"Bi," sapa Inggit saat Rubi membukakan pintu apartemen Regantara sore itu. Ya, Rubi memilih apartemen itu untuk bertemu dengan Inggit."Nggit," balas Rubi dengan mata yang masih sembab lalu memeluk Inggit erat."Sabar," ucap Inggit. "Oh ya kenalin ini Marchel." Lelaki tampan, bertubuh tinggi, kulit putih dan rambut yang sedikit ikal itu tersenyum pada Rubi."Marchel," katanya memperkenalkan diri."Hai, Nggit," sapa Regantara muncul dari dalam. "Masuk.""Kenalin, Re ... pacar aku, Marchel," ujar Inggit memperkenalkan Marchel pada Regantara."Regan," ucap Regantara."Jadi gimana?" tanya Inggit pada Rubi yang sudah lebih dulu duduk di sofa."Sedang di selidiki oleh asistenku," jawab Regantara."Akun fake atau akun bodong memang diciptakan untuk memfitnah dan menebar kebencian," kata Marchel yabg sudah diceritakan duduk perkaranya oleh Inggit saat mereka di perjalanan tadi. "Tapi mungkn aku bisa bantu untuk cek akun itu dari IP Address-nya. Boleh aku liat?" Rubi menyodorkan ponselnya pa
"Malam ini, kamu mau temani aku? Sebelum kuceritakan semuanya?" Ayu mendekatkan tubuhnya pada Dimas.Dimas hanya bia tersenyum saat tubuh indah itu begitu dekat dengannya. Harum wangi tubuh Ayu menyeruak masuk ke dalam penciuman Dimas. Lelaki mana yang tidak akan tergoda pada wanita seperti Ayu.Dimas merengkuh pinggang wanita itu, disibakkannya rambut panjang Ayu ke belakang punggung lawan mainnya malam ini. "Kamu mau kita habiskan malam ini di balkon sambil memandangi langit dan di saksikan permainan kita oleh bintang-bintang atau di dalam dengan desahan napas kita?" Bisik Dimas di telinga Ayu. Ayu tertawa, di belainya rahang Dimas yang di tumbuhi rambut-rambut halus lalu dia mendekatkan bibirnya hampir mengenai bibir Dimas."Terserah," ujarnya lalu mengecup sekilas bibir Dimas.Kecupan itu berubah menjadi ciuman liar dua orang yang sedang berada di bawah pengaruh alkohol. Tanpa melepas lumatan bibir Ayu, Dimas mendorong pelan tubuh wanita itu hingga masuk ke dalam kamar hotel.Ke
"Kamu bisa jelaskan apa ini?" tanya Wahyu dengan wajah geram menunjukkan email yang di tujukan padanya pagi itu saat dia memeriksa beberapa email di laptopnya.Regantara baru saja sampai di kantor, saat Wahyu melakukan panggilan video dan menunjukkan email berisi pesan yang sama yang di tujukan pada Inggit, Bono dan beberapa kenalan dekat Rubi."Itu fitnah, Pa. Bagamana bisa kami melakukan hal itu. Regan akui, Regan juga butuh, Pa. Tapi Regan masih bisa menahannya begitu pun Rubi.""Lalu bagaimana kamu bisa mempertanggungjawabkan semua ini pada perusahaan," kata Wahyu. "Lambat laun ini akan tercium oleh publik, pesaing kita banyak, Re.""Kasih Regan waktu untuk mencari siapa dalang di balik ini semua, Pa. Kalau ternyata Regan tidak mampu, maka Regan akan mengadakan konferensi pers dan mengundurkan diri dari perusahaan ini.""Ada saja bikin malu keluarga," ucap Wahyu kesal lalu mengakhiri panggilan videonya.Regantara memijat pelipisnya, Regantara meraih ponselnya mencari nama Arven."
Suara lenguhan panjang memenuhi kamar hotel yang Ayu tempati. Wanita itu masih bergerak di atas tubuh Dimas dengan cepat. Dimas menikmati permainan Ayu yang luar biasa malam itu. Dada yabg bergerak menambah hasrat Dimas untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk wanita cantik yang berada di atas tubuhnya.Ayu melepaskan penyatuan mereka, Dimas beranjak dan bertumpu pada lututnya sementara tubuh Ayu berbalik membelakangi Dimas. Suara terengah-engah itu semakin nyaring ketika pinggul Ayu semakin cepat Dimas gerakkan. Dimas menarik tubuhnya, saat pelepasan itu akan membuncah membuat Ayu menoleh ke arahnya dan menatap Dimas heran."Why?" tanya Ayu yang belum merasa puas melihat Dimas meraih tisue yang tak jauh dari tempat mereka.Dimas masih terdiam, dia masih terlalu pokus dengan cairan yang tertampung di tisue. "Kamu mau kamu hamil? kalo mau nggak jadi masalah aku keluarin di dalam sana." Dimas merebahkan tubuhnya yang penuh dengan peluh keringat.Ayu menghempaskan tubuhnya kesal di
"Apa maksud kamu?" Ayu terkejut menjauhkan tubuhnya dari Regantara. "Kaget gitu." Regantara tersenyum sinis. "Sebentar," ucap Regantara merogoh saku celananya mengambil ponsel lalu menunjukkannya pada Ayu direct message yang di kirimkan saat itu pada Bono dan beberapa orang yang dekat dengannya. "Kamu nuduh aku?" tanya Ayu. "Nuduh sih enggak, tapi sepertinya dugaanku benar." Regantara melangkah ke arah pintu membukakan pintu itu untuk Marchel dan manager hotel serta dua orang pihak dari kepolisian yang dia minta untuk menjadi saksi. "Silahkan, Pak." "Apa-apaan ini?!" Ayu semakin terkejut melihat kedatangan beberapa orang tadi. "Jadi gini, Yu," ujar Regantara santai. "Aku masih kasih kamu kesempatan untuk berkata jujur. Kalo kamu jujur, kasus ini nggak kita bawa ke jalur hukum. Tapi kalo kamu masih mengelak maka dua bapak dari kepolisian itu akan membawa kamu ke penjara dengan tuduhan UU ITE pencemaran nama baik, karena sengaja menyebarkan berita bohong, fitnah dan merugikan orang
Hendra riba lebih cepat dari perkiraan Regantara, lelaki berhidung mancung itu tersenyum saat Regantara menemuinya di restoran hotel tempat dia menginap. "Apa kabar, Re?" Hendra mengulurkan tangannya. "Seperti yang kamu lihat." Hendra pun tertawa. "Jelas semakin keren," kekeh Regantara. Seperti reuni dua teman yang sudah lama tak bertemu, begitulah Regantara dan Hendra saat ini. Kedekatan mereka sempat berjarak saat Debby pergi selamanya, belum lagi selisih pendapat antara Hendra dan Wahyu sering terjadi. "Jadi bagaimana perusahaan?" tanya Hendra. "So far so good," jawab Regantara. "Dengan masuknya investor baru itu?" "Enggak ada banyak perubahan sebenarnya," kata Regantara. "Perusahaan kita ini sudah lama berdiri, Hen. Konsumen juga nggak memandang produk kita sebelah mata, mereka tau kualitas rasa dan kuantitasnya." "Lalu kenapa papa membutuhkan investor baru?" "Kamu tau papa lah, Hen. Dia harus mencoba dulu, kalo sudah kena batunya baru percaya." "Iya juga, tapi yang en
"Aku pulang dulu," ujar Hendra melepaskan pelukannya."Australia?""Masih harus menghabiskan waktu bersama papa, mama dan anak-anak serta istriku," kata Hendra namun membuat wajah Ayu berubah sedih."Istri kamu?""Mereka ada di Jakarta, aku kemari untuk menyelesaikan masalah kita." Hendra membelai lembut kepala Ayu. "Kita lupakan masa lalu, Yu ... you deserve to be happy, cari pasangan yang mencintai kamu dengan tulus.""Kalau waktu bisa di putar, aku jelas memilih kamu," ucap Ayu sambil mendongakkan wajahnya pada Hendra. "Jelas kita nggak bisa saling memiliki." Hendra menjauhkan tubuhnya, beranjak dari sofa dan menghadap ke arah Ayu."Kamu sangat mencintainya?" Hendra mengangguk, "dia ibu dari anak-anakku.""Happy for you ...." Ayu berusaha tersenyum meski hatinya terasa sakit."You too ...." Hendra kembali tersenyum. Hendra keluar dari kamar Ayu tepat pukul 10 malam, menghabiskan waktu hanya sekedar memeluk wanita itu hingga dia kembali tenang. Masa lalu mereka memang sulit untuk
Ayu memarkir mobilnya di pekarangan sebuah rumah mungil bercat putih. Lelaki yang mengenakan kaos hitam dan jeans robek itu berdiri di ambang pintu menunggu kehadirannya sejak setengah jam yang lalu. Ayu tersenyum kecil ketika turun dari mobil yang dia kendarai selama hampir delapan jam perjalanan dari Jakarta."Udaranya sejuk di sini," kata Ayu sambil meletakkan kunci mobilnya di atas meja teras rumah yang Dimas sewa.Dimas hanya tersenyum, wanita yang sudah terduduk di kursi itu menikmati lalu lalang beberapa orang petani yang melintas membawa hasil sawah mereka."Sepertinya aku bakal kerasan tinggal di sini untuk beberapa bulan ke depan," ujar Ayu sambil melirik Dimas."Aku antar kamu ke Semarang, besok kamu harus kerja, kan?" "Hah?""Iya, pulang ke Semarang. Tempat kamu bukan di sini, Yu. Bukan dengan seorang DPO seperti aku, bukan dengan penjahat kelamin dan mantan terpidana korupsi.""Kamu ngomong apa sih?" Ayu mengerutkan keningnya."Tempat ini nggak cocok buat kamu," kata Dim