Belum selesai Louvi bicara, Pangeran Sallac malah memperkuat cengkeramannya. Pendeta muda itu menjadi kesulitan bernapas. Lady Neenash menghela napas berat. "Tenanglah, Sallac. Lepaskan Tuan Galathea," bujuk Lady Neenash. Dia juga memaksa Pangeran Sallac melepaskan Louvi. Meskipun tak suka, Pangeran Sallac tetap menurut."Aku yakin Tuan Galathea tidak bermaksud buruk. Jika Tuan Galathea memang merencanakan hal jahat, dia justru akan berpura-pura tidak tahu, lalu menusuk dari belakang," tambah Lady Neenash."Itu benar, Lady," timpal Louvi, "dan saya bisa tahu identitas Anda berdua karena kekuatan suci saya juga bisa membedakan orang-orang dari aura." Lady Neenash tampak resah. Jika seorang pendeta muda saja bisa mendeteksi identitas mereka, bagaimana dengan pendeta senior. Berarti, hanya masalah waktu mereka akan ketahuan."Tenang saja, Lady. Kemampuan seperti ini hanya sedikit orang yang memilikinya. Jadi, saya rasa Anda berdua akan aman," hibur Louvi.Lady Neenash tampak masih rag
Pangeran Sallac kembali memberi isyarat kepada Lady Neenash dan Louvi untuk membentuk formasi. Keduanya mengangguk dan langsung merapatkan badan ke punggung Pangeran Sallac. Para bandit salah mengira mereka tengah pasrah menjadi semakin bersemangat dan mulai mengatakan omong kosong."Sepertinya, mangsa kita akan kencing di celana ha ha ha.""Aku tak sabar melihat hal itu.""Sudahlah, cepat kita selesaikan dua pria itu. Yang wanita kita biarkan hidup. Pasti menyenangkan tidur dengannya."Pangeran Sallac seketika mendelik tajam. Manna dalam jumlah besar mulai mengumpul di tangannya. Lady Neenash langsung menggenggam tangan sang pangeran. Dia tentu tak mau masalah mereka bertambah dengan kedatangan pasukan istana.Sentuhan Lady Neenash mendinginkan kepala Pangeran Sallac. Manna yang tadi menguar disimpan kembali dengan rapi. "Jangan gegabah, Sallac. Cecunguk-cecunguk lemah seperti mereka bisa kita hadapi dengan ilmu beladiri biasa," bisik Lady Neenash."Maaf, tadi aku terbawa suasana ka
"Neenash! Neenash! Kau di mana?" teriak Pangeran Sallac panik. Mereka telah mendarat dengan selamat di dasar lubang. Beruntung, ada tumpukan daun, sehingga menghindarkan dari benturan langsung dengan tanah. Namun, oleh karena lubang itu sangat dalam, hampir tak ada cahaya yang masuk. Gelap gulita terasa menyesakkan. Terlebih, bagi Pangeran Sallac yang tak bisa menemukan Lady Neenash. Dia mencoba meraba-raba sekitar sambil berteriak-teriak panik. Pangeran Sallac sampai lupa kalau elemen sihir utamanya adalah api. "Neenash jawab aku! Neenash!""Aku di sin- ugh!"Lady Neenash meringis. Kakinya terasa ngilu. Meskipun jatuh di tumpukan daun, rupanya kakinya tetap terkilir. Dia mencoba berpindah posisi sambil meraba dinding lubang. "Ugh!" Lady Neenash kembali terduduk. Nyeri di kakinya semakin menjadi-jadi. Dia bahkan merasa tak kuasa menjawab panggilan panik Pangeran Sallac. Tiba-tiba cahaya hangat berpendar. Wajah manis Louvi terlihat. Akhirnya, mereka bisa saling menemukan. Ternyat
Pangeran Sallac melompat lebih dulu ke hadapan Lady Hazel. Gerakannya masih cukup gesit meskipun kelelahan. Belati terhunus siap melukai gadis bermata cokelat almond tersebut. Srat! Trang! Belati Pangeran Sallac menghantam lempengan besi di lengan Lady Hazel. Tak hanya sampai di situ, perisai besi itu juga melepaskan 12 jarum beracun secara otomatis. Beruntung, Pangeran Sallac memiliki gerak refleks yang bagus, sehingga sempat menghindar. "Ck! Sial*n!" umpat Pangeran Sallac. "Itu salah Anda yang menyerang tiba-tiba," gerutu Lady Hazel sembari menekan tombol dan mengembalikan perisai besi ke bentuk gelang. Perisai besi itu memang akan langsung aktif saat mendeteksi bahaya di sekitar. Lady Hazel memasang batu sihir yang dibeli dari menara sihir untuk menimbulkan efek tersebut. Dia juga membuatnya dengan bentuk tidak mencolok dan hanya terlihat seperti aksesoris biasa. "Saya sudah menolong Anda. Kenapa saya malah diserang?" gerutu Lady Hazel lagi. Dia melotot sambil berkacak pingg
"Jadi, kau benar-benar ingin menjebak kami? Kau kaki tangan gadis bermuka dua itu, hah?" gertak Pangeran Sallac. Belatinya kembali terhunus. Beruntung, Louvi sempat memegangi Pangeran Sallac sebelum bertindak anarkis. Sementara Lady Neenash berada dalam kebimbangan. Rasa simpati karena penderitaan Lady Hazel bercampur dengan kecurigaan. Sementara itu, wajah Lady Hazel memerah. "Saya tidak seperti itu!" protesnya. "Justru karena Cherrie berubah, makanya saya jadi memberontak dan tidak mau membuatkan Count Searaby alat-alat lagi.""Berubah?" celetuk Lady Neenash dengan kening berkerut. Raut wajah Lady Hazel berubah sendu. Ada rasa kecewa yang sangat besar terpancar dari sorot matanya. Lady Neenash dan Louvi bahkan merasa ikut sakit hati. Hanya Pangeran Sallac yang tetap memasang raut wajah sinis. Tatapan Lady Hazel menerawang. Tangannya mengepal kuat. Dia menggigit bibir beberapa kali sebelum mulai berbicara kembali. "Dulu, dia anak yang manis dan polos. Bahkan ketika Count Searaby
"Kalung itu ... memiliki kekuatan suci meskipun hilang timbul. Mungkin karena itulah saya tidak bisa merasakannya sejak awal," tutur Louvi dengan raut wajah serius."Apa mungkin karena sebelumnya dipakai oleh adik saya? Tapi ... kenapa dia malah ingin membuangnya?" celetuk Lady Hazel sembari mengusap kalungnya."Soal itu ...."Louvi tak melanjutkan kata-katanya. Dia mengelus dagu dan tampak berpikir keras, hingga mendadak tersentak. Pendeta muda itu refleks memukul kening."Ah, jadi begitu ... sekarang bisa dijelaskan sungguh kasihan sekali," gumamnya dengan ucapan tak jelas."Jadi, apanya yang bisa dijelaskan, Tuan Louvi? Tolong beritahu kami dengan jelas," cecar Lady Neenash tak sabaran."Ah, maaf. Jadi kalung Lady Hazel ...."Mereka menunggu dengan tegang. Namun, Louvi malah terdiam seolah-olah tak ingin memercayai pemikirannya sendiri. Akhirnya, Pangeran Sallac kehabisan kesabaran. Dia mencengkeram kerah jubah Louvi dengan mata melotot."Hei, Louvi jangan membuat kami menunggu sep
Kabut hitam melingkupi tubuh Lady Neenash. Gadis itu tetap terlelap, tetapi dengan wajah meringis. Semakin lama, dia tampak semakin tersiksa dan mulai kesulitan bernapas. Lady Neenash memegangi lehernya seperti tengah membela diri ketika dicekik seseorang."Akhh ... ugh ... to-long ...."Saat Lady Neenash hampir kehabisan energi, kalung Lady Hazel bersinar. Bola-bola cahaya keluar dari benda itu, lalu menyelimuti Lady Neenash. Kabut hitam dan bola cahaya saling bertarung, berebut kekuasaan."Syukurlah, kekuatanku masih bisa sedikit digunakan. Aku harus mengenyahkan sihir hitam ini." Suara merdu yang tak asing mengusik telinga Lady Neenash.Dia perlahan membuka mata. Silau. Lady Neenash kembali terpejam. Kehangatan terasa melingkupi tubuh, tetapi kadang tergantikan oleh rasa dingin yang mencekik."Bertahanlah, Lady. Aku akan segera mengusir kiriman iblis busuk ini," bisik suara familiar itu lagi.Lady Neenash benar-benar penasaran. Suara merdu itu tidak asing. Dia seperti seringkali me
Saat mata Lady Neenash terbuka sempurna, wajah tampan Pangeran Sallac langsung menyambutnya. Lady Neenash hanya bisa terbengong-bengong saat dipeluk dengan erat. Setelah puas memeluk, Pangeran Sallac menatap dalam sembari memegangi pipi Lady Neenash dengan kedua tangan. "Kamu lagi-lagi membuatku khawatir. Apa kau tahu jantungku ini bisa saja berhenti berdetak karena terlalu takut?" bisik Pangeran Sallac lembut.Louvi dan Lady Hazel kompak terbatuk. Lady Neenash yang tadi terhanyut suasana seketika merona. Dia mendorong pelan dada Pangeran Sallac agar sedikit menjauh. Tak ayal, Pangeran Sallac melotot pada dua pengganggu momen romantisnya."Ayo kita kabur, Tuan Louvi! Sepertinya, seseorang akan menelan kita bulat-bulat," ledek Lady Hazel sembari berpura-pura keluar dari kamar."Tidak, tidak, kita harus tetap di sini. Saya tidak mau ada yang terbawa suasana dan harus dinikahkan mendadak," timpal Louvi."Lady Hazel! Tuan Louvi!" seru Lady Neenash kesal. Pipinya semakin merona. Dia memu