Menyisipkan rambutnya ke belakang daun telinganya. Helena tersenyum menyapa mereka, dengan caranya seakan malu-malu di depan mereka semua.
Semua orang tampak tercengang melihat kedatangannya, tak ayal mereka seperti itu bila selama ini saja Helena mereka ketahui lagi dirawat di rumah sakit jiwa karena kesehatan mentalnya terganggu dan ada rumor beredar juga bila Helena memiliki penyakitit bipolar yang sukar mengendalikan emosinya jika wanita muda itu sudah marah.“Helena ... putriku?” Malvin mengerjapkan kedua matanya dan menggosok matanya dengan kedua tangannya hampir tak percaya putrinya satu-satunya, Helena, akan muncul di acara dinner yang dibuatnya. Selain itu, kapan putrinya sudah sembuh? Mengapa ia tidak mengetahuinya?Alex yang berada dekat duduknya dengan sang Ayah, memberikan bisikan pada pria setengah baya itu, “Itu Helena, Ayah. Aku sengaja tidak memberitahukannya ke Ayah tadi jika adikku sudah pulang karena aku melihat betapa sibuknya Ayah sejak tadi.”Tak membalas, Malvin memutuskan untuk beranjak dari duduknya, berjalan dengan langkah gontai menghampiri putri bungsu kesayangannya. “Helena putriku.” Ia memberikan pelukan hangat padanya, pelukan yang memiliki arti terdalam bahwa betapa rindunya ia pada sosok belahan jiwanya ini, di depan semua orang yang tengah hadir dalam acara dinnernya. Tak peduli diperhatikan seperti itu, rasa rindunya terhadap Helena membuatnya mengabaikan semuanya.Helena tentu tertegun dengan apa yang dilakukan Malvin secara tiba-tiba memeluknya begini. Dipeluk temannya sendiri seerat ini, biasanya hanya pelukan singkat saja, rasanya membuatnya begitu canggung. Walaupun kini ia bukan sosok Helena yang dikenali Malvin sebagai temannya, melainkan menjadi Helena yang jiwanya bersarang di tubuh putrinya. Siapa yang akan mengetahui itu? Sekalipun terdapat perubahan dalam dirinya, mereka pasti akan mewajarkannya. Tak akan ada siapapun yang mencurigainya sebagai Helena Jones, sang Mafia yang terkenal berbahaya yang hanya segelintir orang saja yang mengenalnya dan Malvin Daswon termasuk list teman terdekatnya.“Ekhem, A-ayah … ”Helena berusaha memanggilnya. Tangannya terangkat, sebenarnya ingin menyingkirkan Malvin yang memeluknya cukup lama.Bukannya menyingkir Malvin malah menanyainya lirih, “Kenapa tidak bilang dengan Ayah kamu sudah sehat, sayang?”Awalnya Helena ingin membalasnya lembut. Tetapi ia mengingat bagaimana Malvi. yang membiarkan putrinya dirawat di tempat buruk itu atas saran kedua istrinya yang diketahui Helena, mereka membencinya begitu dalam karena mereka berdua takut kalah saing dengannya, mau bagaimana pun juga, mereka berdua ibu tiri Helena.Helena menarik miring bibirnya seraya berkata, “Untuk apa? Bukankah Ayah lebih senang aku di sana.”“He-helena … ” Marvel terperangah dengan kata-kata Helena. Ia lantas melepaskan pelukannya dari putrinya itu, menatapnya sungguh lekat sambil beralih memegang kedua lengan Helena. “Kenapa kamu berpikir seperti itu? Ayah … ” tanyanya pelan.“Tidak perlu menjelaskannya,” tukas Helena. “Aku sudah mengetahui alasannya. Karena hari ini hari kepulanganku. Tolong, jangan rusak suasana hatiku. Tidak inginkan aku pergi dari sini?”Helena berani mengatakan itu karena menurut ingatan yang muncul di kepalanya, Malvin begitu menyayangi Helena dan tak mungkin marah mendengarnya. Malah, itu perkataan yang menyayat hatinya. Malvin menjadi menurunkan tangannya yang memegang kedua lengan tangan Helena, lemas putrinya yang berhati lembut dan tak pernah sekalipun menunjukkan kebencian padanya akan kecewa besar padanya karena keputusannya di waktu itu.Helena melangkah ringan melewati Malvin yang diam mematung merenungi diri.Ketika itu, ketiga kakak laki-laki Helena pada mendekatinya, termasuk salah satunya Alex.“Aku memang sudah yakin di malam itu mimpiku tidak salah, adikku pasti akan kembali lagi,” ujar Vincent Dawson kakak termuda Helena yang jarak lahirnya dengan Helena hanya berbeda setahun saja. Dan dia itu sangat mempercayai mimpinya yang memang selalu nyata terjadi.Michael kakak kedua Helena memberikan pukulan pelan di kepala Vincent dan memberikan teguran padanya, sembari tangan jahilnya mengacak rambut Vincent yang sudah klimis, “Jangan seperti itu, Helena tidak nyaman kamu membahas itu,”“Aku sudah lelah di salon hanya untuk merapikan rambut ini, kau malah seenak jidat mengacak-acaknya … ”Berusaha mengelak dari Vincent yang pasti akan panjang lebar mengomelinya, Michael putuskan mendekati Helena sambil tersenyum manis. “Bahagia rasanya melihatmu kembali adikku.”“Hm.” Helena bingung meladeninya seperti apa. Tersenyum dan berdahem itulah satu-satunya solusinya.“Apa kami membuatmu tidak nyaman?” Michael merasakan itu.“Kentara ya?” celetuk Helena melebarkan senyumannya dengan sempurna sambil garuk-garuk pipinya, yang seketika membuat wajah Michael dan kedua kakak Helena lainnya, melihatnya wajah mereka langsung blushing.“Hentikan! Jangan senyum selebar itu Helena,” ujar Michael memajukan tangannya, menunjukkan telapak tangannya, menyuruh Helena berhenti tersenyum, tentu saja membuat Helena menghilangkan senyuman itu, penuh tanda tanya menatap Michael, pria datar yang dilihat sepertinya nihil menunjukkan senyumannya dilihat dari bentuk wajah Michael dan matanya yang dingin tanpa harus diekspresikan lagi. “Jangan salah sangka, aku hanya tidak ingin ada orang lain yang tak berhubungan denganmu melihatmu tersenyum.”Perkataannya jelas seolah-olah menyindir Evan yang sedari tadi tak menghindarkan tatapannya dari arah Helena, begitupun dengan Delina, tapi keduanya memiliki arti yang berbeda menatap Helena sampai tak saling menyadari satu sama lain saling menatap Helena.“Kenapa?” Alis kanan Helena terangkat.“Senyuman kamu itu mahal, tersenyumlah pada kami-kami saja, jangan orang lain,” sahut Alex yang mendekat juga dengan merangkul bahu Vincent yang kelihatan badmood.“Mari duduk bersama kami.” Michael menjulurkan tangannya ke arah Helena kembali, mengajak Helena jalan bersamanya menuju ke meja makan, di tengah di antara mereka duduk, sehingga banyak yang pada berpindah posisi duduk karena satu kursi diberikan ke Helena.Evan yang terus memperhatikan Helena berharap juga diperhatikanya, saat itu Michael yang menyadarinya, meliriknya tajam, hingga Evan menghindarinya pilih menatap ke lain arah.Delina yang mendapatkan tatapan dingin dari ketiga kakaknya Helena, terpaksa tersenyum semanisnya, berusaha menutupi rasa bencinya dari Helena.Sedangkan Malvin yang sudah kembali duduk kelihatan muram dilihat kedua istrinya. Mereka langsung paham apa yang terjadi, langsung membuat mereka sinis menatap Helena yang sudah mengambil duduk di dekat putra-putra mereka, dan bila putra mereka melihatnya, reaksi mereka diubah lebih ramah demi menutupi kebencian besar ini.“Awas kamu Helena. Jangan kira kamu bisa tenang kembali ke sini lagi.” Brianna diam-diam mengepalkan tangan dan membatin dengan niat busuknya lagi. Wanita itu istri pertamanya Malvin dan sekaligus ibunya Alex.Helena sadar bagaimana tatapan mereka semua atas kehadirannya di sini. Terkhususnya para pembencinya. Pasti sudah muncul ribuan cara agar ia bisa disingkirkan kembali. Meski mengetahui hal itu, Helena masih bersikap tenang seperti biasa menjadi dirinya sendiri.Helena tersenyum pada mereka bergantian dan tanpa sepengetahuan tengah memikirkan, “Aku akan menantikan kalian menunjukkan taring di depanku, dan bersiap-siaplah dengan apa yang akan kulakukan selanjutnya kepada kalian. Sekarang aku, Helena Jones yang akan kalian hadapi.”Ckiitt! “Helena, mau kemana?” Mendengar decitan kursi dimundurkan ke belakang oleh sang adik perempuannya. Alex seketika menoleh, menanyainya. “Mau ke toilet sebentar,” balas Helena tenang, dengan kedua tangannya menjinjing dress yang dikenakannya, berhati-hati agar tak menyangkut di saat ia akan berjalan keluar. “Cepatlah kembali,” pesan Alex padanya. Helena mengangguk ringan serta membalasnya, “Iya.” Setiap gerak-gerik yang dilakukan Helena, banyak sekali pasang mata terus mengintainya. Bahkan di saat wanita itu beranjak. Banyak yang sebagian dari mereka bertanya-tanya karena tak mendengar pembicaraan pelan dan singkat yang dilakukan Helena dengan Alex. “Ke mana dia?” Delina merasa penasaran Helena pergi begitu saja. Dari sejak tadi pun ia sudah tak tenang, makan saja hanya beberapa suap, dan berkali-kali mencuri padang ke arah Helena yang asik santai menyantap daging steak di piringnya dan ketika Helena berdiri dari duduknya. Rasa penasarannya memuncak, ia begitu ingin tahu a
“Helena ... ?!” Michael, Vincent dan Malvin terkesiap bangkit dari duduknya. Ketiga pria itu sama-sama mendekati Helena yang bahunya dipegangin Alex, saking takutnya lelaki itu bila adiknya itu akan terjatuh pingsan. Sedangkan tindakan yang dilakukan Michael, mengambil tisu untuk mengelap darah di bibir, pipi serta telapak tangan Helena, lalu kemudian Vincent mengambil segelas air minum untuk membantu meredakan batuk berdarah Helena. Helena menerimanya, dibantu Vincent memegangi gelasnya. Setelahnya mereka membantu Helena duduk di kursi dengan hati-hati. Begitu memperlakukannya layaknya permata yang berharga. “Ayah akan siapkan mobil, kita ke rumah sakit sekarang.” Malvin berkata pada mereka, Helena mendengar itu seketika menoleh. “Jangan!” bantah Helena. Sontak membuat mereka memandanginya, terkejut. Malvin yang sempat akan melangkah itu. Berbalik kembali menatap sang putri. “Helena, kamu batuk berdarah loh. Bagaimana jika itu membahayakanmu? Ayah takut kamu kenapa-napa, saya
Tock! Tock! Tock! Pintu terketuk tiga kali, semulanya Helena yang sibuk menyisir rambut hitam panjangnya yang tergerai lurus sampai sebatas pinggangnya, sembari Helena menatap cermin yang ada di depannya dengan posisi dirinya berdiri. Mendengar suara ketukan pintu, lantas Helena mengalihkan wajah, sambil berujar, “Masuk.” “Selamat pagi Nona muda.” Sofia menyapa hormat Helena setelah masuk ke dalam dan menutup kembali pintunya, lalu sedikit ia membungkukkan tubuhnya. “Pagi,” balas singkat Helena, terasa enggan bicara saat masih pagi begini. Sofia menatapnya dengan wajah terpasang rumit. Helena melihat itu mengerut penasaran. Ia pun bertanya, “Kenapa menatapku seperti itu?” “Nona muda, bagaimana dengan kondisi Anda?” tanya Sofia. “Kau lihat saja sendiri sekarang seperti apa kondisiku,” balas Helena yang tak terdengar memuaskan bagi Sofia. Helena menyadari itu, raut wajahnya tak bisa membohonginya. Sofia masih begitu penasaran dengan kondisinya. “Terkadang penampilan sering menipu,
“Kak Michael, kau sedang apa di sini?” Vincent melontarkan pertanyaan pada pria itu, yang kini mengalihkan pandangan ke arahnya. Bukan! Melainkan ke arah Helena yang berada di belakang Vincent, memastikan bila sang adik tak bereaksi berlebihan setelah ia bertindak kasar kepada laki-laki yang sangat disukainya. Itu menurut apa yang diketahui Michael selama ini. “Menemui adik perempuanku, sepertimu,” balasnya singkat kemudian itu ia berjalan menghampiri Helena yang berada di belakang Vincent, tengah menatapnya begitu datar, seakan tak ada nyawa di dalam diri wanita muda itu. Michael yang sudah berada di hadapan Helena, lantas berujar lembut padanya, “Aku melakukan itu demi kamu, sekalipun kamu akan melarangnya, sebagai seorang kakak, aku tidak akan membiarkan laki-laki busuk sepertinya, mendekatimu. Kamu boleh marah padaku, aku akan terima, tapi aku tidak akan membiarkanmu dekat dengannya lagi untuk kali ini.” Mata Helena yang menatap manik coklat dingin itu, sampai hampir lupa berk
“Nona muda, sepertinya tempat ini tidak cocok dengan Anda,” ragu Sofia melihat sekitarnya. Kini ia dan Helena berada di tempat nge-gym. Tempat di mana para orang-orang yang sangat peduli dengan kebugaran dan kesehatan tubuhnya berkumpul. Dan apalagi sekarang weekend, suasana di tempat ini menjadi begitu ramai. Banyak beragam kalangan berada di sini, baik dari muda, maupun sampai tua sekalipun. Tak seperti pikiran Sofia, Nona muda-nya akan mengurungkan niat kembali setelah berada di sini. Helena yang dilihatnya malah begitu tampak menunjukkan binar semangat di kedua matanya. “Sudah lamanya tidak di sini~ ” ucap Helena tanpa sadar ada Sofia di situ dapat mendengarnya. “Sudah lama?” Sofia mendekatkan wajahnya ke arah Helena sambil memegangi gagang kacamatanya. “Nona muda pernah ke sini?” ‘Sial! Keceplosan ... Ah~ harusnya aku lebih berhati-hati lagi menjaga ucapanku. Aku harus ingat di tubuh siapa sekarang.’ Helena memarahi dirinya sendiri yang asal berucap di tengah ada Sofia, pela
Helena terperangah. “Ka-kamu ... ?” Melihat siapa sosok yang ditabraknya, wanita itu sampai tak bisa mengendalikan lagi reaksi terkejutnya. Bahkan jari telunjuk tangannya mengacung menunjuk pria di depannya. “Roky.” “Ck!” decak pria yang ditabrak Helena tersebut, pilih abai, berjalan melewatinya. “Hah?” kaget Helena pria tersebut asal melewatinya, bak ia arwah yang tak dilihatnya. “Dia mengabaikanku?” Helena merasa heran mematung di situ. “Nona muda! Anda baik-baik saja ‘kan?” Sofia menghampirinya, datang memperhatikan setiap tubuhnya bila-bila ada yang terluka. Plak! ‘Ada apa denganku? Hais~ bisa-bisanya aku jadi pelupa begini.’ Sofia terkejut Helena menampar pipinya sendiri, sudah begitu kuat sekali dan bisa dipastikannya sebelah pipi Helena yang ditampar itu menjadi memerah. “Nona muda, Anda sakit?” tanya Sofia mencondongkan wajahnya sampai Helena memundur terlonjak dibuatnya. “Sofia! Sudah kukatakan jangan dekatkan wajahmu seperti ini!” bentak Helena kesal sekali. Helena k
“Kamu ini ya, masih saja tidak pernah berubah! Mata sudah baik-baik terpasang, tidak pernah digunakan dengan baik fungsinya! Selalu, setiap ada kamu apapun yang kubawa pasti jatuh! Sengaja ‘kan kamu? Tidak begitu sukanya ‘kah kamu sampai seperti itu padaku?!” hardik wanita itu menunjuk wajah Helena yang tertunduk, geram. Sofia melihat itu, menarik tangan Helena sampai wanita itu berada di belakangnya. “Nyonya Brianna, mohon maaf atas kesalahan Nona muda. Saya akan membereskannya, tolong jangan memperpanjang masalahnya. Mohon mengerti keadaan Nona muda sekarang,” kata Sofia mencoba membujuk Brianna Davies wanita yang merupakan istri pertama Malvin Dawson. Ia juga ibunya Alex dan juga Michael. “Kamu kira saya sepemaaf itu?” celetuknya memicing sinis dan dengan angkuhnya melipat kedua tangannya di dada. “Jangan kamu pikir dispesialkan menjadi pelayan di sini oleh suamiku, bisa bertindak seenaknya kamu. Pelayan tetaplah pelayan, tidak ada hak kamu ikut campur dengan masalah saya dan putr
“Apa yang terjadi?” Malvin memalingkan wajahnya ke samping yang di mana Helena berdiri di situ, tengah menatap Sofia yang berada di ambang pintu akan melangkah keluar. Seakan keberadaan Malvin seperti tak dilihatnya di situ. Wajah Malvin yang semulanya terlihat cerah seketika berubah suram. ‘Putriku masih tidak memaafkanku?’ pikirnya merenung sedih. “Sofia, aku memanggilmu,” ujar Helena dengan suaranya mengeras. Mendengarnya, Sofia perlahan memutar tubuhnya dan menunduk tak berani mengangkat wajahnya. “Ayah.” “Ya sayang.” Mendapatkan panggilan dari Helena, Malvin yang tadinya murung, langsung saja menyahutnya dengan cepat disertai senyumannya yang mengembang sempurna. Helena merasa tak nyaman sendiri melihatnya. Sungguh, ia tak terbiasa dengan sikap lembut Malvin yang seperti ini ditambah lagi pria itu menggunakan panggilan manis dengannya. “Apa selama ini pelayan di sini diperlakukan tidak semestinya?” “Tidak, kenapa kamu mempertanyakan itu?” Malvin mengurutkan dahinya. Helen