Share

Bab 49

Penulis: perdy
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-20 12:13:05

Galan dan Alya tampil sebagai pasangan baru yang "inspiratif".

Nayla menyeruput kopi panasnya sambil membuka aplikasi media sosial di ponselnya. Sudah menjadi kebiasaan paginya—rutinitas yang masokistis, ia akui itu—mengecek perkembangan cerita yang tersiar tentang dirinya dan, yang lebih menyakitkan, tentang Galan dan kekasih barunya, Alya.

Halaman Instagram Galan dipenuhi foto-foto baru. Kali ini dari acara amal yang dihadirinya bersama Alya semalam. Galan mengenakan setelan jas berwarna navy yang Nayla ingat pernah memilihkan untuknya, sementara Alya bersinar dalam balutan gaun merah panjang yang menjuntai anggun. Mereka terlihat sempurna—pasangan yang serasi, sukses, dan dihormati.

"Bersama @alya.mahendra menghadiri acara penggalangan dana untuk Yayasan Pendidikan Anak Indonesia. Bersyukur bisa berkontribusi untuk masa depan bangsa. #GivingBack #BetterTogether," tulis Galan di keterangan foto.

Nayla mendengus. Galan bahkan tidak pernah tertarik dengan kegiatan amal selama mereka b
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 182

    Ia berbalik ke Alya. “Jadi ini solusimu? Bukan cari jalan tengah, bukan terbuka dengan kemungkinan lain—kamu langsung rancang kudeta?”“Ini bukan kudeta. Ini restrukturisasi.”“Dengan kamu jadi CEO dan aku jadi penonton?”“Dengan kamu tetap punya posisi, tetap dapat kompensasi—”“Untuk perusahaan yang dulunya milikku?”Alya akhirnya menatap matanya. “Galan, realistislah. Kita kehilangan proyek besar. Kamu mau bermitra dengan kompetitor. Setidaknya dengan investasi ini, kita tetap mandiri dan punya peluang berkembang.”“Di bawah kendalimu.”“Di bawah kepemimpinan yang nggak terikat emosi.”Galan menghela napas panjang. “Richard, berapa banyak Alya cerita tentang hubungan kami?”“Cukup untuk paham dinamika kalian.”“Apakah dia bilang bahwa dia mundur dari manajemen saat tekanan media meningkat? Bahwa selama tiga tahun terakhir kontribusinya hanyalah keluhan soal return investasinya?”“Galan—” suara Alya memperingatkan.“Apakah dia bilang,” lanjut Galan menatap Richard, “bahwa alasannya

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 181

    Galan baru saja keluar dari kamar mandi ketika suara-suara asing terdengar dari ruang tamu. Suara Alya yang familiar, terdengar bercampur dengan suara laki-laki lain—asing, dalam, dan terlalu tenang. Ia melirik jam dinding: pukul tujuh malam. Terlalu malam untuk kunjungan biasa, terlalu rapi untuk sekadar obrolan santai.Masih mengenakan celana santai dan kemeja yang belum dikancingkan penuh, Galan melangkah menuju ruang tamu. Dari lorong, ia melihat Alya duduk di sofa, berhadapan dengan pria paruh baya dalam setelan jas. Di atas meja kopi tergeletak laptop terbuka, tumpukan dokumen, dan dua cangkir kopi yang masih mengepulkan uap.“Galan!” Alya berdiri sambil tersenyum. Terlalu cerah. Terlalu dibuat-buat. “Pas banget. Aku mau kenalin kamu sama seseorang.”Pria itu ikut berdiri dan menjabat tangan Galan. “Richard Tanoto,” ucapnya dengan aksen yang rapi—seperti orang yang besar di luar negeri. Mungkin Singapura, atau Australia. “Senior partner di Meridian Capital.”“Galan Pratama,” bal

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 180

    Galan memasukkan kunci ke pintu apartemennya dengan gerakan pelan dan berat. Setiap langkah dari basement menuju lantai atas terasa seperti mendaki gunung sambil memikul beban yang tak terlihat. Kekalahan dari Nordic masih membekas—seperti luka terbuka yang nyut-nyutan setiap kali wajah Lars Andersen muncul di benaknya saat mengumumkan hasil akhir tender itu.Bright Future Learning.Nayla.Nama itu berputar-putar di kepalanya, menghantui seperti mantra yang tak henti-hentinya menyakitkan.Pintu terbuka sebelum dia sempat memutar gagangnya penuh. Alya berdiri di ambang, wajahnya sulit dibaca—ada cemas, kesal, dan sesuatu yang lebih dalam… campuran antara kecewa dan marah.“Akhirnya juga,” ucapnya, melangkah ke samping memberi jalan. “Aku udah nunggu dari jam tiga.”Galan melepas sepatu dan jas tanpa banyak bicara. Apartemen ini—yang dulu mereka beli bersama saat masih jadi pasangan—kini terasa asing. Seperti panggung sandiwara yang ceritanya sudah usang dan kehilangan penonton.“Kamu n

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 179

    Nayla menatap lembar press release yang baru saja diterima dari tim PR. Font Arial 12, format korporat standar. Tapi setiap kalimat di dalamnya mencerminkan sebuah pencapaian yang, lima tahun lalu, bahkan terlalu mewah untuk sekadar diimpikan."Nordic Education Solutions dengan bangga mengumumkan kemitraan strategis dengan Bright Future Learning sebagai mitra eksklusif di pasar Indonesia. Kemitraan senilai 12 juta dolar ini akan menyediakan solusi pendidikan terintegrasi ke seluruh pelosok negeri..."Dua belas juta dolar.Angka yang dulu hanya ada dalam presentasi pitching dan mimpi tidur penuh harapan, kini tercetak resmi di atas dokumen legal.Anehnya, tak ada rasa meledak yang biasanya muncul dari kemenangan besar. Tak ada sorakan tim, tak ada botol champagne terbuka, bahkan senyum di wajah Nayla pun terasa terlalu kecil untuk ukuran pencapaian sebesar ini.Yang ada hanya kekosongan. Seperti menyusun puzzle selama bertahun-tahun hanya untuk mendapati bahwa potongan terakhir tidak p

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 178

    Lift menuju lantai kantornya terasa bergerak lebih lambat dari biasanya. Galan berdiri sendirian, memandangi angka-angka yang berganti—5, 10, 15, 20—setiap bunyi "ting" terdengar seperti hitungan mundur menuju kenyataan pahit yang tak bisa ia tolak.Langkahnya lesu saat keluar dari lift. Beberapa karyawan yang melintas menyapa seperti biasa, tak menyadari bahwa pria yang mereka sapa itu baru saja mengalami kekalahan terbesar dalam kariernya. Galan membalas dengan anggukan tipis, berusaha tetap profesional meski dadanya terasa seperti reruntuhan.Dina sudah menunggunya di depan ruang kerja, dengan ekspresi penuh harap.“Pak, gimana hasilnya?” tanyanya, matanya berbinar, polos.Galan menatap wajah muda itu—optimis dan percaya. Dan dalam hati, ia merasa seperti akan meruntuhkan sebuah dunia kecil hanya dengan satu kalimat.“Mereka memilih Bright Future Learning.”Cahaya di mata Dina langsung meredup. “Oh...”“Ya. Kita tidak dapat kontrak dari Nordic.”Hening. Keheningan yang kaku dan jan

  • Balas Dendam Sang Pendamping Setia   Bab 177

    Galan terbangun lebih pagi dari biasanya. Tanpa alarm, tanpa mimpi—hanya perasaan kosong yang entah bagaimana terasa berat. Seperti tubuhnya tahu, hari ini bukan hari biasa. Hari ini bisa menjadi titik balik... atau titik hancur.Ia menatap langit-langit kamar apartemennya yang temaram. Jakarta masih setengah tertidur, tapi suara klakson dan deru kendaraan mulai merambat dari kejauhan.Hari pengumuman.Ada rasa mual di perutnya—bukan karena sakit, tapi karena campuran gugup, harapan, dan ketakutan yang diam-diam menggerogoti selama berminggu-minggu. Semua dokumen sudah dikirim. Semua presentasi sudah dilakukan. Semua pertanyaan sudah dijawab.Yang tersisa sekarang hanyalah… menunggu.Sebuah pesan masuk di ponselnya. Dari Dina.“Pak, pihak Nordic sudah konfirmasi. Pengumuman jam 10 pagi, tempatnya masih di hotel yang sama. Mobil siap kapan saja.”Galan membalas cepat.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status