Home / Romansa / Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi / Kebangkitan di Halaman Jenderal

Share

Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi
Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi
Author: Jimmy Chuu

Kebangkitan di Halaman Jenderal

Author: Jimmy Chuu
last update Last Updated: 2025-09-07 22:24:31

Malam itu, tubuh Elena tergeletak di halaman rumah Jenderal Arka Wirawan, rambutnya kusut seperti tinta tumpah. Bulan sabit menggantung tajam di langit, menerangi wajah yang disangka mayat.

Namun kelopak matanya perlahan terbuka, dan ia mendengar jelas bisikan mereka yang yakin ia sudah tidak bernyawa.

Kesadaran datang seperti bilah baja yang membelah gelap. Nyeri singkat menghantam kepalanya lalu reda, berganti kejernihan asing yang menusuk.

Sejenak sebelumnya, di tempat yang sangat jauh, di waktu yang berbeda, tahun 2025, seorang dokter farmasi bernama Elena Wirawan ambruk di laboratoriumnya. Wanita yang bulan lalu baru saja memenangkan kejuaraan dunia beladiri itu tiba-tiba saja berhenti bernapas.

Serangan jantung mendadak, begitu diagnosis rekan-rekannya, meski tidak ada yang percaya tubuh sekuat itu bisa menyerah begitu mudah.

Tapi kematian ternyata bukan akhir dari segalanya. Entah bagaimana, jiwa sang juara itu terseret melintasi waktu, menembus batas yang tidak bisa dijelaskan logika, dan mendarat tepat di saat gadis sembilan belas tahun bernama sama, Elena Wirawan, yang menghembuskan napas terakhirnya.

Gadis malang yang diracun perlahan dengan arsenik oleh keluarganya sendiri.

Kini jiwa dari masa depan itu menempati tubuh dari masa lalu. Elena bukan lagi gadis lemah yang mereka hina, melainkan jiwa baru yang bangkit di tubuh lama, membawa tekad untuk membalikkan naskah yang sudah ditulis atas namanya.

"Sudah waktunya." Suara Maya Tanaka terasa halus dan dingin sekaligus. "Bunga yang layu sebaiknya dipetik sebelum mencemari taman."

Cahaya obor memantul di gaun hijau emerald Maya. Senyum di bibirnya tampak tipis, seolah belas kasih, padahal mata itu tenang seperti permukaan danau yang menutup bangkai.

Di sisi lain berdiri Lina Tanaka, kepala sedikit miring, jemari menyentuh ujung kipas yang tidak ia butuhkan malam ini.

"Ayah akan merasa lebih tenang bila rumah ini dijaga oleh mereka yang kuat dan berguna." Ucapannya terdengar seperti doa, padahal lebih dekat pada doa syukur atas kejatuhan orang lain.

Tidak jauh dari situ, Diana Aditya menunduk. Pelayan yang telah dua dekade menyusuri lorong-lorong rumah ini menahan getar suaranya. "Nyonya, apakah saya perlu menyiapkan cerita yang sesuai untuk Tuan Jenderal?"

"Kau paham kebutuhan rumah ini, Diana." Maya tidak menoleh. "Katakan saja putri itu lalai pada lentera. Api tidak menyukai kecerobohan."

Di gerbang kebun yang menutup halaman, Rian Santoso berdiri tegap. Mantel pengawal menggantung rapi, pedang di pinggangnya memantulkan sinar.

"Ketenangan malam ini akan saya pastikan, Nyonya." Kata-katanya tertata, tapi tatapannya tidak berani menyentuh tubuh yang terbaring.

Elena mendengar nama-nama itu bergema. Maya, Lina, Diana, Rian. Setiap suku kata datang membawa ingatan asing yang masuk begitu saja seperti hujan di tanah kering. Ingatan gadis yang tubuhnya kini ia tempati mengalir deras, bercampur dengan ingatannya sendiri dari tahun 2025.

Kilasan lain menyergap. Sirene laboratorium, cahaya putih yang pecah, sejenak hampa, lalu kesadaran baru yang tajam di tempat yang sama sekali berbeda.

Dr. Elena Wirawan, ahli farmakologi sekaligus atlet beladiri peraih podium dunia, kini berada dalam tubuh gadis sembilan belas tahun yang ironisnya memakai nama yang sama, Elena Wirawan. Luka dan aib gadis itu, kini juga menjadi miliknya.

Ingatan menyeruak. Elena lama adalah anak sah dari istri pertama. Ibunya mati diracun dengan arsenik oleh selir yang kemudian naik menjadi nyonya utama. Maya Tanaka, wanita yang kini berdiri di hadapannya dengan obor di tangan, adalah pembunuh ibunya. Dan Lina, gadis yang memanggil Elena dengan sebutan kakak, adalah anak bawaan Maya yang kini menduduki posisi yang seharusnya milik Elena.

Sejak kematian ibunya, segalanya terbalik. Anak bawaan selir menduduki kursi utama, sementara Elena tersingkir, dihina diam-diam, dipaksa meneguk teh beracun, dan setiap hari menghadapi senyum palsu yang menyembunyikan kebencian. Hingga malam ini, mereka pikir racun arsenik yang mereka berikan perlahan-lahan akhirnya berhasil membunuhnya.

Kini Elena tahu pasti, rumah besar ini bukan tempat aman, melainkan sarang penindasan. Setiap cangkir teh adalah ancaman, setiap senyum adalah kedok, dan setiap perintah sopan hanyalah cara halus untuk merendahkannya.

Maya mengangkat obor lebih tinggi. Api itu bergoyang, bayangannya memanjang di dinding batu seperti lidah yang hendak menjilat.

"Tidurlah, anakku. Dunia ini terlalu berat untuk pundak yang halus."

Lina menunduk sambil merapikan gaunnya. "Ia tampak damai, Ibu. Mungkin ini jalan yang terbaik."

Diana meletakkan kaleng minyak kosong di dekat tubuh Elena. "Semua sudah siap," bisiknya. Rian hanya diam, tapi sepatu botnya sempat bergerak, lalu berhenti lagi.

Tiba-tiba Elena menarik napas panjang. Bahunya terangkat, matanya terbuka lebar. Tatapan coklat gelap itu kini dingin dan jernih.

Suasana mendadak hening, jangkrik pun seperti berhenti bersuara.

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Berangkat ke Sarang Harimau.

    Elena membalut punggungnya dengan perban steril, lalu memakai kembali hanfu hijau mudanya. Tubuhnya terasa jauh lebih baik dan kuat, siap menghadapi perjalanan panjang ke istana yang berbahaya.Namun pengobatan bukan satu-satunya tujuan Elena membuka ruang spasialnya. Matanya menyapu deretan botol-botol berisi ekstrak tanaman dan bahan herbal terkonsentrasi yang tersimpan di bagian penelitian farmakologi.Di sana ada berbagai macam ekstrak yang bisa digunakan untuk keperluan khusus.Elena mengambil sebuah botol kecil berisi serbuk kecoklatan yang terlihat seperti rempah biasa.Serbuk itu adalah ekstrak jelatang terkonsentrasi yang telah diproses dengan teknologi modern, menghasilkan konsentrasi zat iritan yang sangat tinggi.Dalam dosis tepat, ekstrak itu akan menyebabkan ruam dan luka yang sangat menyakitkan, berlangsung berbulan-bulan, namun tidak mematikan.Elena tersenyum keji sambil mengamati serbuk coklat itu dengan mata yang berkilat jahat.Bayangan wajah Maya dan Lina yang can

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Obat Modern dan Niat Balas Dendam.

    Suara gemuruh roda kereta dan derap kuda terdengar semakin jelas dari halaman depan mansion. Suara itu diikuti oleh langkah-langkah tegas para pengawal istana dan suara kasim Lu yang lantang memerintah persiapan penjemputan."Putri bangsawan dari keluarga terhormat Jenderal Arka Wirawan," teriak kasim Lu dari luar dengan suara yang penuh kewibawaan. "Kereta istana Yang Mulia Pangeran Mahkota sudah siap untuk berangkat."Elena mendengar suara itu dengan tenang, seolah mendengar undangan pesta biasa. Matanya menatap ke arah halaman tempat kereta istana yang megah berhenti dengan dikawal puluhan penjaga berkuda.Pelayan Ratmi berlutut di hadapan Elena dengan mata berkaca-kaca. "Nona, ini adalah kesempatan terakhir. Hamba mohon dengan sangat, mari kita kabur melalui hutan belakang sebelum terlambat."Elena menyentuh kepala Pelayan Ratmi dengan lembut. "Bibi Ratmi yang setia, putri tahu bahwa ayah sedang bertugas di perbatasan utara. Itulah mengapa Maya dan Lina bisa sewenang-wenang sepert

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Persiapan dan Ruang Spasial Rahasia.

    Fajar menyingsing dengan cahaya keemasan yang lembut menembus celah-celah jendela kayu tua di kamar sederhana Elena.Sinar matahari pagi yang hangat membentuk garis-garis tipis di lantai batu yang dingin, menciptakan kontras dengan suasana mencekam yang menyelimuti seluruh mansion Jenderal Arka Wirawan sejak dini hari.Elena duduk di tepi tempat tidur kayu yang keras dengan postur tegak seperti patung. Tubuhnya masih terasa nyeri dari luka cambukan kemarin, namun matanya menatap tajam ke arah lemari kayu sederhana yang berdiri di sudut kamar.Lemari itu berisi koleksi pakaian milik Elena yang asli, gadis malang yang tubuhnya kini ditempatinya.Pintu kamar terbuka perlahan dengan bunyi engsel yang berderit pelan. Pelayan Ratmi masuk dengan langkah hati-hati sambil membawa baskom air hangat dan handuk putih yang sudah agak kusam.Wajahnya terlihat pucat dan mata sembabnya menunjukkan bahwa ia tidak tidur semalaman karena kecemasan yang luar biasa."Nona Elena yang mulia," bisik Pelayan

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Elena - Menuju Sarang Harimau.

    Pelayan Ratmi menghampiri Elena dengan langkah yang sangat hati-hati, lalu berlutut di hadapannya sambil meletakkan nampan berisi semangkuk bubur hangat dan obat-obatan herbal. Tangannya gemetar hebat karena ketakutan dan kecemasan yang luar biasa."Nona yang mulia," kata Pelayan Ratmi sambil menundukkan kepala dalam-dalam dengan hormat. "Hamba mendengar dengan tidak sengaja percakapan Nyonya Maya dan Nona Lina tadi malam yang sangat mengerikan.""Mereka berencana mengirim Nona ke istana Pangeran Mahkota Surya Wijaya sebagai calon selir pengganti Nona Lina yang seharusnya pergi ke sana," lanjut Pelayan Ratmi dengan suara yang semakin bergetar ketakutan. "Kereta istana sudah dalam perjalanan kemari untuk menjemput."Elena mendengarkan dengan tenang yang mengejutkan, seolah kabar mengerikan itu hanyalah berita cuaca biasa. Tangannya terangkat perlahan untuk menyentuh bahu Pelayan Ratmi dengan gerakan yang penuh hormat dan ketenangan yang aneh.Pelayan Ratmi mengangkat wajahnya yang puca

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Penyerahan ke Istana.

    Mereka berdua menatap ke arah sayap belakang mansion dengan tatapan yang penuh kepuasan dan kebencian. Di sana, Elena dikurung dalam kamar sempit yang dingin dan gelap, tubuhnya masih lemah dan penuh luka setelah hukuman cambuk yang brutal kemarin.Maya membayangkan dengan detail yang menyenangkan hatinya: Elena terbaring menggigil di lantai istana yang dingin seperti es. Tubuhnya akan terkubur tanpa nama, tanpa upacara, di pemakaman selir-selir yang terlupakan, seperti boneka rusak yang dibuang setelah tidak berguna lagi."Esok hari ketika fajar menyingsing, hamba akan mengirim utusan ke istana," kata Maya sambil mengusap kaca jendela dengan jari telunjuknya yang berhias cincin emas mahal. "Menyatakan bahwa keluarga terhormat Wirawan dengan bangga menyerahkan putri sulung sebagai calon selir yang taat."Lina membayangkan dirinya duduk megah dan anggun di samping Romy Limbara yang tampan dan kaya. Gaun pengantin sutra emas dengan bordir naga dan phoenix akan menyelimuti tubuhnya, mahk

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Konspirasi Maya dan Lina Tanaka.

    Malam telah tenggelam dalam kegelapan di mansion megah Jenderal Arka Wirawan yang terletak di ujung bukit yang sunyi. Keheningan malam hanya dipecah oleh suara jangkrik dan angin yang berdesir melalui dedaunan bambu di taman belakang mansion.Di lantai dua mansion, ruang pribadi Maya Tanaka dipenuhi kemewahan yang menyilaukan mata namun menyimpan hawa dingin yang mencekam. Dinding ruangan dilapisi sutra merah marun dengan motif naga emas, lantai dari kayu jati yang dipoles halus hingga mengkilap seperti cermin.Furnitur ukir rosewood yang sangat mahal tersebar di seluruh ruangan, namun semua kemewahan itu tidak bisa menutupi aroma busuk kebencian yang menguar dari hati kedua perempuan yang sedang duduk di dalamnya. Aroma dupa mawar dan melati yang menyengat sengaja dinyalakan untuk menutupi bau logam dan pahit yang samar menguar dari botol-botol kecil tersembunyi di lemari obat.Maya Tanaka duduk dengan anggun di kursi ukir phoenixnya, gaun tidur sutra ungu berkilau menutupi tubuhnya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status