Home / Rumah Tangga / Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku / Bab 7 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

Share

Bab 7 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

last update Last Updated: 2023-03-30 11:30:59

BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKU

POV NING

Selama menikah, baru kali ini aku keluar rumah tanpa izin pada suami. Aku tahu ini salah, tapi aku juga punya batas kesabaran.

Mengatur napas untuk melegakan sesak di dada, rasanya seperti terhimpit batu besar. Aku tidak pernah menyangka, pria yang pernah berjanji akan selalu menjaga dan menyayangiku di hadapan bapak dan emak tega mengingkari.

Seandainya kedua orang tuaku masih ada, pasti mereka tidak akan membiarkan Mas Heru menyakiti aku seperti ini.

"Ning, dari kemarin Ibu lihat kamu banyak melamun. Ada yang sedang kamu pikirkan?"

Aku menoleh ke arah Bu Wati yang sedang menatapku. Seperti biasa, aku mengumbar senyum mengembang. "Ning baik-baik saja, Bu. Biasa, Ibu hamil bawaannya ngga menentu."

"Ya sudah … kalau memang belum siap terbuka sama Ibu. Tapi kalau kamu memang sudah tidak kuat, Ibu siap menjadi pendengar segala keluh kesahmu, Ning. Apalagi orang hamil tidak boleh banyak pikiran, nanti berpengaruh pada bayinya," ucap Bu Wati dengan mengalihkan pandangan ke jalan raya.

Tiba-tiba aku menangis tergugu tanpa bisa ditahan. Aku sudah berusaha menahan agar air mata ini tidak keluar. Berkali-kali menarik napas panjang dan menghembuskan dengan pelan. Tapi ternyata hatiku tak mampu menahan rasa sakit ini.

"Menangislah! Keluarkan semua rasa sedihmu, biar lega. Orang kuat pun ada kalanya menumpahkan beban di hati dengan tangis. Bukan berarti lemah, tapi manusiawi."

"Sakit sekali hati, Ning, Bu," terangku.

Bu Wati merangkul pundakku. "Ibu tidak tahu ada masalah apa denganmu. Tapi yakinlah, dibalik masalahmu itu, Allah janjikan kebahagiaan. Meski kita baru saja kenal, tapi Ibu tahu kamu perempuan baik. Sabar!"

"Terima kasih, Bu." Aku segera menghapus bulir bening yang membasahi wajahku. Meski tidak menceritakan permasalahan pada Bu Wati, tapi hatiku sedikit merasa lega.

Mas Heru, setiap hari pasti dia berangkat lewat sini. Karena memang arah tempat kerjanya. Berarti aku akan sering melihat dia.

Aku segera mengenakan rambut palsu yang dari tadi memang belum kupakai. Jangan sampai Mas Heru tahu, kalau badut yang dia lihat adalah aku.

Aku dan Bu Wati berdiri di pinggir jalan, menunggu lampu merah menyala. Pandanganku fokus menatap setiap motor yang lewat di depan.

Tidak berapa lama, motor matic berwarna putih yang tak asing bagiku terlihat juga. Lagi-lagi Mas Heru tidak sendirian. Dia bersama perempuan yang kulihat kemarin. Meski belum melihat wajahnya, tapi jaket yang dikenakan sama.

"Ning … awas!" teriak Bu Wati ketika aku sengaja menghadang motor Mas Heru.

Mas Heru langsung membelokkan motornya ke samping sampai hampir terjatuh.

"Masss," teriak perempuan yang semakin erat memeluk Mas Heru.

"Badut g*bl*k, sialan. Hampir saja kami celaka gara-gara kamu. Ngga lihat kalau lampunya hijau, ngapain kamu tiba-tiba muncul?"

Aku mendekat ke arah perempuan yang dibonceng. Dia terlihat ketakutan dan tidak berani menoleh ke arahku.

"Mau ngapain kamu dekat-dekat istriku? Dia itu takut sama badut," terang Mas Heru dengan menarik lenganku.

Istri, jelas sekali ucapan itu terlontar dari mulut Mas Heru. Tadinya aku tidak ingin Mas Heru tahu siapa diriku. Tapi ucapannya tentang perempuan ini membuat darahku mendidih.

"Mass, suruh badutnya pergi. Aku takut!" ucapnya.

Aku menarik perempuan itu turun dari motor, dia menjerit.

"Badut g*la. Mau apa kamu?" teriak Mas Heru sembari turun dari motornya.

"Kamu yang gila."

"Kamu …." Mas Heru menatapku tanpa berkedip, pasti dia kaget mendengar suaraku.

"Iya, aku–Ningrum."

Kedua mata Mas Heru membulat. Dia mengusap kasar wajahnya.

Selingkuhan Mas Heru yang dari tadi menutup wajah dengan kedua tangannya, seketika menoleh ke arahku. "Di-dia istrimu, Mas?" tanyanya, lalu berlari dan berdiri di belakang Mas Heru.

Mas Heru tidak menjawab pertanyaan perempuan tersebut, semakin sakit perasaanku dibuatnya. Mengakui siapa diriku saja Mas Heru tidak mau. Sedangkan perempuan yang statusnya selingkuhan, dia sebut sebagai istri.

Suami macam apa dia.

"Urusan kita belum selesai." Aku mengambil kunci motor milik Mas Heru dan pergi meninggalkan mereka.

"Ningrum, kembalikan kuncinya. Aku dan Ida mau berangkat kerja." Mas Heru mengikuti langkahku.

Ida? Jadi perempuan itu bernama Ida.

"Aku tidak akan mengembalikan kunci motor ini. Kalau kamu berani bersikap kasar, aku akan teriak."

"Jangan gila kamu, Ning. Masa' aku harus mendorong sampai tempat kerja."

Aku tidak menggubris ucapan Mas Heru, segera melangkahkan kaki ini lebih cepat untuk menghindarinya.

-

Bu Wati mendekat dan berdiri di sampingku. "Tadi itu …." Dia tidak meneruskan ucapannya. Terdengar hembusan napas panjang dari beliau, lalu menepuk bahuku berkali-kali.

Aku sendiri hanya bisa menghembuskan napas kasar sembari menatap ke depan, teringat kata-kata kedua orang tuaku saat mereka menjelaskan makna dari namaku. Ternyata ini, kenapa bapak dan emak memberiku nama Ningrum Anniyah. Karena mereka berharap anaknya akan tumbuh menjadi perempuan yang bertanggung jawab, melindungi, kuat dan mandiri.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku   Bab 38 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku (TAMAT)

    BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUFull PartBerkali-kali aku mengamati sebuah undangan cantik berwarna cokelat yang terpampang sebuah foto, tertera nama Ningrum Anniyah dan Ilham Ramadhan. Ning memberikan langsung undangan tersebut saat aku datang menemui Fathan. "Mas, jika berkenan, aku harap kamu datang di acara pernikahanku. Aku juga minta doanya semoga lancar sampai hari H." Ucapan tersebut terus terngiang di telinga. Perempuan yang dulu kupilih menjadi pendamping dan telah kuceraikan, kini sudah ada pria lain yang meminang.—------------Mondar-mandir dengan perasaan tak menentu. Hari ini hari pernikahan Ning dengan Pak Ilham. Aku bingung, harus datang atau tidak. Bukan tidak suka Ning menikah lagi, aku bahagia untuk itu. Tapi … entah kenapa, aku justru teringat kembali dengan pernikahan kami. Apa ini rasa penyesalan karena telah meninggalkan dia? Atau sebenarnya rasa yang dulu pernah ada tumbuh kembali? Tidak … itu tidak boleh terjadi. Sekarang Ning sudah menemukan pr

  • Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku   Bab 37 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

    BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGSetelah ada kesepakatan, akhirnya kedua belah pihak keluarga memutuskan kalau pernikahanku dengan Mas Ilham akan dilaksanakan lebih dulu satu bulan dari pernikahan Faiz dan Raras. Aku juga sudah bicara pada keluarga kalau menginginkan pernikahan sederhana saja, sama seperti waktu lamaran. Selain ini pernikahan kedua untuk aku dan Mas Ilham. Aku juga menjaga perasaan pihak keluarga mama'nya Fahira yang masih sangat berhubungan baik dengan keluarga Mas Ilham, bahkan mereka juga begitu baik padaku. Faiz dan Raras pun tidak keberatan sama sekali kalau kami mendahului mereka. Bahkan mereka sangat antusias sekali menyambut rencana pernikahanku dengan Mas Ilham yang akan dilaksanakan dua bulan lagi.Di acara pernikahan nanti, aku ingin kedua orang tua Mas Heru datang. Pun dengan Mas Heru sendiri. —------------"Kamu mau menikah, Ning?" jawab emaknya Mas Heru ketika aku memberitahu soal pernikahan dan meminta doa restu melalui sambungan te

  • Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku   Bab 36 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

    BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUFathan … seketika kehadiranmu telah merubah ayah. Memberikan kebahagiaan yang selama ini belum pernah ayah rasakan. Rasa bersalahku semakin tak terbendung, ketika, Ning, perempuan yang sudah aku sia-siakan sama sekali tidak menyimpan dendam, dia telah memaafkan'ku. —-----------Terlihat ada keributan tak jauh dari toko pakaian tempat aku membelikan setelan baju untuk Fathan. Aku pun sedikit mendekat untuk memastikan ada apa."Dasar ulat bulu. Sudah tahu suami orang, masih saja kamu dekati." Terdengar ucapan dari seorang perempuan sambil menjambak rambut perempuan di depannya. "Jangan, Mbak, kasihan. Nanti rambutnya rontok," ucap pria yang mencoba menghalangi. Aku masih belum melihat dengan jelas. "Kasihan? Kamu kasihan sama pelakor ini. Sedangkan kamu tidak kasihan dengan istri yang sedang hamil besar di rumah." Suaranya begitu lantang dengan ucapan yang sangat jelas Aku semakin mendekat jadi satu dengan orang-orang yang berkerumun.Kedua

  • Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku   Bab 35 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

    BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGMas Heru … bukannya aku tidak ingin kamu mendekati Fathan. Sebenarnya perasaanku lega kalau hatimu benar-benar sudah terbuka. Karena memang yang aku harapkan selama ini.Tetapi … sepertinya aku masih butuh waktu mengizinkan Fathan untuk mengenalmu sebagai ayahnya, selama masih ada kebimbangan dalam diri kamu. —-------------Hari ini adalah hari di mana aku akan memberi jawaban pada Mas Ilham. Genap satu bulan aku meminta waktu untuk berpikir matang-matang dan memohon petunjuk pada Allah sebelum akhirnya mengambil sebuah keputusan besar. Semua orang sudah kumpul di ruang tamu. Raras juga datang bersama Mas Ilham. Kini semua pandangan terarah padaku. Sepertinya mereka sudah tidak sabar ingin mendengar jawaban yang akan aku sampaikan. "Bismillah, hari ini saya akan memberi jawaban atas niat Mas Ilham satu bulan lalu." Aku menghentikan ucapan yang membuat semua orang terlihat tegang. "Mas Ilham sudah tahu bagaimana masa lalu saya. Ma

  • Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku   Bab 34 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

    BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUKenapa sekarang aku lemah di depan Ning? Kenapa bibir ini tak mampu mengucap sebuah pembelaan seperti yang biasa aku lakukan setiap bertemu dengannya Mungkin memang sudah waktunya aku diam. Ya … akan aku dengar dan aku terima apapun yang ingin kamu katakan, Ning. Menatap Ning yang buru-buru pergi. Aku mengingat kembali atas ucapan yang pernah aku lontarkan padanya waktu dulu dia menjadi badut. Sebuah pekerjaan yang aku pandang sebelah mata, ternyata sekarang menjadi profesiku sehari-hari. —----------------Semakin hari rasa ingin bertemu dengan Fathan semakin kuat. Tersiksa. Hati ini merasa ada yang mengganjal ketika teringat anak tersebut.Apa dia memang darah dagingku? Kenapa wajah dan tatapannya saat foto bersama di taman waktu itu tidak bisa kulupakan. Terus membayangi pikiran.Haruskah aku memastikan pada Ning. Apa benar Fathan anakku?-Pulang menjadi badut, aku putuskan untuk datang ke rumah yang dulu pernah ngamen di sana, tempat

  • Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku   Bab 33 Badut di Lampu Merah Itu Ternyata Istriku

    BADUT DI LAMPU MERAH ITU TERNYATA ISTRIKUPOV NINGBibirku tak mampu berkata-kata. Bahkan napas ini terasa berhenti. Tertegun."I-Ibu tidak salah dengar 'kan? Kamu mau melamar Ning, Ham?" Bu Wati memperjelas ucapan yang baru saja dikatakan Mas Ilham. "Iya, Bu. Saya ingin melamar Ningrum–putri Ibu," terangnya. Aku berdiri hendak meninggalkan ruang tamu. Apa ini? Tiba-tiba Mas Ilham ingin melamarku, seakan-akan keputusan sangat besar hanya seperti candaan semata."Mbak Ning. Maaf, kalau niat saya ini tidak berkenan di hati, Mbak. Saya tidak akan memaksa." "Ning … duduklah!" titah Bu Wati.Rasanya berat untuk kembali menjatuhkan bobot tubuh di sofa. Tapi aku tidak bisa menolak apa yang diperintahkan Bu Wati. "Kenapa Mas Ilham bisa semudah itu ingin melamar saya? Kita kenal sebatas kenal biasa. Tidak ada kedekatan lebih. Apalagi memiliki rasa. Apa Mas Ilham pikir, saya perempuan yang berhak dipermainkan?" "Demi Allah, saya serius. Saya tidak mempermainkan Mbak Ningrum."Aku menatap B

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status