Share

Balada Cinta Duda Belanda
Balada Cinta Duda Belanda
Penulis: Leneva

Bab 1 KAREL HARDYS

Matahari di ibukota mulai mengeluarkan sinarnya yang terik dan hawa yang panas. Akibat panas terik yang dirasakan di ibukota, membuat sebagian orang memilih untuk tetap berada di dalam ruangan. Tidak terkecuali Karel yang masih berjibaku dengan berkas-berkas perjanjian kerja sama dengan beberapa UMKM yang berada dibawah naungan perusahaan tempatnya bekerja.

Karel Hardys adalah seorang pria keturunan Belanda-Betawi yang menjabat sebagai direktur operasional PT. Lazeesfood, yang tampak masih betah berduaan dengan layar komputernya, bahkan hingga hampir melewati jam istirahat makan siang.

Sekar, sang sekretaris pun mengingatkan akan waktu istirahat yang sesaat lagi akan berakhir.

"Pak, sekarang sudah jam dua belas empat puluh. Bapak, nggak istirahat?" tanya Sekar yang berdiri di depan meja kerja Karel.

Tanpa sedikitpun melihat atau menghentikan pekerjaannya, Karel pun menjawab, "Saya sudah istirahat kok, tadi saya sudah shalat Dzuhur."

"Hmm maksud saya, Bapak nggak makan siang?" tanya Sekar dengan hati-hati.

"Sudah, tuh bekasnya ada di meja," jawab Karel yang tetap masih asyik di depan layar komputernya.

Sekar pun menghela nafasnya lalu menggelengkan kepalanya sambil membereskan plastik kemasan coklat berserat yang menurut direkturnya itu sudah cukup mengenyangkan.

"Pak, ini cuma dua bungkus pit bur untuk makan siang?" tanya Sekar yang dijawab dengan anggukan kepala oleh Karel.

"Pak, kalau sering-sering makan siangnya beginian, lama-lama bisa sakit lho, Pak?!" protes Sekar akan kebiasaan buruk Karel.

"Kenapa, kamu khawatir atau ngedo'ain saya sakit?" canda Karel tetapi dengan mimik wajahnya yang tetap datar tanpa senyum sedikitpun.

"Pak, dengan segala hormat, bahkan dengan hormat bendera sekalipun, saya tidak dapat membenarkan tuduhan Bapak yang tidak mendasar itu," jawab Sekar, juga dengan wajah yang sangat serius.

"Hmm berarti kamu tidak khawatir dan tidak mendo'akan saya sakit, baiklah. Silahkan kamu nikmati istirahat makan siangnya, yang ... masih tersisa lima belas menit lagi," ucap Karel sambil melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.

"Saya sudah makan siang, Pak, tapi karena saya hafal betul dengan kebiasaan Bapak, makanya saya sudah pesankan makan siang yang bergizi," ucap Sekar sambil membuka pintu dan mempersilakan OB yang membawakan makan siang Karel untuk masuk.

"Silahkan Bapak nikmati makan siangnya. Oiya Pak, tolong segera dimakan, saya tidak mau

membawakan obat maag lagi untuk Bapak. Lagian, ini perusahaan makanan, kok direkturnya malah nggak makan?" ucap Sekar yang tak habis pikir dengan kebiasaan atasannya, sambil menata makan siang Karel di meja tamu.

"Pak, dimakan dulu mumpung masih hangat. Saya permisi," ucap Sekar seraya pergi meninggalkan ruangan kerja Karel tanpa menunggu Karel mengucapkan terimakasih.

Karel pun melirik ke arah makan siangnya dan bergumam, thank you, you always know what I need.

Tetapi bukannya langsung menikmati makan siangnya yang sudah tersedia, Karel malah kembali melanjutkan pekerjaannya, hingga beberapa saat kemudian usus dan lambungnya pun mulai meronta-ronta, meminta asupan agar mereka dapat bekerja dengan baik.

Sambil memegang perutnya yang berbunyi nyaring, Karel berjalan menuju sofa, kemudian ia membuka satu persatu menu makan siangnya. Dilihatnya semangkuk krim sup berisi potongan kentang, wortel, brokoli dan ayam. Lalu, juga terdapat tenderloin steak dengan mashed potato dan semangkuk aneka buah potong yang disiram dengan yoghurt. Senyum pun merekah dari bibirnya, lalu perlahan ia menikmati makan siangnya.

Selagi menikmati makan siangnya, tiba-tiba notifikasi di handphone-nya berbunyi.

Karl, kamu sudah makan belum? Ingat, jangan sampai terlambat makan lagi. Mama sudah sering mendapat laporan dari sekretarismu kalau kamu sering melewatkan makan siang. Ingat, jaga kondisi kesehatanmu, jangan terlalu memvorsir badanmu untuk terus bekerja. Oiya, mama kirimkan makanan untuk kamu. Tadi mama sudah minta Narsih menyimpannya di kulkas. Kamu bisa menghangatkannya nanti di microwave.

Karel membacanya dengan penuh haru, ia merasa sangat beruntung dikelilingi oleh orang-orang yang sangat memperhatikan dirinya. Karel pun segera menikmati makan siangnya, tetapi setelahnya, sakit kepala mulai menyerangnya kembali.

Selain permasalahan lambung, Karel juga berulangkali mengalami sakit kepala yang terkadang tidur adalah satu-satunya obat terbaik bagi sakit kepalanya itu.

"Aku nggak mungkin tidur sekarang. Lebih baik aku telpon Mario," lirihnya.

Beberapa saat kemudian, Karel telah tersambung dengan Mario, dokter pribadinya yang juga teman semasa SMA.

"Kenapa, Bro?" tanya Mario.

"Sakit kepalaku kambuh lagi," jawab Karel.

Mario pun menghela nafasnya karena bukan kali ini Karel menghubunginya untuk alasan yang sama.

"Karl, mau seratus obat yang aku resepkan, nggak akan ada pengaruhnya karena masalah sebenarnya ada di psikis. Look, kamu telah memvorsir badanmu beberapa bulan terakhir ...."

"Yo, aku nggak butuh nasehat, aku cuma butuh obat untuk sakit kepalaku ini!" potong Karel.

"Kamu dengar nggak barusan aku bilang apa? Look, aku nggak akan kasih kamu obat lagi. Kamu butuh liburan dan jangan kerja seperti orang gila! Get a vacation! Ke pantai, ke gunung atau ke hati janda yang mau nampung kamu!" seru Mario yang mulai kesal dengan keluhan sahabatnya.

"Usulan yang ke-tiga, kayaknya boleh tuh. Kamu ada kenalan janda kembang nan cantik rupawan dan shalihah?" canda Karel sambil tertawa.

"Oh Man! Kamu memang butuh liburan, statusnya sudah akud! Bukan pakai T lagi, tapi pakai D, plus ada qalqalahnya!" geram Mario tetapi malah membuat Karel tertawa terbahak-bahak.

"Aku nikahin kamu aja deh, you are my healing," canda Karel sambil terkekeh.

"Ih najis! Jijai Lo, Rel! Udah ah, aku nggak akan kasih kamu obat lagi karena obatmu cuma satu, liburan and get a wife!"

"Don't call me again, kalau kamu nggak sedang berlibur atau mau kirim undangan! Bye!" ucap Mario yang segera memutuskan sambungan teleponnya.

"Lah, dokter macam apa ini? Pasiennya nelpon malah dimatiin?!"

Karel pun memainkan kursi kerjanya dengan berputar dan bergerak ke kanan dan ke kiri.

Karel pun mulai mempertimbangkan usul sahabatnya untuk berlibur karena untuk menikah Karel masih membutuhkan waktu untuk memikirkannya, terlebih jika menikah ia harus memulai dari awal kembali dan untuk usianya yang telah lebih dari empat puluh tahun, itu bukanlah hal yang mudah. Di usianya yang seharusnya telah menikmati buah pernikahannya, Karel malah harus kembali single, setelah perceraiannya setahun yang lalu.

Masih teringat jelas ketika ia menemukan bukti atas perselingkuhan yang dilakukan sang istri, Meita. Wanita yang telah berada di hatinya semenjak SMA, wanita yang telah ia nikahi selama lebih dari lima belas tahun dan ternyata begitu tega menduakan dirinya.

"Setelah aku mengenalmu, aku tidak pernah memikirkan wanita lain, tidak sekalipun terfikir untuk berpaling dari hatimu, tetapi kenapa kamu berkhianat! MENGAPA?!" tanya Karel penuh emosi kepada Meita.

Meita yang berdiri di depan Karel dengan pakaian setengah terbuka hanya diam, tidak menjawab apapun. Jantungnya berdegup dengan kencang, seakan berontak ingin keluar dari rongga dadanya.

"KENAPA DIAM?! Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku!" bentak Karel hingga wajahnya memerah dan urat di lehernya terlihat menonjol keluar.

"AKU BOSAN! Aku bosan dengan kehidupan pernikahan kita! AKU BOSAN!" pekik Meita yang diiringi dengan tangisnya.

"Aku bosan dengan kehidupan kita yang terlalu sempurna, kamu selalu menjadi pria baik yang sempurna, selalu! AKU BOSAN, KAREL HARDYS!" pekik Meita sambil jatuh berlutut di depan Karel dengan tangis dan derai air mata yang membasahi wajahnya hingga menetes ke lantai.

Sementara itu, emosi Karel pun semakin meluap, karena inilah kali pertama dalam pernikahannya, Meita menyebut namanya tanpa menggunakan atribut kehormatan dan akhirnya ia lepaskan emosinya dengan meninju dinding di depannya.

Suara pertemuan antara kepalan tangan Karel dengan dinding itu, membuat Meita terkejut, karena ia tidak pernah melihat Karel begitu emosi.

Darah pun mengalir perlahan dari buku-buku jari Karel dan menetes membasahi lantai kamar mereka. Kepalanya tertunduk, keinginan untuk menghancurkan wanita di hadapannya pun ia luapkan dengan kembali meninju dinding kamarnya.

"Bi, jangan begitu, tolong jangan sakiti dirimu, Bi," ucap Meita dalam isakannya sambil menahan tangan Karel untuk menghentikan aksinya yang menyakiti dirinya sendiri, tetapi Karel menepisnya dengan kasar, hingga membuat Meita terjatuh.

Karel berusaha mengatur nafasnya, ia pun menutup kedua matanya, lidahnya pun sibuk mengucapkan kalimat istighfar, lalu ia pun mengucapkan kalimat yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya, bahkan tidak pernah sekalipun ia bermimpi akan berada pada posisi untuk mengucapkannya, "Untuk apa kamu menyentuhku, setelah kamu menyentuh pria lain?!"

"Mulai saat ini, aku bukanlah suamimu lagi dan kamu bukanlah istriku! Aku ceraikan kamu sekarang juga!" hardik Karel yang kemudian pergi keluar dengan membanting pintu kamarnya sekuat tenaga hingga terdengar sampai lantai bawah dan meninggalkan Meita terisak sendiri di dalam kamarnya.

Karel mengemudi di kegelapan malam ditemani dengan hujan yang mengguyur ibukota. Ia terus mengemudi tanpa arah, hingga akhirnya mobilnya terhenti.

Karel mencoba menyalakan kembali mesin mobilnya, tetapi sayangnya mesin mobilnya tak jua menyala. Ia pun baru menyadari jika bahan bakarnya telah habis. Rasa frustasi Karel pun menjadi, ia memukul-mukul setir di depannya hingga akhirnya ia kelelahan dan menangis sejadinya.

"Why Ta, why?" lirihnya dalam isakannya.

Beberapa saat setelah ia dapat menenangkan dirinya, Karel segera menghubungi pengacaranya guna mengurus perceraian antara dirinya dan Meita.

Setelah peristiwa itulah, Karel mulai menghabiskan waktu di kantornya dengan bekerja hingga melewati batas waktu. Bukan hanya itu, wajah ramah dan murah senyumnya berubah menjadi kaku dan dingin.

Dengan perawakannya yang tinggi, nyaris 190 cm dan berat mencapai 90 kg, lalu wajahnya yang dihiasi janggut, serta alis tebal yang nyaris bertaut, perubahan karakter ini membuat Karel ditakuti oleh karyawannya, kecuali Sekar, sang sekretaris.

Hingga detik itulah, akhirnya ia memikirkan akan liburan, waktu untuk memanjakan dirinya.

"Kapan aku bisa liburan di tengah jadwal yang super padat ini?" lirih Karel sambil membuka-buka jadwal kerjanya selama tiga pekan ke depan.

"Sekar, masuk!" panggil Karel melalui interkom.

Sekar, sang sekretaris andalannya pun memasuki ruang kerja Karel.

"Ada apa, Pak?" tanya Sekar.

"Jadwal saya yang kosong tanggal berapa saja, ya?" tanya Karel sambil memainkan pulpennya.

"Hmmm sebentar, Pak," jawab Sekar sambil memeriksa jadwal Karel di smartphone-nya.

Setelah beberapa saat, Sekar menemukan jadwal kosong di akhir pekan pada dua pekan yang akan datang.

"Ada kosong di hari Sabtu, tanggal 15, bulan depan."

"Jum'atnya ada jadwal apa?" tanya Karel lagi.

"Jum'at pagi ada rapat direksi sampai jam sebelas, setelah itu kosong," jawab Sekar yang kali ini ia mulai heran akan pertanyaan dari atasannya itu.

"Kalau begitu, saya ijin di Jum'at siang," ucap Karel bersemangat.

"Ijin kemana, Pak?" tanya Sekar sambil mengernyitkan dahinya.

"Mau cari istri!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status