Share

2. Kita Bangkrut, Ani

"Rhoma ... ada apa ini? Kenapa bisa kita jadi bangkrut? Kenapa, Rhoma? Jelaskan," isak Ani saat ia melihat suaminya Rhoma sedang menatap Ani dengan sendu terduduk di lantai rumahnya.

Ani makin menjerit saat melihat beberapa orang yang berlalu lalang di sana mengambil beberapa barang elektronik dan benda-benda antik yang berharga di dalam rumahnya dengan tenang. "Eh ... itu guci keramat warisan leluhur jangan dibawa," pekik Ani saat melihat guci warisan keluarganya diangkut oleh salah satu orang yang mengenakan kaos partai.

"Sudah, Ani ... sudah, biarkan mereka," ucap Rhoma pasrah saat melihat seperangkat sound sistem koleksinya diangkat.

"Ini ada apa? Kenapa jadi gini? Kenapa tiba-tiba kamu bilang kita bangkrut?" tanya Ani panik sembari memukul bahu Rhoma beberapa kali. Rasa panik menyelimuti dirinya membuat Ani memukuli suaminya itu.

"Ini kesalahan aku, Ani. Aku ... aku ditipu, Ani," bisik Rhoma.

"Kok bisa? Siapa yang berani nipu kamu? Perusahaan kita bagaimana?" tanya Ani ketakutan dengan cepat pikirannya melayang pada salah satu temannya yang bangkrut beberapa waktu yang lalu, hidup temannya kini terlunta-lunta dalam duka nestapa.

"Kean, pengacara kita Kean yang nipu kita, Ani. Dia ambil semua uang perusahaan dan bahkan menjaminkan semua aset milik kita ke bank," terang Rhoma sembari mencoba memeluk Ani, "Tenang, Ani. Tenang."

"Aku nggak bisa tenang, Rhoma, dasar bedebah!? Semuanya dia ambil?" Ani berteriak keras sembari menarik-narik rambutnya dari kedua sisi, matanya melihat orang-orang yang berlalu lalang mengambil barang-barang miliknya.

Saat ini ekor matanya melihat seseorang membawa tas bermerek H yang sangat ia sayangi dan sudah dia anggap anaknya sendiri, dengan cepat ia mendorong Rhoma dan meloncat ke hadapan orang tersebut. "Mau dibawa ke mana anak saya, hah!?"

"Anak? Anak mana, Bu?" tanya orang tersebut kebingungan, sepengetahuannya ia sedang menjinjing tas bukan anak.

Ani merampas tas yang ada di tangan pria itu, dengan cepat ia mengelus-elusnya dan berbisik pelan. "Jangan sedih, Nak, Mommy nggak bakal biarin mereka menyentuh dan menyakiti kamu, Nak," bisik Ani sembari menepuk-nepuk tas tersebut dengan penuh cinta.

Lelaki itu hanya bisa membulatkan matanya dan menggerakkan telunjuk di dahinya ke atas dan ke bawah dengan posisi miring. "Wah ... udah gila ini manusia, kasihan ya ... Tuhan."

Rhoma dengan sigap memapah Ani untuk duduk di tangga, "Sudah Ani, Sudah."

Ani hanya bisa melihat orang-orang berlalu lalang di rumahnya, mengambil semua barang-barang yang ia miliki sedangkan, tangannya terus memeluk tas bermerek H miliknya seerat mungkin.

"Kita bakal tinggal di mana? Kamu masih punya aset?" tanya Ani pada Rhoma, ia berharap suaminya ini masih memiliki beberapa harta kekayaan yang bisa menyelamatkan mereka.

Rhoma menggeleng, tubuhnya lemas dan lunglai ia benar-benar tidak memiliki apa-apa lagi semua hartanya ia titipkan pada Kean. Rhoma terlalu mempercayai Kean hingga ia memberikan daftar kekayaannya pada Kean saat akan mendaftarkan tax amnesti beberapa waktu yang lalu.

"Rhoma ... bagaimana ini, astaga ... nggak bisa napas aku, Rhoma ... tidak Rhoma," isak Ani menangis seperti anak TK yang telat dijemput oleh orang tuanya. Ani terlentang dan berguling-guling di lantai sembari memeluk tasnya.

"Daddy, Mommy."

Rhoma dan Ani langsung melihat sumber suara dan mendapati Anya yang berlari ke arah mereka sembari membawa beberapa belanjaan. Anak pertama ini tampak shining, shimmering, dan splending karena mengenakan pakaian dari brand ternama di dunia dari ujung rambut hingga kaki.

"Anya ...," teriak Ani sembari mengangkat kedua tangannya meminta anak pertamanya itu memeluk tubuhnya. "Anya ... anak Mommy yang paling cantik sealam dunia."

"Mommy ini ada apa?" tanya Anya bingung sembari membalas pelukan Ani, namun mata Anya masih berlarian melihat aktivitas di rumahnya yang tidak seperti biasanya. Semua orang berlarian sambil mengangkat semua barang yang ada di sana.

"Anya," lirih Ani sembari memeluk anaknya.

"Kita mau pindah rumah? Ini ada apa? Eh ... itu kenapa piano Anya dibawa?" pekik Anya kaget saat piano kesayangannya diangkut oleh beberapa orang dengan kasar.

"Kita bukan pindah rumah, Anya," ucap Rhoma pelan sembari mengusap pucuk rambut Anya lembut.

"Lah ... terus kalau bukan mau pindah rumah mau ngapain ini barang diangkat-angkat?" tanya Anya makin penasaran, pikiran Anya pun mulai berkelana dengan liar lalu mulai berspekulasi mengenai hal-hal yang baik hingga yang berbau mistik.

"Daddy nggak lagi ikut pesugihan, kan?" tebak Anya yang baru saja melihat video tentang pesugihan di salah satu sosial media yang dia lihat kemarin.

"Jangan ngaco kamu, pesugihan itu haram!?" ucap Rhoma kaget.

"Tapi, bisa dilakukan, gimana kalau kita ke Gunung Kawi buat lakuin ritual pesugihan? Kita tumbalkan Kean? Kan bagus, kita bisa dapat dua keuntungan, Rhoma," ucap Ani yang sudah kesal dan murka pada Kean yang sudah membuat keluarganya bangkrut.

"Sungguh terlalu kamu, Ani," sahut Rhoma berbicara dengan menekankan kata terlalu.

"Ih ... ini itu ada apa sebenarnya? Udah jangan ngomong persugihan nggak jelas, jelasin dulu sama Anya ini ada apa?" tanya Anya kesal karena orang tuanya malah berpikiran untuk pergi ke Gunung Kawi bukannya menjelaskan ada apa sebenarnya.

"Jadi, kita ini ba—"

"Mommy, Daddy, Kak Anya ada apa ini? Tadi Boy liat di depan mobil sama motor pada nggak ada, ada apa?" tanya Boy yang kaget karena pulang sekolah malah mendapati kalau mobil dan motor milik keluarganya dibawa oleh orang-orang tak dikenal. Boy yakin kalau orang tuanya sedang tidak melakukan sedekah bersama membangun bangsa dengan cara memberikan semua harta kekayaannya.

"Boy ... Boy, anak Mommy yang paling Mommy sayang, sini, Nak, peluk Mommy," isak Ani sembari mengangkat kedua tangannya untuk memeluk anak bungsunya itu.

"Ini ada apaan sih?" tanya Boy bingung, "lagi ikutan reality show?" Mata Boy terus melihat ke berbagai arah dan mendapati orang-orang tidak dikenal benar-benar mengosongkan rumah mereka.

"Bukan, tidak seperti itu ceritanya, anak-anak dan istriku tercinta," ucap Rhoma seraya berdiri di depan keluarganya, "sebenarnya, Daddy ini ditipu oleh Kean. Dia ambil uang Daddy dan menjual juga menjaminkan semua aset milik Daddy. Bahkan, Daddy masih harus membayar beberapa tunggakkan kartu kredit yang Kean pakai."

"Kok bisa?" tanya Anya dan Boy berbarengan.

"Ini kesalahan Daddy, hingga ... lelaki bedebah itu mengambil dan merampas segalanya, aku minta maaf," ucap Rhoma dengan menatap keluarganya dengan tatapan sendu.

"Jadi, maksudnya kita bangkrut? Nggak punya uang sama sekali dan malah punya hutang?" tanya Anya kaget bukan main karena tadi pagi ia masih bangun sebagai seorang anak orang kaya raya loh jinawi dan sekarang ia akan tidur dalam keadaan gembel!?

"Sayangnya ... itu yang terjadi, Anya," sahut Rhoma.

"Terus kita masih bisa tinggal di sini?" tanya Ani.

"Sayangnya tidak, Ani. Kita harus mengosongkan rumah ini minggu depan." Rhoma berjalan ke arah bagian dalam rumahnya dan keluar dengan membawa dua buah koper, "kita diberi waktu seminggu ini untuk berbenah pakaian. Masih ada beberapa koper di dalam."

"Terus kalau kita nggak tinggal di sini, kita mau tinggal di mana?" tanya Anya yang mulai merasa sakit kepala.

"Begini, Daddy sebenarnya masih punya rumah warisan dari leluhur Daddy, tapi, tempatnya tidak di kota. Tapi, di ...."

"Pinggiran kota Jakarta?" tanya Ani penasaran mau di bawa ke mana dirinya oleh suaminya itu.

"Lebih jauh sedikit." Rhoma menunjukkan jempol dan telunjuknya yang ditempelkan.

"Bekasi?" tebak Boy yang langsung dijawab dengan gelengan Rhoma.

"Tangerang?" tebak Anya.

"Bantar gebang?" tebak Ani kesal karena semua jawaban yang dilontarkan oleh anak-anaknya salah.

"Mommy ngapain ke Bantar Gebang, sih?" tanya Anya kesal karena Ani menebak Bantar Gebang, memang mau apa mereka di sana, Tuhan.

"Bukan ... sedikit lebih, jauh lagi."

"Ya ... di mana, Daddy? Jangan rahasia-rahasiaan," pekik Anya geram.

"Sebuah kota di daerah Jawa Barat," jawab Rhoma yang langsung membuat keluarganya menggerakkan kedua tangannya ke atas karena penasaran dengan lokasinya.

"Water Candle ...."

"Hah!?" Seketika itu juga keluarga Rhoma berteriak keras, karena tempat apa di muka bumi ini dinamakan Water Candle?!

••

Comments (4)
goodnovel comment avatar
Eka Defy
wkwkkwwkkk... q baca jd mendayu2 kayak logat si Rhoma,ngakak q
goodnovel comment avatar
Lovely Bintang
aku ga bisa brenti ngakak astaga... tolong akuu...
goodnovel comment avatar
Callah
wkwkwwkwwkkkk..... water candlee sa ae kk gallooonnn.... tp cililin itu ada di jakarta loch kk gallon.... deket blok m malah area eliteee
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status