BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKU
"Ada apa dengan Ning? Sikapnya tiba-tiba berubah. Apa dia kesurupan karena seharian kelayapan?" ucapku sendiri sambil berusaha menghidupkan kayu bakar untuk masak air. Berkali-kali berusaha, tapi tetap saja tidak bisa. Sampai-sampai mataku perih.Hah … d*s*r istri tidak tahu diri. Disuruh menyiapkan air panas tidak mau, disuruh masak enak malah ngasih kertas. Apa, sih, mau dia?Coba sedang tidak hamil, sudah ku'tinggalkan saat ini juga.Hampir lima belas menit, masih saja aku tidak bisa menghidupkan apinya. Emosiku sudah sampai di ubun-ubun. Capek pulang kerja bukannya dilayani, malah disuruh masak air sendiri.Aku segera melempar kayu yang ada di depanku dan beranjak masuk untuk menyuruh Ning yang masak air. Karena itu sudah menjadi tugasnya.Ning yang baru saja keluar dari kamar mandi terlihat sangat santai, sama sekali tidak merasa bersalah telah menyuruhku mengerjakan tugas yang sudah menjadi tugasnya.Aku menarik tangan Ning mengajak dia ke belakang. "Cepet masakin aku air!" bentakku.Ning justru melengos, membuatku semakin kesal dibuatnya."Istri ngga becus, kurang enak apa kamu, Ning? Setiap hari duduk manis di rumah. Ngga merasa capek harus kerja mencari uang. Sekarang disuruh melayani suami saja tidak mau. Ada apa dengan kamu?"Ning menatapku tanpa bicara sepatah katapun. Dia segera berjongkok dan mulai menghidupkan api. Tidak ada satu menit, api pun menyala. "Istri tidak becus? Sekarang siapa yang tidak becus? Masak air dengan kayu saja kamu tidak bisa. Ini baru hal kecil, bagaimana dengan hal besar yang menyangkut soal rumah tangga?"Dari awal Ning pulang, dia terus membantah ucapanku. Tidak biasanya dia seperti ini.Lihat saja, minggu ini aku tidak akan memberimu uang, Ning. Biar kapok.Tok tok tokTerdengar suara ketukan pintu yang membuat Ning langsung berjalan ke depan. Aku pun menyusul langkahnya, penasaran siapa yang datang."Assalamu'alaikum, Mbak Ning," ucap Bu Ewih tetangga tak jauh dari rumah kami yang sekaligus Bu RT."Wa'alaikumsalam, Bu. Ada apa, ya? Silahkan masuk!"Aku pun balik badan dan duduk di ruang tengah ketika Bu Ewih masuk. Sudah bisa ditebak pasti kedatangannya ke sini ada hubungannya dengan uang.Tidak meleset dugaanku, Bu Ewih memberitahu maksud kedatangannya. Dia meminta iuran untuk pembangunan taman.Ning menoleh ke arahku yang memang terlihat dari ruang tamu. Pasti sebentar lagi dia ngemis-ngemis minta uang untuk bayar iuran. Tapi sayangnya aku tidak akan memberi uang seperserpun pada Ning. Biar dia mikir, tanpa uang dariku dia bisa apa. Sebagai pelajaran karena tadi dia berani membantahku."Sebentar, ya, Bu. Saya ambilkan uangnya dulu." Ning berjalan melewatiku begitu saja. Tidak berapa lama dia balik lagi dengan membawa uang di tangannya."Ini, Bu, lima puluh ribu. Tapi maaf, uangnya receh," terang Ning."Tidak apa-apa, Mbak Ning. Terima kasih banyak atas bantuannya. Semoga menjadi amal Mbak Ning sekeluarga."Ning punya uang? Harusnya 'kan sudah habis hari kemarin uang pemberian dariku."Pantes, uang baru berapa hari sudah bilang habis. Ternyata sebagian kamu tilep, Ning."Lagi-lagi Ning hanya diam. Sikapnya yang berubah justru membuatku penuh tanda tanya. Tidak biasanya sikap Ning seperti ini.***Ini hari kedua Ning pagi-pagi sudah tidak ada di rumah. Tapi kali ini dia tidak pamit lewat surat seperti kemarin, dia juga tidak menyiapkan sarapan seperti biasanya."Sudah berani kur*ng aj*r sekarang kamu, Ning. Sebenarnya dia pergi ke mana dua hari ini? Apa Ning punya selingkuhan? Jangan-jangan, bayi dalam kandungannya bukan anakku? Awas saja kalau sampai terbukti."TingNotif pesan masuk dari Ida. Aku pun segera membukanya.[Mas, aku sudah siap. Cepetan ke sini.][Iya, Ida sayang. Ini Mas baru mau berangkat. Tunggu, ya,] balasku tak lupa menambahkan emot love.Sepanjang perjalanan menuju kontrakan Ida, mulutku terus mengumpat, kesal dengan sikap Ning. Dia sudah tidak menghormatiku sebagai suami.-Ida melambaikan tangan saat aku baru saja masuk di halaman. Dia sudah menunggu di teras. Hati yang tadinya emosi, seketika adem melihat wajahnya yang selalu berseri-seri.Memang perempuan seperti Ida yang bisa membuat hari-hariku selalu bahagia.Sebenarnya kalau Ning memang terbukti selingkuh, justru sangat menguntungkan untukku. Karena aku bisa menceraikan dia dengan alasan tersebut, dan menjadikan Ida sebagai ratu di hatiku.Perfect. Kenapa tadi aku mesti mikirin Ning pergi ke mana segala. Bagus 'kan kalau dia beneran selingkuh."Mas, Mas Heru. Ngelamunin apa, sih?" Tepukan tangan Ida seketika membuyarkan pikiranku.BersambungBADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUFull PartBerkali-kali aku mengamati sebuah undangan cantik berwarna cokelat yang terpampang sebuah foto, tertera nama Ningrum Anniyah dan Ilham Ramadhan. Ning memberikan langsung undangan tersebut saat aku datang menemui Fathan. "Mas, jika berkenan, aku harap kamu datang di acara pernikahanku. Aku juga minta doanya semoga lancar sampai hari H." Ucapan tersebut terus terngiang di telinga. Perempuan yang dulu kupilih menjadi pendamping dan telah kuceraikan, kini sudah ada pria lain yang meminang.—------------Mondar-mandir dengan perasaan tak menentu. Hari ini hari pernikahan Ning dengan Pak Ilham. Aku bingung, harus datang atau tidak. Bukan tidak suka Ning menikah lagi, aku bahagia untuk itu. Tapi … entah kenapa, aku justru teringat kembali dengan pernikahan kami. Apa ini rasa penyesalan karena telah meninggalkan dia? Atau sebenarnya rasa yang dulu pernah ada tumbuh kembali? Tidak … itu tidak boleh terjadi. Sekarang Ning sudah menemukan pr
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGSetelah ada kesepakatan, akhirnya kedua belah pihak keluarga memutuskan kalau pernikahanku dengan Mas Ilham akan dilaksanakan lebih dulu satu bulan dari pernikahan Faiz dan Raras. Aku juga sudah bicara pada keluarga kalau menginginkan pernikahan sederhana saja, sama seperti waktu lamaran. Selain ini pernikahan kedua untuk aku dan Mas Ilham. Aku juga menjaga perasaan pihak keluarga mama'nya Fahira yang masih sangat berhubungan baik dengan keluarga Mas Ilham, bahkan mereka juga begitu baik padaku. Faiz dan Raras pun tidak keberatan sama sekali kalau kami mendahului mereka. Bahkan mereka sangat antusias sekali menyambut rencana pernikahanku dengan Mas Ilham yang akan dilaksanakan dua bulan lagi.Di acara pernikahan nanti, aku ingin kedua orang tua Mas Heru datang. Pun dengan Mas Heru sendiri. —------------"Kamu mau menikah, Ning?" jawab emaknya Mas Heru ketika aku memberitahu soal pernikahan dan meminta doa restu melalui sambungan te
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUFathan … seketika kehadiranmu telah merubah ayah. Memberikan kebahagiaan yang selama ini belum pernah ayah rasakan. Rasa bersalahku semakin tak terbendung, ketika, Ning, perempuan yang sudah aku sia-siakan sama sekali tidak menyimpan dendam, dia telah memaafkan'ku. —-----------Terlihat ada keributan tak jauh dari toko pakaian tempat aku membelikan setelan baju untuk Fathan. Aku pun sedikit mendekat untuk memastikan ada apa."Dasar ulat bulu. Sudah tahu suami orang, masih saja kamu dekati." Terdengar ucapan dari seorang perempuan sambil menjambak rambut perempuan di depannya. "Jangan, Mbak, kasihan. Nanti rambutnya rontok," ucap pria yang mencoba menghalangi. Aku masih belum melihat dengan jelas. "Kasihan? Kamu kasihan sama pelakor ini. Sedangkan kamu tidak kasihan dengan istri yang sedang hamil besar di rumah." Suaranya begitu lantang dengan ucapan yang sangat jelas Aku semakin mendekat jadi satu dengan orang-orang yang berkerumun.Kedua
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGMas Heru … bukannya aku tidak ingin kamu mendekati Fathan. Sebenarnya perasaanku lega kalau hatimu benar-benar sudah terbuka. Karena memang yang aku harapkan selama ini.Tetapi … sepertinya aku masih butuh waktu mengizinkan Fathan untuk mengenalmu sebagai ayahnya, selama masih ada kebimbangan dalam diri kamu. —-------------Hari ini adalah hari di mana aku akan memberi jawaban pada Mas Ilham. Genap satu bulan aku meminta waktu untuk berpikir matang-matang dan memohon petunjuk pada Allah sebelum akhirnya mengambil sebuah keputusan besar. Semua orang sudah kumpul di ruang tamu. Raras juga datang bersama Mas Ilham. Kini semua pandangan terarah padaku. Sepertinya mereka sudah tidak sabar ingin mendengar jawaban yang akan aku sampaikan. "Bismillah, hari ini saya akan memberi jawaban atas niat Mas Ilham satu bulan lalu." Aku menghentikan ucapan yang membuat semua orang terlihat tegang. "Mas Ilham sudah tahu bagaimana masa lalu saya. Ma
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUKenapa sekarang aku lemah di depan Ning? Kenapa bibir ini tak mampu mengucap sebuah pembelaan seperti yang biasa aku lakukan setiap bertemu dengannya Mungkin memang sudah waktunya aku diam. Ya … akan aku dengar dan aku terima apapun yang ingin kamu katakan, Ning. Menatap Ning yang buru-buru pergi. Aku mengingat kembali atas ucapan yang pernah aku lontarkan padanya waktu dulu dia menjadi badut. Sebuah pekerjaan yang aku pandang sebelah mata, ternyata sekarang menjadi profesiku sehari-hari. —----------------Semakin hari rasa ingin bertemu dengan Fathan semakin kuat. Tersiksa. Hati ini merasa ada yang mengganjal ketika teringat anak tersebut.Apa dia memang darah dagingku? Kenapa wajah dan tatapannya saat foto bersama di taman waktu itu tidak bisa kulupakan. Terus membayangi pikiran.Haruskah aku memastikan pada Ning. Apa benar Fathan anakku?-Pulang menjadi badut, aku putuskan untuk datang ke rumah yang dulu pernah ngamen di sana, tempat
BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGBibirku tak mampu berkata-kata. Bahkan napas ini terasa berhenti. Tertegun."I-Ibu tidak salah dengar 'kan? Kamu mau melamar Ning, Ham?" Bu Wati memperjelas ucapan yang baru saja dikatakan Mas Ilham. "Iya, Bu. Saya ingin melamar Ningrum–putri Ibu," terangnya. Aku berdiri hendak meninggalkan ruang tamu. Apa ini? Tiba-tiba Mas Ilham ingin melamarku, seakan-akan keputusan sangat besar hanya seperti candaan semata."Mbak Ning. Maaf, kalau niat saya ini tidak berkenan di hati, Mbak. Saya tidak akan memaksa." "Ning … duduklah!" titah Bu Wati.Rasanya berat untuk kembali menjatuhkan bobot tubuh di sofa. Tapi aku tidak bisa menolak apa yang diperintahkan Bu Wati. "Kenapa Mas Ilham bisa semudah itu ingin melamar saya? Kita kenal sebatas kenal biasa. Tidak ada kedekatan lebih. Apalagi memiliki rasa. Apa Mas Ilham pikir, saya perempuan yang berhak dipermainkan?" "Demi Allah, saya serius. Saya tidak mempermainkan Mbak Ningrum."Aku menatap B