Share

Alasan yang menyakitkan

Malam itu menjadi malam terpanjang yang pernah kulalui. Aku tidak sabar untuk menantikan hari esok di mana semua keluarganya akan ku buat malu dengan apa yang  telah mereka lakukan. Bagaimana tidak, keluarga merekalah yang dulu sangat ingin  berbesanan dengan keluargaku. 

Sedikit cerita, sejujurnya mas Riko lah yang mengejarku saat itu. Aku hanya sebatas kenal dengannya karena memang bapaknya mas Riko adalah pegawai papa. 

Setelah pertemuan pertama dengan mas Riko, dia lalu sering datang ke rumah hanya untuk sekedar main. Dari situ lah kita mulai akrab dan sering jalan bareng. Hingga akhirnya aku bisa membalas perasaan mas Riko padaku.

Awalnya Papa kurang setuju dengan hubunganku dan mas Riko. Namun setelah melihat kesungguhan dan tanggung jawab darinya papa akhirnya merestui hubungan kami. 

"Melihat kesungguhan dan juga kerja keras dari Riko, maka Papa merestui hubungan kalian," ujar papa kala itu. 

Setelah kami menikah papa kemudian memberi jabatan yang lebih baik di kantor untuk bapaknya mas Riko yang sekarang menjadi mertuaku.

Tidak sampai di situ  kadang papa juga mempercayakan proyek-proyek besarnya untuk digarap oleh besannya itu akhir-akhir ini. Mungkin papa merasa sungkan dengan bapak mertuaku karena anak perempuannya ini belum juga bisa memberikan keturunan untuknya.

"Saya harap kita semua bisa sabar untuk menantikan kehadiran anak Riko dan Lisa," ujar papa saat kita sedang berkumpul bersama beberapa bulan yang lalu. 

“Iya Pak Indra. Sebagai manusia kita hanya bisa berusaha. Selebihnya hanya Tuhanlah yang berhak menentukan,” jawab bapak dengan ikhlas. Semua pun tersenyum dan bahagia mendengar jawaban yang dilontarkan bapak. 

Walaupun papa adalah pemilik  perusahaan, namun dia tidak mempekerjakan mas Riko di perusahaannya. Dia tidak ingin memberikan fasilitas lebih untuk menantunya. Papa lebih memilih agar mas Riko bekerja dengan orang lain dan bisa membuktikan jika dia mampu menghidupiku dengan penghasilannya tanpa campur tangan papa.

Dengan semua kebaikan yang telah keluargaku berikan, sangat tidak pantas jika mereka sekeluarga menghianatiku. Bukan hanya aku yang tersakiti dan merasa dihianati di sini tapi pastinya keluargaku juga. Air susu dibalas dengan air tuba jika kata pepatah. 

Setelah semalaman hampir tidak bisa tidur, keesokan harinya aku segera  pergi ke rumah Ibu mertua pagi-pagi sekali.

Karena hanya ada satu mobil yang  masih bisa di beli oleh suamiku, akupun terpaksa pergi dengan mengendarai motor bututku seperti biasa. 

"Aku akan buat kalian malu hari ini juga!" gerutuku.

Jujur saja setelah menikah dengan mas Riko, aku telah meninggalkan kehidupan lamaku, kehidupan serba berkecukupan yang telah mama dan papaku beri. Aku mulai belajar hidup sederhana sesuai kemampuan suamiku dan yang terpenting aku tidak merasa keberatan dengan itu semua. Mungkin semua itu ku lakukan karena aku sudah jatuh cinta dan sangat menyayangi suamiku.

"Jika memang semua firasat dan kecurigaanku ini benar, aku akan membuatmu bertanggung jawab atas semuanya, Mas!!!" gerutuku lagi.

Hari masih sangat pagi , suasana pun masih agak  gelap. Kuhidupkan motor bututku serta lampu motor tak lupa juga kunyalakan. Perjalanan masih sangat lancar karena masih sedikit sekali kendaraan yang berlalu lalang. Mungkin hanya pedagang sayuran di pagi hari saja.

Setengah jam perjalanan akhirnya sampai juga aku di rumah mertuaku. Tanpa menunggu lama lagi, ku ketuk pintu rumah itu. Beberapa saat kemudian terdengar suara pintu terbuka. Dan benar saja, kulihat perempuan berbadan dua itu ternyata yang membukanya. Dia masih berada di rumah ini seperti tebakanku.

"Selamat pagi," sapaku.

"I...iya selamat pagi," jawabnya terbata.

"Boleh saya masuk?" tanyaku dengan santai.

Dia tidak menjawab, namun dari dalam rumah terdengar suara suamiku dengan jelas bertanya, "Siapa bun yang datang pagi-pagi beginii?"

Bun?  Apakah arti bun? Bunda? 

Perempuan itu diam tidak menjawab pertanyaan mas Riko. Sepertinya dia tahu jika aku adalah istri sah mas Riko.

Aku menatap mata perempuan itu. Dari matanya terlihat sangat jelas jika dia sedang menyembunyikan rasa takut, rasa khawatir akan terbongkar semua kebusukan mereka. 

Dalam keheningan itu tiba tiba suara Ibu mertuaku juga terdengar sangat lantang memanggil namanya.

"Siapa yang datang, Ria? Ayo ajak sarapan sekalian," serunya.

Tanpa berpikir panjang lagi aku segera  masuk. Berjalan melewati perempuan yang dipanggil Ria itu. Melihat kedatanganku  mas Riko dan ibu mertuaku  sangat terkejut. 

"Lisa???" ucap  Ibu dengan nada kaget.

"Iya ini aku, apa kabar,  Bu?"  tanyaku dengan suara santai. Sengaja ingin membuat mereka senam jantung.

"Em... I... I..ibu baik, tumben kamu kesini pagi-pagi begini?" tanya Ibu gelagapan.

"Iya. Aku sengaja kesini karena suamiku semalaman tidak pulang, Bu,” tegasku sambil melirik ke arah mas Riko yang saat ini  benar-benar terlihat seperti kepiting rebus, merah.

"Oh so... Soal itu, aku lupa  mau memberi tahumu, Aku juga  nginep di rumah Ibu, tapi sebentar deh, bukannya kamu nginep di rumah mama?"

"Nggak jadi, aku nggak jadi berangkat," jawabku membuat wajah mas Riko semakin memerah.

"Tapi Mama bilang kamu udah sampai di sana  kemarin," ujar mas Riko lagi.

"Memangnya kenapa? Mama nggak boleh bantuin anaknya? Hah?!" Kini nada suaraku sedikit meninggi.

"Bukannya begitu, tapi apa tujuanmu berbohong seperti itu??" tanya mas Riko masih dengan wajah merahnya.

"Tujuanku?  Kamu mau tau tujuanku, Mas?!" 

Mas Riko diam seketika mendengar perkataanku begitu juga dengan ibu. Terlihat jelas jika mereka sedang ketakutan saat ini.

"Sekarang aku mau tanya sama kamu, Mas, sama Ibu juga. Siapa perempuan itu? Siapa perempuan yang sedang mengandung itu?!! Perempuan yang sepertinya sangat kalian sayangi itu, perempuan yang dengan senang hati kalian ajak sarapan bersama dan perempuan yang kamu panggil dengan sebutan Bun tadi, siapa dia, Mas? Siapa??!!!!!" tanyaku dengan suara makin tinggi sembari menunjuk ke arah perempuan itu.

Mas Riko hanya diam seribu bahasa. Dia tidak menjawab pertanyaanku yang bertubi-tubi itu sama sekali. 

"Jadi kamu tidak mau ngasih tau siapa perempuan itu??? Kamu mau melindunginya???!!!!" bentakku.

"Cukup Lisa, cukup!!!! Perempuan tidak sepantasnya membentak laki-laki seperti itu, apalagi laki-laki itu suamimu sendiri," cerca Ibu.

"Hah???!!!! Suami Ibu bilang?? Suami macam apa dia, Bu??? Apa perlu suami seperti dia dihormati?!” Kini nada bicaraku makin tinggi.

"Cukup!!!! Ibu sudah tidak tahan lagi, pagi-pagi kamu sudah bikin masalah di rumah Ibu. Jika  kamu memang sangat ingin tahu dia siapa, dia adalah_" belum selesai Ibu berkata mas Riko langsung memotongnya.

"Bu, biarkan aku yang menjelaskan," ujarnya.

"Biarkan Ibu saja, biar dia tahu apa kekurangannya. Biar dia tahu jika dia tidak mampu memberikan apa yang kita inginkan," sahut Ibu.

Ibu kemudian menuntun perempuan itu lalu membawanya ke hadapanku.  Dengan bangga ibu berkata jika dia adalah istri dari mas  Riko.

"Istri???? Hahahahaha, Ibu bilang dia istri mas Riko? Apa Ibu sudah lupa sama aku, Bu? Jika dia istri mas Riko lalu aku ini siapa? Hah???”

"Lisa dengarkan Ibu, apa kamu tidak ingin melihat suamimu bahagia? Ria bisa hamil Lisa! Dia bisa ngasih keturunan untuk Riko dan keluarga ini, sedangkan kamu? Mana? Sudah lima tahun kami menunggu, tapi tetap saja hasilnya nihil," ucap Ibu membuat hatiku serasa tergores pisau yang amat sangat tajam.

Oh jadi ini alasan utamanya, karena aku belum juga hamil. Baiklah jika memang kalian akan mencampakkanku karena kekuranganku ini. Tapi ingat, sebelum kalian mencampakkanku, kalian yang akan ku campakkan terlebih dulu.

Tidak ingin berlama-lama berada di rumah ibu aku pun segera melangkahkan kaki keluar tanpa berpamitan ataupun berkata apapun lagi. Sudah cukup aku dihianati seperti ini. Pantas saja semuanya baik padaku selama ini, ternyata ada udang dibalik batu. Mereka sengaja baik agar aku tidak mencurigai gerak- gerik mereka.

 Mas Riko yang melihatku pergi segera mengejar dan berusaha menghentikanku.

"Sayang, kamu mau kemana? Kita selesaikan  masalah ini dengan kepala dingin," ujarnya.

Aku tidak menanggapinya. Kakiku terus saja melangkah ke depan. Ingin segera pergi ke rumah mama untuk menceritakan semuanya.  Akan lebih baik jika papa juga tahu akan hal ini.

"Sayang, tunggu! Jangan emosi gitu, kita selesaikan baik-baik masalah ini," ujar mas Riko sambil terus mengejarku.

"Apa kamu bilang, Mas? Aku tidak salah dengar? Hah??? Kamu bilang kita selesaikan baik-baik masalah ini? Kamu pikir ini masalah sepele???? Ini masalah penghianatan, Mas!  Aku tidak terima dengan semua ini!!!" bentakku..

"Tapi aku tidak ingin kita berpisah, aku tidak mau itu terjadi," ujarnya lagi.

Aku tahu kenapa kamu enggan berpisah denganku, karena kamu takut jika keluargamu akan kembali miskin kan? Apa peduliku, Mas! Kamu sendiri yang memulai permainan ini, kamu juga yang harus menanggung semuanya.

"Sayang, aku mohon jangan  libatkan bapak dalam masalah ini, dia tidak tahu apa-apa  soal ini," pinta mas Riko.

Aku benar-benar  ingin berteriak sekeras mungkin saat ini. Rasanya  selama ini aku hanya dimanfaatkan saja oleh keluarganya. 

"Lisa!!!! Berhenti!!! Aku bilang berhenti!!!!" gertak mas Riko. 

Tanganku seketika langsung ditarik dan terpaksa ku hentikan langkahku. Aku tidak ingin para tetangga mendengar pertengkaran kami karena hari memang masih pagi.

"Apa???!!! Mau bilang apa? Mau jelasin apa lagi?!!" Tanyaku. 

"Dengarkan aku! Aku minta maaf sebelumnya, Sayang. Aku minta maaf sama kamu, aku memang menutupinya selama ini, aku cuma tidak mau kamu sakit hati," jelasnya.

"Hahhhh????!!!!! Apa kamu bilang, Mas? Tidak ingin buat aku sakit hati?! Jika memang tidak ingin menyakitiku seharusnya kamu nggak melakukan ini semua.  Kamu menyakitiku, menghianatiku sama juga menghianati kepercayaan keluargaku!!!! Kamu pikir papa sama mamaku akan memaafkanmu semudah itu?? Tidak, Mas. Tidak semudah itu,” lanjutku.

“Satu lagi, orang tua mana yang rela anaknya di sakiti? Tidak ada. Kamu pikir mereka menyukaimu sejak awal????? Pikir Mas pikir!! Papa setuju dengan hubungan kita karena bujukanku karena rayuanku. Dan sekarang entah apa yang akan papa lakukan padamu dan kekuargamu  jika mengetahui ini semua!!!!!" 

"Iya makanya kamu nggak usah cerita sama papa, kita selesaikan masalah ini berdua secara baik-baik,” sahut mas Riko

"Baik-baik kamu bilang? Baik seperti apa yang kamu mau??? Aku harus baik sama kamu dan Ibu? Baik sama perempuan itu?? Kamu mau aku menerima kehadiran perempuan itu???? Maaf ya Mas, aku bukan perempuan seperti itu!!!! Aku punya harga diri!! Aku lebih memilih kehilangan laki-laki sepertimu dari pada harus di madu!” gertakku. 

Tanpa mempedulikan mas Riko lagi aku segera pergi dengan motor butut yang sengaja ku parkir di seberang  jalan. 

Dalam perjalanan pulang, air mata tak kuasa untuk ku bendung. Bagaimanapun juga dia adalah suamiku, laki-laki yang ku pilih untuk menjadi pendamping hidupku. Laki-laki yang dengan bangga ku tunjukkan pada papa saat itu, laki-laki yang aku sangat menyayanginya dan kini dengan mudahnya dia menghianatiku. 

Sakit yang kurasakan saat ini benar-benar sakit luar biasa. Jika di bilang  kecewa, aku sangat kecewa. Bukan saja dihianati oleh suamiku tetapi Ibu mertuaku juga. 

"Mungkinkah bapak tidak tahu akan hal ini? Setahuku bapak orang yang sangat baik, tapi jika dia tahu akan hal ini, kenapa dia diam saja melihat perilaku bejat istri dan anaknya? Apa mungkin ini juga rencananya karena ingin segera menimang cucu?" batinku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
5 th menikah dan kamu dibiarkan pake motor butut, sementara dia bisa menambah istri. jamu yg terlalu tolol dan banyak drama
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status