Share

Bab 7 Ada Darah!

Ckiitt!

“Helena, mau kemana?”

Mendengar decitan kursi dimundurkan ke belakang oleh sang adik perempuannya. Alex seketika menoleh, menanyainya.

“Mau ke toilet sebentar,” balas Helena tenang, dengan kedua tangannya menjinjing dress yang dikenakannya, berhati-hati agar tak menyangkut di saat ia akan berjalan keluar.

“Cepatlah kembali,” pesan Alex padanya.

Helena mengangguk ringan serta membalasnya, “Iya.”

Setiap gerak-gerik yang dilakukan Helena, banyak sekali pasang mata terus mengintainya. Bahkan di saat wanita itu beranjak. Banyak yang sebagian dari mereka bertanya-tanya karena tak mendengar pembicaraan pelan dan singkat yang dilakukan Helena dengan Alex.

“Ke mana dia?” Delina merasa penasaran Helena pergi begitu saja. Dari sejak tadi pun ia sudah tak tenang, makan saja hanya beberapa suap, dan berkali-kali mencuri padang ke arah Helena yang asik santai menyantap daging steak di piringnya dan ketika Helena berdiri dari duduknya. Rasa penasarannya memuncak, ia begitu ingin tahu apa yang dilakukan Helena.

Mulutnya yang sudah terasa gatal berniat menanyainya secara langsung dengan kakak tertua Helena.

Namun, ketika itu Malvin lebih dahulu berbicara pada putra sulungnya tersebut. “Helena akan ke mana, Alex?”

Suara Malvin yang terdengar jelas oleh semua orang di sini, mampu mengalihkan pandangan mereka yang semula sibuk menikmati hidangan nikmat yang tersaji di meja. Beralih menatap Malvin semua.

“Emang Helena ke mana kak?” Vincent turut menimpalinya juga. Bisa-bisanya Vincent tak menyadari sang adik pergi.

Kalau Michael ia jelas mengetahuinya, sehingga ia tak terlalu ingin tahu lagi seperti Vincent dan ayahnya.

“Hanya ke toilet,” kata Alex menjawab pertanyaan mereka semua.

Pyarr!

“Auh~ !” ringis Delina tiba-tiba mengagetkan mereka. Evan di sebelahnya sampai melihatnya cemas.

“Delina, apa yang terjadi?”

Delina? Mendengar kekasihnya memanggilnya dengan namanya langsung. Delina menatapnya dengan perasaan tak nyaman, seakan itu memberikan jarak antaranya.

Evan tak melihat Delina menatapnya begitu, ia lebih peduli dengan lengan wanita manis itu yang terluka, terkena goresan gelas kaca yang terjatuh.

Pakaiannya sampai terkena noda warna merah dari minuman mengandung kadar alkohol tersebut.

“Kamu ini harusnya lebih berhati-hati, tangan kamu jadinya terluka ‘kan,” cecar Evan sambil mengambil tisu untuk membantu membersihkannya, hati-hati.

Mendengar cecaran Evan, dahi Delina mengerut. “Kok kamu nyalahi aku sih?”

Evan mengangkat wajahnya, netra biru lautnya itu memandang Delina tajam. “Jadi mau nyalahi siapa? Ini juga salah kamu yang ceroboh, bukan?”

Delina sangat ingin membalas Evan dengan ribuan makian tanpa henti. Tapi kini ia harus tahan, bukan waktunya ia melakukan hal yang tak berguna itu.

Kebetulan ia sudah sedikit kotor begini. Delina bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk ke toilet juga menyusul Helena.

“Aku mau ke toilet saja, singkirkan tanganmu itu,” ujar Delina pelan namun sangat terdengar tegas.

Evan menarik tangannya yang memegang pergelangan tangan Delina. Ntah mengapa sekarang ia merasakan sesuatu yang berbeda dari diri kekasihnya itu. “Ada apa dengannya?”

Berjalan di koridor, tak menyembunyikannya lagi. Sepuasnya Delina meluap-luapkan kekesalannya yang sempat tertahan, “Ish! Kenapa dia bodoh sekali sih?! Seharusnya lebih ngertiin dong. Itu apa tadi? Bukannya mengerti, malah semakin membuatku merasa kesal ... ah~ bisa-bisanya aku menyukai pria idiot sepertinya,” desah Delina memijit pangkal hidungnya.

Sampai di toilet, Delina mengira Helena ada di dalam dan sudah menyiapkan wajah palsunya lagi. Tapi malah ia tak mendapati Helena di sana. “Dia di mana?” pikirnya berjalan masuk, menelisik sekitarnya yang tak ada Helena di dalam.

Tersadar akan sesuatu, Delina seketika menepuk jidatnya. “Astaga, bisa-bisanya aku melupakannya, ini mansion besar, tidak hanya satu toilet di sini.”

Kenapa ia jadi bodoh sekarang? Apa ini efek ketularan Evan bodoh itu?

Karena sudah di sini. Delina bersihkan dulu pakaiannya yang terkena noda. Sulit dibersihkan, karena pakaiannya kuning cerah yang begitu pas sekali dikenakannya. Tapi juga mudah kotor.

“Kenapa sulit hilang sih?!” gregetnya sendiri.

“Itu kamu bersihkan pakai air saja, ya gimana bisa hilang.” Ada tangan yang menjulurkan sabun di depannya.

Delina mengambilnya, tak sempat melihat siapa yang memberikannya itu, saking fokus sekali mengucek pakaiannya itu. Setelah melihat noda itu menghilang. Senyuman kemenangan ditunjukkan Delina sambil wanita itu berputar menatap pemberi sabun itu. “Terima ... ”

Delina menggantung ucapannya. Tertegun dengan siapa yang dilihatnya, sampai lupa mengatur ekspresinya yang begitu terkejut dengan bola matanya membulat lebar.

“Aku bukan hantu, jangan melihatku seperti itu,” celetuk Helena mengerucutkan bibirnya.

Wanita berdress biru mengkilau itu, berdiri menyender dinding dengan bersedekap dada.

Detik selanjutnya, Delina memeluk Helena dengan seruan, “Helena! Aku sangat merindukanmu!”

Apa yang dilakukan Delina membuat Helena memandang dirinya lewat kaca di depannya, menunjuk muka muak serta umpatan dalam hati, “Bilang aja ingin aku mati sialan!”

Delina sendiri hanya menunjukkan mulut manisnya, wajahnya yang tak dilihat Helena, seperti Helena sama-sama merasa muak sendiri. Dan seperti dugaan Helena, ia sangat menginginkan kematiannya. Delina membatin, “Kenapa kau tidak mati saja, Helena? Racun yang kuberikan di makananmu, harusnya sudah bereaksi. Kenapa kau malah masih hidup? Tsk, apa aku salah membeli racun?”

“Delina, dressku bisa basah juga kau memeluknya begitu lama,” tegur Helena, yang sudah tak tahan dipeluk begitu, tangannya yang terasa gatal ini ingin sekali mencekiknya, menghabisinya langsung di sini. Tapi, itu takkan seru jika begitu cepat selesainya.

“Aku lupa itu, saking senangnya aku melihatmu kembali lagi.” Delina menyengir kuda, seakan canggung dengannya. Padahal beda dengan isi hatinya, “Baguslah kau suruh aku. Rasanya menjijikkan memelukmu. Ck, aku begitu benci kau ada di sini!”

“Sepertinya aku tidak bisa lebih lama ngobrol denganmu. Aku harus kembali ke acara dinner, kakakku pasti sudah cemas mencariku.”

“Ah, sayang sekali~ kapan-kapan kita ketemuan lagi ya Helena. Aku masih rindu kamu~ ” Delina menunjukkan wajahnya yang diimut-imutkan.

Helena mengangguk dan tersenyum sebelum pergi. Saat sudah keluar, Helena hampir muntah sendiri tadi melihatnya. “Haah ... ternyata bukan hanya makanan saja yang mampu membuatku mual, wajah menjijikkan itu ... ugh! Perutku merasa diaduk-aduk.” Helena mengelus-elus perutnya dan memegangi mulutnya agar tak muntah di sini.

Saat kembali memutuskan duduk di dekat kedua kakaknya. Helena tampak dipandang mereka heran.

“Kenapa wajah kamu jadi pucat?” tanya heran Michael.

Malvin mendengarnya penasaran melihat teliti wajah putrinya dari jaraknya yang tak cukup nampak untuk jelas melihatnya.

Ia tak tenang di situ. Perasaannya berkecampuk, bila sesuatu terjadi lagi pada Helena, dan ia tidak bisa bertindak membantunya, ia pasti akan menjadi seorang Ayah yang paling menyesal sendiri.

“Duduklah di sini.” Alex berdiri, mempersilahkan Helena duduk.

Helena mengangguk. Sebelum akan menjatuhkan bokongnya, duduk. Helena tiba-tiba saja berbatuk-batuk, mengejutkan Alex di situ, bukan hanya hanya Alex saja, tapi semua orang melihatnya, termasuk Malvin. Keterkejutan itu berlanjut lagi. Tangan Helena yang menutup mulutnya, menghalangi suara batuknya ... ada darah!

“Helena!” spontan keempat pria yang begitu menyayangi Helena terkesiap melihatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status