luar bersama Ida." Aku pun segera meninggalkan meja makan.

Saat hendak menutup pintu, aku melihat sebuah kertas yang menempel di gagang pintu. Segera mengambil dan membaca tulisan yang tertera.

(Mas, aku izin keluar. Sarapan sudah aku siapkan. Maaf kalau tidak pamit langsung, tadi Mas Heru belum bangun.)

Aku membuang kertas tersebut, bagiku tidak penting Ning mau ke mana. Tidak izin pun aku tidak akan khawatir.

-

"Mas Heru, tumben pagi banget jemputnya?" Ida yang belum selesai dandan kaget melihatku sudah di depan pintu kontrakannya.

"Sengaja mau kasih kamu kejutan. Mas mau ngajakin kamu sarapan di luar, Da."

"Tunggu sebentar, ya, Mas. Aku selesein dulu dandannya. Masa' iya masih pakai roll rambut begini."

"Mau pakai roll, mau ngga sisiran, kamu tetap terlihat cantik, Da. Ini yang bikin Mas tidak bisa melupakan kamu."

"Gombal, ah."

Mungkin saat ini aku sudah seperti orang tidak waras, senyum-senyum sendiri duduk di teras menunggu Ida selesai dandan. Entah kenapa, Ida selalu bisa membuatku bahagia.

Suatu saat nanti, aku akan meminangmu, Da.

"Ayo, Mas. Aku sudah siap." Ida keluar dengan tatanan rambut berbeda. Biasanya dikuncir ke atas dengan poni depan. Hari ini rambutnya dibiarkan tergerai. Sungguh perempuan ini sangat memesona. Bau parfumnya pun membuat hasrat kelelakianku meronta.

Rasanya mata ini enggan berkedip melihat Ida yang sangat cantik.

"Sampai kapan bengong seperti itu, Mas."

Aku tersipu malu dibuatnya. "Kamu cantik sekali, Da."

"Apa ngga bosen bilang seperti itu setiap hari. Jadi perempuan memang harus pandai merawat diri. Makanya kalau skincare sama make-upku habis, Mas Heru harus ngasih uang untuk beli. Biar aku selalu tampil cantik."

"Jangan khawatir. Apa, sih, yang ngga buat kamu."

-

Sepanjang perjalanan tanganku tak lepas menggenggam tangan Ida, sesekali aku mencium tangannya yang sangat harum.

"Kita mau sarapan di mana, Mas?" tanya Ida dengan dagu bersandar di pundak. Sekali saja menoleh, wajahku bisa menempel di pipinya.

"Soto ayam dekat perempatan depan. Rasanya enak banget soto di sana."

"Mass, ada badut." Tiba-tiba Ida memelukku sangat erat ketika kami berhenti di lampu merah dan melihat badut sedang menari dengan menggoyangkan perutnya yang buncit.

"Kenapa, Da. Iya itu badut."

"Aku paling takut sama badut, Mas. Dulu waktu kecil sering ditakut-takuti dengan boneka badut. Makanya sampai sekarang rasanya ngeri kalau lihat badut."

Jadi ternyata Ida takut dengan badut.

"Kamu tenang saja. Kan ada Mas di sini. Lagipula itu di dalamnya orang, Da."

Saat kami tengah bicara, badut tersebut berjalan semakin dekat ke arah kami. Dia membawa sebuah toples mengarahkan ke setiap pengendara yang berhenti.

Tiba-tiba badut tersebut berdiri persis di depan motor kami, dia menatapku. Tapi anehnya dia tidak menyodorkan toples.

Aku segera mengambil uang di saku jaket agar badutnya segera pergi. Kasihan Ida kalau dia terlalu lama ketakutan.

Aku menyodorkan uang lembaran dua ribu rupiah, tapi badut tersebut tidak menggubris uangku. Dia masih saja menatapku, bahkan sampai lampu sudah berubah hijau, badut itu tetap berdiri di depan motor.

"Tolong minggir, kami mau lewat. Istri saya sudah ketakutan melihat kamu," terangku sembari membunyikan klakson berkali-kali.

Akhirnya badut itu pun berjalan minggir memberi jalan untuk kami lewat.

"D*s*r badut aneh," gerutuku kesal.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
nurdianis
laki brengsek
goodnovel comment avatar
D N
laki biadab
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku   Bab 38 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku (TAMAT)

    BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUFull PartBerkali-kali aku mengamati sebuah undangan cantik berwarna cokelat yang terpampang sebuah foto, tertera nama Ningrum Anniyah dan Ilham Ramadhan. Ning memberikan langsung undangan tersebut saat aku datang menemui Fathan. "Mas, jika berkenan, aku harap kamu datang di acara pernikahanku. Aku juga minta doanya semoga lancar sampai hari H." Ucapan tersebut terus terngiang di telinga. Perempuan yang dulu kupilih menjadi pendamping dan telah kuceraikan, kini sudah ada pria lain yang meminang.—------------Mondar-mandir dengan perasaan tak menentu. Hari ini hari pernikahan Ning dengan Pak Ilham. Aku bingung, harus datang atau tidak. Bukan tidak suka Ning menikah lagi, aku bahagia untuk itu. Tapi … entah kenapa, aku justru teringat kembali dengan pernikahan kami. Apa ini rasa penyesalan karena telah meninggalkan dia? Atau sebenarnya rasa yang dulu pernah ada tumbuh kembali? Tidak … itu tidak boleh terjadi. Sekarang Ning sudah menemukan pr

  • Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku   Bab 37 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

    BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGSetelah ada kesepakatan, akhirnya kedua belah pihak keluarga memutuskan kalau pernikahanku dengan Mas Ilham akan dilaksanakan lebih dulu satu bulan dari pernikahan Faiz dan Raras. Aku juga sudah bicara pada keluarga kalau menginginkan pernikahan sederhana saja, sama seperti waktu lamaran. Selain ini pernikahan kedua untuk aku dan Mas Ilham. Aku juga menjaga perasaan pihak keluarga mama'nya Fahira yang masih sangat berhubungan baik dengan keluarga Mas Ilham, bahkan mereka juga begitu baik padaku. Faiz dan Raras pun tidak keberatan sama sekali kalau kami mendahului mereka. Bahkan mereka sangat antusias sekali menyambut rencana pernikahanku dengan Mas Ilham yang akan dilaksanakan dua bulan lagi.Di acara pernikahan nanti, aku ingin kedua orang tua Mas Heru datang. Pun dengan Mas Heru sendiri. —------------"Kamu mau menikah, Ning?" jawab emaknya Mas Heru ketika aku memberitahu soal pernikahan dan meminta doa restu melalui sambungan te

  • Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku   Bab 36 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

    BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUFathan … seketika kehadiranmu telah merubah ayah. Memberikan kebahagiaan yang selama ini belum pernah ayah rasakan. Rasa bersalahku semakin tak terbendung, ketika, Ning, perempuan yang sudah aku sia-siakan sama sekali tidak menyimpan dendam, dia telah memaafkan'ku. —-----------Terlihat ada keributan tak jauh dari toko pakaian tempat aku membelikan setelan baju untuk Fathan. Aku pun sedikit mendekat untuk memastikan ada apa."Dasar ulat bulu. Sudah tahu suami orang, masih saja kamu dekati." Terdengar ucapan dari seorang perempuan sambil menjambak rambut perempuan di depannya. "Jangan, Mbak, kasihan. Nanti rambutnya rontok," ucap pria yang mencoba menghalangi. Aku masih belum melihat dengan jelas. "Kasihan? Kamu kasihan sama pelakor ini. Sedangkan kamu tidak kasihan dengan istri yang sedang hamil besar di rumah." Suaranya begitu lantang dengan ucapan yang sangat jelas Aku semakin mendekat jadi satu dengan orang-orang yang berkerumun.Kedua

  • Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku   Bab 35 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

    BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGMas Heru … bukannya aku tidak ingin kamu mendekati Fathan. Sebenarnya perasaanku lega kalau hatimu benar-benar sudah terbuka. Karena memang yang aku harapkan selama ini.Tetapi … sepertinya aku masih butuh waktu mengizinkan Fathan untuk mengenalmu sebagai ayahnya, selama masih ada kebimbangan dalam diri kamu. —-------------Hari ini adalah hari di mana aku akan memberi jawaban pada Mas Ilham. Genap satu bulan aku meminta waktu untuk berpikir matang-matang dan memohon petunjuk pada Allah sebelum akhirnya mengambil sebuah keputusan besar. Semua orang sudah kumpul di ruang tamu. Raras juga datang bersama Mas Ilham. Kini semua pandangan terarah padaku. Sepertinya mereka sudah tidak sabar ingin mendengar jawaban yang akan aku sampaikan. "Bismillah, hari ini saya akan memberi jawaban atas niat Mas Ilham satu bulan lalu." Aku menghentikan ucapan yang membuat semua orang terlihat tegang. "Mas Ilham sudah tahu bagaimana masa lalu saya. Ma

  • Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku   Bab 34 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

    BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUKenapa sekarang aku lemah di depan Ning? Kenapa bibir ini tak mampu mengucap sebuah pembelaan seperti yang biasa aku lakukan setiap bertemu dengannya Mungkin memang sudah waktunya aku diam. Ya … akan aku dengar dan aku terima apapun yang ingin kamu katakan, Ning. Menatap Ning yang buru-buru pergi. Aku mengingat kembali atas ucapan yang pernah aku lontarkan padanya waktu dulu dia menjadi badut. Sebuah pekerjaan yang aku pandang sebelah mata, ternyata sekarang menjadi profesiku sehari-hari. —----------------Semakin hari rasa ingin bertemu dengan Fathan semakin kuat. Tersiksa. Hati ini merasa ada yang mengganjal ketika teringat anak tersebut.Apa dia memang darah dagingku? Kenapa wajah dan tatapannya saat foto bersama di taman waktu itu tidak bisa kulupakan. Terus membayangi pikiran.Haruskah aku memastikan pada Ning. Apa benar Fathan anakku?-Pulang menjadi badut, aku putuskan untuk datang ke rumah yang dulu pernah ngamen di sana, tempat

  • Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku   Bab 33 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

    BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGBibirku tak mampu berkata-kata. Bahkan napas ini terasa berhenti. Tertegun."I-Ibu tidak salah dengar 'kan? Kamu mau melamar Ning, Ham?" Bu Wati memperjelas ucapan yang baru saja dikatakan Mas Ilham. "Iya, Bu. Saya ingin melamar Ningrum–putri Ibu," terangnya. Aku berdiri hendak meninggalkan ruang tamu. Apa ini? Tiba-tiba Mas Ilham ingin melamarku, seakan-akan keputusan sangat besar hanya seperti candaan semata."Mbak Ning. Maaf, kalau niat saya ini tidak berkenan di hati, Mbak. Saya tidak akan memaksa." "Ning … duduklah!" titah Bu Wati.Rasanya berat untuk kembali menjatuhkan bobot tubuh di sofa. Tapi aku tidak bisa menolak apa yang diperintahkan Bu Wati. "Kenapa Mas Ilham bisa semudah itu ingin melamar saya? Kita kenal sebatas kenal biasa. Tidak ada kedekatan lebih. Apalagi memiliki rasa. Apa Mas Ilham pikir, saya perempuan yang berhak dipermainkan?" "Demi Allah, saya serius. Saya tidak mempermainkan Mbak Ningrum."Aku menatap B

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status