Violetta pov
Terlihat kedua mempelai di atas panggung yang dihiasi oleh berbagai bunga.
Mempelai pria menampakkan raut wajah yang datar, sedangkan mempelai wanita berusaha menampakkan senyum di wajahnya agar terlihat bahagia.
Ya, mempelai wanita itu adalah diriku.
Aku menikahi pria dari perjodohan yang telah dibuat oleh orang tuaku sendiri bersama orang tua dari pria di sampingku ini.
Ketika salah satu sahabatku , Feysya muncul, aku dengan segera menuruni panggung dan menemuinya.
sahabatku mulai menunjukkan keraguan di wajahnya dan memandang lekat lekat diriku yang berbalut gaun pengantin.
"Feysya.."ucapku padanya dengan pelan pelan dan kecil.
Feysya seketika memelukku dan melihat diriku kembali.
"Kau terlihat cantik,"ujarnya dan membuatku tersenyum.
"Apa kau benar akan menikah dengannya?"tanya Feysya sembari melihat ke arah mempelai pria yang menunjukkan raut datar.
"Kurasa iya.."balasku dengan memaksakan diri untuk tetap menunjukkan senyum pada Feysya.
"Jangan berbohong padaku.bukankah kau mencintai Rio? Tidak mungkin kau tiba tiba bersama orang seperti ini!"bisiknya dan menatap tajam padaku.
Seketika aku merasa tidak enak padanya karena telah membuatnya agak kuatir.
Feysya pun mengajak aku keluar lalu pergi ke tempat yang agak jauh dan mengajakku untuk berbicara.
Suara tumbuhan terdengar dan angin menerpa diriku. membuatku semakin tak dapat menahan perasaanku sendiri dan tetap menyembunyikannya dari sahabatku sendiri.
"Lepaskan saja, Vio..aku ada bersamamu,"timpal Feysya.
Sontak, air mata pun mulai turun setitik dua titik di wajahku .
"A-aku hanya..hiks.aku terjebak dalam perjodohan.sedangkan ibuku satu satunya telah meninggalkanku.."curhat ku tak dapat menahan air mata dan membasahi pipiku yang dibalur make up ala pernikahan itu.
Jleb...
Feysya pun mulai memeluk dengan dalam dan menenangkan aku yang menangis sedikit demi sedikit.
Setelah mulai agak tenang, Feysya mulai menerima hal ini dan membantuku merapikan make up yang luntur sedikit di wajah.
"Aku akan selalu mendukungmu.."ucapnya sebelum meninggalkanku setelah kami berdua kembali ke tempat prosesi pernikahannya diadakan.
Setelah sahabatku menghilang, dengan segera aku tetap menampakkan senyum dan berharap agar tidak tampak baru saja menangis.
Aku kembali ke tempat awalnya dan melihat raut calon suamiku sendiri yang semakin dingin dalam menyikapiku..
'Ya Tuhan..bagaimana aku bisa bertahan dengannya..'Batinku dalam hati.
"Dari mana kau?"
Suara dingin itu pun membuat diriku tersentak dan menatap ke wajah Divan, calon suamiku sendiri yang tak dapat kupahami sedikitpun artinya
"Bersama sahabatku,"balasku singkat lalu membalikkan wajah ke arah lain.
Sakit memang..aku harus bersama laki laki seperti ini.
Jika saja aku dapat mencurahkan isi hatiku, mungkin saja aku akan pergi langsung ke sisi Rio dan kabur bersamanya.
Namun, apalah dayaku yang merupakan wanita pemalu dan taat pada ibuku.aku tidak mau mengecewakan sedikit pun ibuku.harapan yang ditorehkan ibuku untuk terakhir kalinya adalah bersama laki laki ini..
Tanpa tahu alasannya, waktu berjalan begitu cepat dan hari telah sore.pesta pernikahanku telah selesai dan Divan benar benar menjadi suamiku.
Aku pun bersamanya berjalan beriringan dengan sedikit jarak diantara kami .kami menyusuri jalan menuju mobil pernikahan dan ketika masuk ke dalam.Aku mendengar sebuah suara berisi kata kata yang melukai hatiku ...
"Kita hanya suami istri di luar.namun, jangan berharap kau akan mendapat cintaku!"hardiknya dan mulai mengemudikan mobilnya.
Aku pun memejamkan mataku dan berusaha menahan air mata yang dapat tumpah kapanpun ke pipiku ini.
'Jangan sampai aku menangis..tabahkanlah diriku..'bisikku sembari membalikkan wajahku yang bergetar menahan isak.
Aku mulai membuka handphone di tas kecilku dan mencari aplikasi pendengar lagu.
Lalu, aku memasang earphone ke telingaku dan mendengarkan lagu "kemarin" dari Ivan Seventeen.
Lagu itu membuatku perlahan melupakan sekeliling dan membuatku merasa tenang.aku mulai memikirkan kejadian saat itu bila aku menerima lamaran Rio.pria yang kucintai..
Setelah lagunya habis, aku melihat sekeliling dari balik kaca mobil dan kuhiraukan suamiku itu yang seperti es balok.
Ketika sampai ke sebuah rumah, aku segera memasuki sebuah rumah dan melihat seorang perempuan yang lebih cantik di dalam rumah tersebut...
Siapakah ia?...
Violetta's povAku benar benar masih shock membayangkan tubuh berdarah Davin serta lokasi tusukan yang cukup lebar di tubuhnya. Kali ini, masalah kasus telah ditangani oleh pihak pihak lain. Hanya saja aku masih ragu masalah apalagi yang akan terjadi dan masih belum diselesaikan sebelumnya.Dengan jantung berdebar dan perasaan sedikit kesal, aku mulai bertanya pada Davin apalagi masalah yang masih belum kuketahui hingga saat ini. Ketika ia menggelengkan kepalanya dengan raut wajah yang bingung, aku baru melepas kekuatiranku dan mulai mendesah lega."Janji tidak akan seperti ini lagi.""Iya Ta..."~~~Tak terasa, 2 tahun telah lewat. Kasus itu diakhiri dengan penahanan Natasha dan pengungkapan beberapa anggota di daerah perusahaan Davin yang berperan sebagai orang dalam. Tentu saja, jumlahnya masih dapat dihitung dengan jari karena proteksi perusahaan yang cukup kuat.
Davin's povIa mulai mundur ke belakang dan mengusap darah yang keluar dari bibirnya. Dengan aneh, ia meliukkan badannya sembari maju dan bersiap untuk memukulku. Benda tajam itu diarahkan padanya tepat ke perutku ketika aku berusaha menahan pukulannya dan membuatku dengan cepat menyerong dari arah tangannya.Benda tajam itu pun meleset dan mengenai angin angin yang bergerak mengitari kami berdua. Akhirnya, aku pun dengan cepat meninju tanganku tepat di mukanya.Bugh!Wajahnya yang tak terkena sinar membuatku sulit melihat keadaannya. Aku pun mulai meningkatkan kewaspadaan diriku dan maju ke arahnya. Ketika aku hampir dekat dan meninjunya, tangannya kembali memainkan benda tajam itu le arahku. Aku pun meliukkan benda tajam itu ke tubuhnya. Atau tepatnya berada di bagian vital tubuhnya, bagian dada.Clek!Pria itu mulai mundur dan terjengkang ke belakang. Darah menguncur te
Davin's povSetelah menemukan nama yang tertera pada daftar kontak, aku mulai menghubunginya dan malah mendapatkan bahwa nomor ini telah tidak aktif.Aku pun mulai berusaha menelpon anak buahku untuk memeriksa seseorang yang menurutku bisa saja menjadi pelakunya. Setelah selesai menelpon dan hal yang kusampaikan akan dikerjakannya, aku mulai masuk ke akun Rio.Panggilannya pun tersambung dan ia berbicara, "Ada apa?""Sorry repotin, gimana perusahaannya?" Tanyaku padanya."Santai. Perusahaanmu dan punyaku sudah ditangani dengan baik. Lagipula adikmu ternyata telah menyiapkan semua hal dan melampirkan note kecil di komputer perusahaan sehingga kesalahan tidak akan mudah luput dari perhatianku."Aku pun mulai merasa lega sejenak. Untung saja tiada masalah lagi, karena aku sepertinya ingin fokus ke kasus lama itu dahulu dibandingkan perusahaan."Memangnya ada apa ya?" S
Davin's pov"Kenapa kamu bersikeras ingin berhenti menyelidiki kasus ini?"Aku pun mulai menghela nafas dan melanjutkan perkataanku kembali, "Aku sama sekali tidak mengerti mengapa kamu ingin bersikeras seperti ini. Ini demi kebaikanmu juga, aku tidak ingin kamu dilukai oleh dalang utama itu. Jadi, tolong beri aku satu alasan saja mengapa kau ingin menutup penyelidikan ini Ta..."Wajahnya membeku dan bibirnya terkatup rapat, tidak membocorkan sedikit pun suara dari pita suaranya. Semakin ia terdiam, semakin aku merana kebingungan dan menatapnya dengan pancaran yang sama sekali tidak dimengerti sendiri olehku.Ketika ia membuka bibirnya, lidahnya tampak kelu dan suara bervolume kecil tidak keluar sedikit pun darinya. Akhirnya, ia menutup lagi mulutnya dan menundukkan wajahnya.Aku pun mulai geram melihatnya yang diam mematung terus menerus dan berinisiatif sendiri."Ta, pandang diriku," ujarku s
Davin's povAku benar benar merasa bingung bagaimana memulai penjelasan ini, bibirku terasa kelu dan pikiranku kosong. Di sisi lain, jantungku bergemuruh dengan kencang. Hingga aku mulai sadar dalam waktu sekejab bahwa rahasia apapun pasti akan terungkapKetika aku memastikannya lagi sebelum berbicara, ia seolah olah bersikap tidak apa dan siap mendengarnya. Aku pun menghembuskan nafasku dan mulai membuka mulutku."Sebenarnya.. mereka ikut berpatisipasi dalam kejadian tersebut. Namun, aku juga tak begitu yakin bahwa merekalah yang menjadi dalang utama dari kasus sebelumnya.""Namun, tiada hasil penyelidikan merujuk pada orang yang kucurigai sampai sekarang," akhirku pada perempuan di depanku yang masih menatapku dengan intens.Ia mulai mengulurkan lengannya ke telapak tanganku. Ia rekatkan jemarinya yang telah meramping menampakkan lekukan tulang ke jariku yang kasar dan besar."Hentika
Malam semuanya... ini chap terbarunya ya. Kali ini dalam versi pandangan author dan lebih jelas ya. Selamat membaca dan salam sehat bagi semuanya...??Author's povTampak kedua orang yang saling berhadapan namun berbeda ekspresi. Pria yang baru keluar di kamar mandi berbalut outfit kasual putih dan dilengkapi oleh celana panjang berwarna hitam.Sedangkan satu lagi berbalut pakaian putih serta berbaring di sebuah ranjang dan diliputi oleh berbagai fasilitas medis untuk menunjang kesehatan selama masa koma nya. Walau ditopang oleh berbagai alat alat medis, dari wajah wanita itu terlihat bahwa ia telah membaik walau masih tampak agak pucat.Rambut wanita itu tampak sedikit menghilang namun telah tersamarkan dibandingkan saat saat ia baru selesai dioperasi. Beberapa bagian tubuhnya menunjukkan tulang dengan jelas dan membuatnya seolah olah menderita penyakit anoreksia.Sedangkan si pria, yang sedang berdiri k