Share

Satu kebohongan

Penulis: Alfiyah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-19 15:31:17

Saat itu perasaan curigaku mulai muncul. Ingin sekali rasanya aku menghampiri mereka dan menanyakan tentang semua ini. Namun baru saja aku hendak melangkahkan kaki ini ke sana, tiba-tiba saja kulihat  mas Riko sudah keluar dari rumah itu lalu masuk ke dalam mobilnya kembali dan kemudian pergi. Niatku untuk menanyakan semua ini pun akhirnya kuurungkan.

Walaupun ada rasa curiga, namun aku tetap tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan. Aku tidak ingin menuduh yang bukan-bukan pada suamiku. Pasti dia akan menjelaskan semua ini padaku nanti. Atau jika tidak aku akan menanyakannya langsung padanya. 

"Lebih baik kutanyakan langsung saja padanya nanti di rumah," gumamku.

Karena harus mengikuti mas Riko, akhirnya hari pun semakin siang. Moodku juga sudah tidak begitu baik sekarang. Aku memutuskan untuk pulang dan membatalkan pergi ke salon. 

Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya akupun sampai di rumah. Sembari menunggu suamiku pulang, ku rebahkan tubuhku ke atas ranjang. Memainkan ponselku, membuka sosial media milik mas Riko. Siapa tahu aku menemukan informasi tentang  perempuan berbadan dua tadi dalam aku sosial medianya. 

"Jangan berburuk sangka dulu pada mas Riko, dia tidak mungkin melakukan hal yang tidak-tidak," batinku. 

Jam menunjukkan pukul tiga lebih lima belas menit, terdengar suara mobil mas Riko memasuki garasi. Aku yang masih berada di kamar semenjak tadi pun segera bangkit untuk menyambut kedatangannya. Ingin langsung menanyakan juga soal perempuan hamil tadi. 

Baru akan membuka pintu kamar, tiba-tiba niatku untuk menyambut mas Riko pun kuurungkan. Aku tidak ingin bertanya padanya soal perempuan hamil itu. Lebih baik kutunggu sampai mas Riko menceritakannya sendiri padaku sekalian menguji kejujurannya.

Kurebahkan kembali tubuhku ke ranjang dan pura-pura tertidur. Mas Riko naik dan menemuiku yang masih terbaring di ranjang. Dia mendekatiku dan memegang keningku dengan punggung tangannya. 

Aku yang pura pura tidur pun langsung membuka mata. Mas Riko tersenyum tepat di depan wajahku.

 “Sudah pulang, Mas? Tumben awal??" tanyaku sembari mengucek kedua mataku yang sebenarnya tidak mengantuk sama sekali.

"Iya nih nggak ada lembur, Sayang. Kok tumben tidur jam segini? Kamu nggak sakit kan?" tanya mas Riko.

"Enggak kok, nggak tau nih mata tiba-tiba saja ngantuk banget tadi. Oh ya, mau minum apa biar aku buatin, Mas?” tanyaku yang langsung bangkit dari tempat tidur.

"Nggak usah, Sayang. Aku mau langsung mandi aja. Setelah mandi aku mau ke rumah Ibu nih, udah lama kan aku nggak ke sana," tambah mas Riko.

Perkataan mas Riko barusan membuatku melongo. Bagaimana tidak? Saat ini dia sedang berbohong padaku. Bukankah dia dari rumah Ibu tadi siang? Kenapa dia bilang  sudah lama tidak ke sana? Satu kebohongan mas Riko terdeteksi olehku.

"Aku ikut ya, Mas. Aku kan juga udah lama nggak kesana," ucapku sengaja  ingin tahu reaksi mas Riko. Ternyata keputusanku untuk tidak menanyakan langsung pada mas Riko soal perempuan itu membuahkan hasil. Seandainya aku bertanya langsung pada mas Riko, dia pasti akan mencari alasan dan akan lebih waspada padaku. 

Mendengar ucapanku mas Riko langsung membatalkan niatnya untuk pergi ke rumah Ibu. Dia beralasan jika lupa akan tugas dari kantor yang belum diselesaikannya. Mas Riko kemudian berkata jika lebih baik kita ke sana saat hari libur saja agar bisa menginap.

Tidak ingin membuat suamiku curiga jika aku sudah mengetahui sesuatu, kusetujui saja apa yang dia katakan. Aku harus pura-pura tidak mengetahui apapun untuk menemukan informasi lain.

"Ya sudah kalau begitu aku mandi dulu, Sayang," katanya kemudian pergi meninggalkanku begitu saja. Terlihat jelas dari raut wajahnya jika dia merasa kecewa.

Aku tidak menjawab perkataannya. Perasaan benci dan kesal bercampur menjadi satu setelah mengetahui satu kebohongannya. Aku tidak akan mau percaya ucapannya lagi mulai sekarang. 

Usai mandi mas Riko kembali menghampiriku yang sedang asik menonton televisi. Dia kemudian duduk di sebelahku dan memegang tanganku.

"Mas, kayaknya aku besok mau ke rumah Mama deh, udah lama aku nggak kesana, boleh?" tanyaku memulai obrolan.

"Tentu boleh dong, Sayang. Tapi maaf ya aku nggak bisa nganter, soalnya besok aku kan harus kerja," jawab mas Riko.

"Iya nggak papa, Mas. Tapi sepertinya aku mau nginep deh semalam di sana, nggak papa kan?" tanyaku sengaja memancingnya. Selama ini dia selalu keberatan jika aku menginap di rumah mamaku sendiri.

"Iya tentu nggak papa dong, Sayang.  Mau menginap semalam atau dua malam terserah kok, biar ilang dulu kangennya," jawab mas Riko dengan wajah sumringah. Tidak biasanya dia seperti ini. Aku semakin yakin jika ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku.

Aku meminta ijin untuk mengjnap di rumah mama sebenarnya hanyalah alasan saja. Aku melakukan ini untuk melihat seberapa jauh hubungan mas Riko dengan perempuan itu jika memang benar mas Riko berbuat serong di belakangku. 

Sebenarnya aku tidak akan pergi ke rumah mama. Aku hanya mau melihat apakah mas Riko akan pulang ke rumah atau tidak malam ini jika dia tahu aku tidak  berada dirumah. 

"Makasih ya, Sayang," ucapku pada mas Riko seraya mencium pipinya. Aku harus bersikap biasa padanya seolah-olah tidak terjadi sesuatu.

Mas Riko menganggukkan kepalanya. Dalam hatinya pasti merasa sangat senang karena bisa bebas bertemu dengan perempuan itu  tanpa harus mencari alasan dariku.

***

Keesokan harinya mas Riko berpamitan untuk berangkat kerja seperti biasa. Hari ini dia sarapan masakan buatanku dahulu. Dia pasti berpikir jika nanti malam bisa sepuasnya bertemu dengan perempuan itu tanpa khawatir aku mengetahuinya. 

"Aku berangkat ke rumah mama setelah kamu berangkat ke kantor ya, Mas," ucapku. 

"Iya, Sayang. Tapi kamu hati-hati ya, salam juga buat papa sama mama. Bilangin jika aku nggak bisa ikut karena ada pekerjaan.  Besok kalau kamu mau pulang bilang aja ya, nanti aku jemput," ujarnya.

"Iya, Mas," jawabku seraya menyunggingkan senyum palsuku. Gampang sekali menjebakmu Mas!

Usai sarapan mas Riko langsung berpamitan. Setelah mencium keningku dia lalu masuk ke dalam mobil sebelum akhirnya pergi bersama dengan mobilnya.

Tidak kehabisan akal, aku menyuruh mama untuk mengirim pesan kepada mas Riko sekitar jam sepuluhan melalui sambungan telepon. Aku meminta mama untuk mengatakan  jika aku sudah sampai di rumah mama.

"Ma, tolong kirim pesan pada mas Riko dan bilang jika aku sudah sampai di sana ya," ujarku yang membuat mama bingung.

"Maksudnya bagaimana, Sayang?" tanya mama.

Awalnya mama bingung mendengar permintaan anehku, namun setelah mendengar penjelasanku mama pun akhirnya mau melakukannya. Mama melakukan itu juga supaya tidak terjadi kesalahpahaman antara aku dan mas Riko serta semuanya jelas.

(Riko percaya jika kamu sudah sampai di sini, Sayang.)  Pesan yang dikirim mama padaku. Syukurlah jika mas Riko percaya.

Setelah semua rencana berjalan dengan baik, kini saatnya aku menunggu  kepulangan suamiku. Walaupun lama menunggu, aku akan menantikannya, menantikan saat dia tiba di rumah. Sampai saat ini aku masih berharap jika dia pulang untuk malam ini.

"Semoga kecurigaanku ini tidak benar, Mas. Semoga kamu pulang ke rumah malam ini," gumamku.

Detik demi detik, menit demi menit dan jam demi jam pun berjalan hingga akhirnya tiba juga pukul tujuh malam. Tidak ada tanda-tanda juga jika mas Riko pulang. Tidak terdengar suara mobil atau apapun dari luar. Sepertinya dia memang  benar-benar tidak akan pulang malam ini.  

"Mungkin dia masih ada urusan dahulu sehingga belum pulang," gumamku yang masih berpikir positif. Hingga akhirnya pukul sembilan malam pun tiba dan dia masih belum pulang juga.

Aku sengaja mengirim pesan untuknya, bertanya apakah dia sudah tidur atau belum. Hanya untuk memastikan jika dia sudah tidak  berada di kantor atau tidak ada urusan apapun lagi di luar.  

(Mas udah tidur?) Isi pesan yang sengaja kukirimkan padanya.

Tidak menunggu lama, pesanku pun langsung dibalas oleh mas Riko.

(Baru mau merem ini, Sayang. Kamu sendiri belum tidur?)  Jawaban yang  membuatku langsung mengernyitkan keningku.

(Belum nih Mas, belum ngantuk. Oh ya kamu tidur di mana? Di kamar apa di sofa?) Isi pesan yang sengaja kutulis untuk memancing jawabannya lagi.

(Di kamar kok, Sayang. Di Sofa kan nggak ada AC nya, aku nggak bisa tidur kalau panas. Kamu tahu sendiri kan jika aku tidak bisa tidur tanpa AC?) 

Balasannya kali ini membuktikan satu kebohongan lagi darinya. Rasanya ingin sekali ku jambak rambutnya dan kupukul wajahnya saat ini juga, namun aku masih harus bersabar.  Aku harus membuat dia malu dan bertanggung jawab dengan apa yang telah dia lakukan terlebih dahulu.

(Iya aku tahu jika kamu tidak bisa tidur jika tanpa Ac. Ya sudah kalau begitu tiba-tiba mataku ngantuk nih, tidur dulu ya. Selamat malam, Sayang.)  Aku sengaja masih berpura-pura tidak mengetahui jika dia tidak berada di rumah sekarang agar dia tidak merasa curiga denganku.

Balasan selanjutnya dari mas Riko, dia mengirim emoticon love banyak sekali. Ada kali sampai dua puluh emoticon yang langsung memenuhi layar ponselku. Namun aku malas untuk membalasnya. Rasa kepercayaanku pun sudah tidak ada lagi untuknya.

Aku segera memejamkan mataku. Rasanya tidak sabar menunggu pagi untuk pergi ke rumah Ibu mertua dan memberikan kejutan pada semua serta membuat mereka mengakui semua yang telah mereka lakukan di belakangku.

"Kita lihat saja kejutan apa yang akan kuberikan pada kalian besok. Kalian pasti akan sangat kaget!" gumamku

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kuatkan aja hati mu.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Kepergian Mila tanpa pamit

    Hari ini sepulang dari salon, aku pergi ke rumah Mila. Aku merasa khawatir dengan salah satu karyawan salonku itu. Tidak bisanya dia begini. Dia selalu menghubungiku jika ada urusan ataupun saat dia sakit. Tapi kenapa kali ini tidak? Hari ini aku akan menyelesaikan dulu soal Mila. Lebih baik aku menghubungi bapaknya mas Riko dan mengatakan apa yang sedang anaknya itu perbuat pada istri sirinya. Ku ambil ponselku kemudian menghubungi nomer pak Beni. Nomer yang sengaja tidak kuhapus sampai saat ini. Tut...tut...tut... Panggilanku segera terhubung ke ponsel mantan bapak mertuaku itu. Tak perlu menunggu waktu lama, bapak segera menjawab panggilan dariku. "Halo, Lisa. Ada apa? Tumben sekali kamu menghubungi bapak. Pasti ada hal yang penting kan?" tanya bapak. "Iya, Pak. Ada sesuatu yang harus bapak tahu," balasku. "Apa, Lisa? Apa ini ada hubungannya dengan Riko?" "Iya, Pak. Mas Riko menyekap tante Laras, istri siri bapak," lanjutku. "Kamu serius, Lisa? Bukankah Laras bilang akan

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Mas Riko berulah lagi

    Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih seperempat. Kubuka pintu gerbang rumah kemudian mengeluarkan motor butut kesayanganku. Hari ini aku akan pergi ke salon. Sudah lama aku tidak ke salon semenjak proses perceraianku dengan mas Riko. Kunyalakan motor butut itu kemudian langsung berangkat menuju salon. Tiga puluh menit perjalanan akhirnya aku sampai juga di salon. Kulihat salon sudah ramai pelanggan. "Selamat pagi, Bu," sapa Eni. "Pagi, En." Aku melihat karyawan salonku satu persatu. Namun aku tidak melihat Mila sama sekali. "Di mana Mila, En?" tanyaku pada Eni. "Mila nggak datang, Bu." "Loh sejak kapan?" "Dua hari yang lalu," jawab Eni. "Loh kok nggak ada yang kasih tahu saya? Apa dia sakit?" tanyaku. "Saya nggak tahu, Bu. Dia nggak menghubungi saya juga soalnya," balas Eni. "Oh begitu, makasih ya, En." "Iya, Bu. Kalau begitu saya lanjut kerja lagi ya," kata Eni. Aku segera masuk ke dalam ruanganku untuk menghubungi Mila. Gara-gara banyak masalah yang terjadi

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Bertemu tante Laras

    "Hai, Tante," sapaku pada tante Laras. "Halo, Sayang," balas tante Laras. "Maaf ya udah bikin tante menunggu," lanjutku. "Nggak papa, Sayang. Tante juga baru saja datang kok. Justru tante yang minta maaf karena sudah menganggu waktumu," ujar tante Laras kemudian."Aku nggak merasa terganggu sama sekali, Tante. Aku justru senang jika tante berkenan menceritakan masalah tante padaku," jawabku. Tante Laras kemudian mulai menceritakan hubungannya dengan pak Beni. "Apa menurutmu hubungan tante dengan mas Beni harus diakhiri saja ya, Lis?" tanya tante Laras padaku."Kenapa diakhiri, Tante? Bukankah kalian sama-sama saling menyayangi?" "Itu benar. Tapi tetap saja pernikahan kita hanyalah pernikahan siri yang tidak diakui oleh negara. Tidak lebih dari itu," ungkap tante laras."Memangnya apa salahnya menikah siri jika kalian sama-sama merasa nyaman?" kataku berusaha membuat tante Laras tetap semangat. Bukan membenarkan pernikahan siri ini, namun aku hanya tidak ingin membuatnya sedih. A

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Rencana Lidia dan Imran

    Ponselku berdering saat aku hendak memejamkan mata. Saat kulihat ternyata sebuah panggilan masuk dari tante Laras. "Ada apa dia menghubungiku malam-malam begini?" gumamku.Merasa penasaran kenapa dia menghubungiku malam-malam begini, aku pun langsung menjawab panggilan dari tante Laras."Halo, Tante," kataku memulai obrolan."Hai, Lis. Lagi ngapain?" tanya tante Laras."Lagi mau tidur nih, Tante. Ada apa Tante menghubungiku malam-malam begini?" tanyaku kemudian."Tante ganggu ya?" tanya tante Laras."Nggak kok, Tante. Tenang saja," sambungku."Sebenarnya Tante mau cerita sama kamu. Apa kamu nggak keberatan dengerin cerita Tante?" tanya tante Laras setelah itu."Cerita soal apa, Tante?" tanyaku."Soal hubungan tante dengan mas Beni," jawab tante Laras setelah itu."Kenapa memangnya dengan hubungan kalian?""Tante mau kita ketemu saja ya besok. Bisa nggak kira-kira, Lis?" tanya tante Laras."Em sebenarnya aku mau ke salon sih, Tante. Tapi nggak papa deh. Ke salonnya bisa lusa saja," j

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Aku VS Ibu mas Riko

    "Kamu seharusnya bersyukur bisa menjadi istri Riko. Dia sudah banyak membantumu dan keluargamu kan selama ini?!" terdengar suara Ibu membentak Ria."Beruntung bagaimana ya? Dia diperkosa oleh mas Riko, itu apa sebuah keberuntungan?!" sahutku yang tiba-tiba masuk ke ruang rawat Ria dan membuat ibu mas Riko kaget."Lisa! Ngapain kamu di sini. Jangan ikut campur kamu?! Urusanmu dengan Riko sudah selesai kan? Jangan malah menambah masalah baru!!" gertak ibu mas Riko."Memang benar urusanku dengan mas Riko sudah selesai. Tapi urusan mas Riko dengan Ria belum selesai. Di sini aku hanya berusaha membela Ria. Perempuan yang sangat menderita setelah menjadi istri siri mas Riko!" gertakku balik.Ayah Ria dan Ria hanya diam saja mendengarku dan ibu mas Riko saling beradu mulut."Menderita kamu bilang?! Ria sangat bahagia hidup dengan Riko selama ini, bukan begitu, Ria?" tanya Ibu mas Riko seraya menatap ke arah Ria.Ria tidak menjawab pertanyaan ibu mas Riko. Dia hanya diam saja tanpa mengatakan

  • Balasan Untuk Suami Penghianat   Mas Riko bebas

    "Halo, Lis," kata Lidia melalui sambungan telepon."Hai, Lid. Ada apa?" tanyaku."Bagaimana Ria? Dia jadi dioperasi kan?""Jadi kok. Ini sudah selesai dan dia sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa," jelasku. "Syukurlah jika begitu. Berarti Kinan bisa meyakinkan dokter Indra dong kalau begitu?" tanya Lidia."Iya. Jika kuperhatikan sepertinya Kinan dan dokter Indra ada sesuatu deh," ucapku membuat Lidia kaget."Masa sih? Nggak mungkin lah. Kamu kaya nggak kenal Kinan aja. Dia kan susah sekali di dekati," kata Lidia kemudian."Kali ini beda, Lid. Sepertinya Kinan yang menaruh hati pada dokter Indra deh," tebakku."Ah masa sih?" kata Lidia masih belum percaya."Iya sepertinya. Nanti jika kita bertemu Kinan kita tanya saja langsung padanya," sambungku. "Sip deh. Oh iya, ada berita penting nih, Lid" lanjut Lidia membuatku penasaran. "Berita apa?" tanyaku penasaran."Riko di bebaskan dari tuntutannya. Polisi bilang tidak ada bukti kuat yang bisa memenjarakan Riko," kata Lidia."What???

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status