Share

Bab 161

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-07-18 23:40:47

Hujan Jakarta malam itu jatuh dengan keras, menghantam kaca-kaca gedung pencakar langit seolah ingin menghancurkan segala yang terlihat kokoh dari luar. Di lantai 35 Mahardika Corp, Galan duduk sendirian di ruang kerjanya yang dulu megah—kini terasa seperti makam bagi impian-impian yang telah mati.

Lampu ruangan sudah dia matikan sejak tadi sore. Hanya cahaya lampu jalan dari bawah yang menerangi sebagian wajahnya yang pucat. Suara hujan yang memukul jendela besar di belakangnya menjadi musik latar yang menyayat, seolah alam ikut meratapi kehancuran yang dia alami.

"Semua ini... untuk apa?" gumamnya sambil menatap foto lama bersama Nayla yang dulu ia simpan diam-diam di laci meja kerja.

Foto itu sudah lusuh di ujung-ujungnya. Foto sederhana dari liburan mereka ke Bali dua tahun lalu. Nayla tertawa lepas sambil memegang topi pantai yang hampir terbang tertiup angin, sementara dia merangkul bahunya dengan senyuman yang—sekarang dia sadari—jauh lebih tulus dibanding senyuman yang pernah
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 164

    Galan terbangun dengan kepala berat. Tidur yang semalam hanya sebentar terasa tidak cukup untuk menenangkan pikirannya. Selebihnya, ia hanya terbaring, menatap langit-langit, memikirkan surat yang tak pernah ia kirim.Apartemen itu—dulu terasa seperti simbol kesuksesan, ruang mewah yang dia banggakan—kini justru terasa seperti penjara berlapis emas. Indah, tapi kosong. Menyesakkan.Dengan langkah gontai, ia menuju kamar mandi. Setiap langkah seperti diseret oleh beban yang tak kasat mata. Saat lampu kamar mandi menyala, Galan terdiam menatap bayangan dirinya sendiri di cermin.Seorang pria berdiri di sana. Wajahnya pucat, matanya merah dengan lingkar gelap yang dalam. Rambutnya berantakan, janggut mulai tumbuh tipis, dan kemeja yang masih menempel di tubuhnya tampak kusut dan menyimpan aroma lelah.“Siapa kamu?” bisiknya pelan kepada bayangan itu.Tidak ada jawaban. Hanya tatapan kosong yang kembali memandangnya—mata yang dulu memancarkan ambisi, kini hanya memantulkan kehampaan.Ia m

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 163

    Galan terbangun karena deretan notifikasi di ponselnya. Masih setengah sadar, ia meraih perangkat itu dan membuka aplikasi berita. Judul besar yang terpampang membuat detaknya tak karuan.“Dari Pendukung Menjadi Pemimpin: Perjalanan Nayla Sari Meroket, Sementara Mantan Kekasihnya Terpuruk.”Tangannya gemetar saat membuka artikelnya. Di sana terpampang foto Nayla—profesional, percaya diri, dengan senyum tenang yang tak pernah ia lihat saat mereka masih bersama. Di sampingnya, foto lama mereka berdua dari peluncuran produk tahun lalu. Caption-nya menyayat: "Dulu pendamping, kini pesaing."Penulis artikel itu jelas melakukan riset yang dalam. Wawancara dengan rekan kerja Nayla, klien-klien lamanya, hingga teman-teman kuliahnya. Semua menyebut hal yang sama: perempuan cerdas yang selalu bekerja dalam diam, kuat, rendah hati, dan tidak pernah mengejar sorotan.“Nayla Sari adalah salah satu talenta terbaik yang pernah saya temui,” kata Pak Wijaya, CEO sebuah perusahaan teknologi besar. “Ia

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 162

    Galan menatap pesan itu dengan mata yang mulai berair. Dedi. Anak muda yang baru kerja setahun, yang gajinya paling kecil di kantornya, yang bahkan tidak pernah dia notice keberadaannya. Dia yang mau memberikan support di saat semua orang pergi.Sementara orang-orang yang dia anggap dekat, yang dia berikan privilege dan attention, yang dia ajak makan di restoran mahal—mereka semua hilang ketika badai datang.Dia teringat percakapan terakhir dengan Alya kemarin malam. Suaranya yang dingin, kalkulatif, seolah dia sedang mempresentasikan laporan keuangan triwulanan."Galan, aku sudah pikir matang-matang. Asosiasi dengan kamu sekarang hanya akan merugikan karier ku.""Alya, ini bukan tentang karier. Ini tentang kita.""Tidak ada 'kita', Galan. Yang ada adalah mutual benefit yang sekarang sudah tidak mutual lagi.""Maksud kamu?""Kamu sekarang hanya liability. Dan aku tidak berinvestasi pada liability."Berinvestasi. Sampai di detik terakhir, Alya masih menggunakan terminologi bisnis untuk

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 161

    Hujan Jakarta malam itu jatuh dengan keras, menghantam kaca-kaca gedung pencakar langit seolah ingin menghancurkan segala yang terlihat kokoh dari luar. Di lantai 35 Mahardika Corp, Galan duduk sendirian di ruang kerjanya yang dulu megah—kini terasa seperti makam bagi impian-impian yang telah mati.Lampu ruangan sudah dia matikan sejak tadi sore. Hanya cahaya lampu jalan dari bawah yang menerangi sebagian wajahnya yang pucat. Suara hujan yang memukul jendela besar di belakangnya menjadi musik latar yang menyayat, seolah alam ikut meratapi kehancuran yang dia alami."Semua ini... untuk apa?" gumamnya sambil menatap foto lama bersama Nayla yang dulu ia simpan diam-diam di laci meja kerja.Foto itu sudah lusuh di ujung-ujungnya. Foto sederhana dari liburan mereka ke Bali dua tahun lalu. Nayla tertawa lepas sambil memegang topi pantai yang hampir terbang tertiup angin, sementara dia merangkul bahunya dengan senyuman yang—sekarang dia sadari—jauh lebih tulus dibanding senyuman yang pernah

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 160

    “Berita terkini: Alya Sartika, yang selama ini dikenal sebagai rekan strategis Galan Mahardika, secara resmi mengumumkan pengunduran dirinya dari seluruh keterlibatan di Mahardika Corp.”Seorang jurnalis muda mengetik cepat, matanya menyapu draf headline yang akan mengguncang dunia bisnis nasional.“Dalam pernyataan resminya, Sartika menegaskan bahwa keputusan ini diambil demi melindungi reputasi profesionalnya di tengah merosotnya performa Mahardika Corp selama beberapa bulan terakhir.”Galan menatap layar laptopnya, wajahnya lelah, pikirannya kacau. Deretan artikel berseliweran di media sosial, semuanya menyuarakan hal yang sama: Alya sudah melepaskan namanya dari namanya."Alya Sartika: Dari Mitra Strategis Menjadi Exit Strategy.""Cinta dan Bisnis Berakhir: Alya Tinggalkan Galan Mahardika.""Alya Sartika Keluar: Isyarat Bahaya untuk Mahardika Corp."Tapi yang paling menusuk adalah kutipan langsung dari Alya:"Saya percaya pada investasi yang strategis, baik dalam bisnis maupun hubu

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 159

    Galan menatap koran yang terbuka lebar di atas mejanya. Judul utama terasa buram di matanya yang lelah: “MAHARDIKA CORP KEHILANGAN INVESTOR UTAMA: KETIKA VISI BESAR BERTEMU FONDASI RAPUH.”Isi artikelnya tajam dan tanpa ampun, menguliti satu per satu kesalahan yang telah ia buat selama enam bulan terakhir—keputusan tergesa-gesa, proyek yang ditinggalkan, dan relasi yang ia rusak demi ambisi yang katanya visioner."Visi besar tak akan berarti tanpa fondasi yang kokoh," ia baca ulang, kata-kata itu menghantamnya seperti pukulan. “Rangkaian kegagalan dan mundurnya investor dari Mahardika Corp jadi pengingat bahwa pertumbuhan bisnis jangka panjang tak cukup hanya dengan mimpi besar. Ia butuh eksekusi yang cermat, kemitraan yang dapat diandalkan, dan kesabaran strategis.”Kesabaran strategis. Satu hal yang dulu Nayla miliki, dan yang dulu ia anggap sebagai kurangnya ambisi.Ponselnya bergetar lagi. Satu investor mundur. Satu mitra bisnis bubar. Satu demi satu lapisan fasad yang selama ini

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status