Share

Satu kebohongan

Saat itu perasaan curigaku mulai muncul. Ingin sekali rasanya aku menghampiri mereka dan menanyakan tentang semua ini. Namun baru saja aku hendak melangkahkan kaki ini ke sana, tiba-tiba saja kulihat  mas Riko sudah keluar dari rumah itu lalu masuk ke dalam mobilnya kembali dan kemudian pergi. Niatku untuk menanyakan semua ini pun akhirnya kuurungkan.

Walaupun ada rasa curiga, namun aku tetap tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan. Aku tidak ingin menuduh yang bukan-bukan pada suamiku. Pasti dia akan menjelaskan semua ini padaku nanti. Atau jika tidak aku akan menanyakannya langsung padanya. 

"Lebih baik kutanyakan langsung saja padanya nanti di rumah," gumamku.

Karena harus mengikuti mas Riko, akhirnya hari pun semakin siang. Moodku juga sudah tidak begitu baik sekarang. Aku memutuskan untuk pulang dan membatalkan pergi ke salon. 

Tidak membutuhkan waktu lama, akhirnya akupun sampai di rumah. Sembari menunggu suamiku pulang, ku rebahkan tubuhku ke atas ranjang. Memainkan ponselku, membuka sosial media milik mas Riko. Siapa tahu aku menemukan informasi tentang  perempuan berbadan dua tadi dalam aku sosial medianya. 

"Jangan berburuk sangka dulu pada mas Riko, dia tidak mungkin melakukan hal yang tidak-tidak," batinku. 

Jam menunjukkan pukul tiga lebih lima belas menit, terdengar suara mobil mas Riko memasuki garasi. Aku yang masih berada di kamar semenjak tadi pun segera bangkit untuk menyambut kedatangannya. Ingin langsung menanyakan juga soal perempuan hamil tadi. 

Baru akan membuka pintu kamar, tiba-tiba niatku untuk menyambut mas Riko pun kuurungkan. Aku tidak ingin bertanya padanya soal perempuan hamil itu. Lebih baik kutunggu sampai mas Riko menceritakannya sendiri padaku sekalian menguji kejujurannya.

Kurebahkan kembali tubuhku ke ranjang dan pura-pura tertidur. Mas Riko naik dan menemuiku yang masih terbaring di ranjang. Dia mendekatiku dan memegang keningku dengan punggung tangannya. 

Aku yang pura pura tidur pun langsung membuka mata. Mas Riko tersenyum tepat di depan wajahku.

 “Sudah pulang, Mas? Tumben awal??" tanyaku sembari mengucek kedua mataku yang sebenarnya tidak mengantuk sama sekali.

"Iya nih nggak ada lembur, Sayang. Kok tumben tidur jam segini? Kamu nggak sakit kan?" tanya mas Riko.

"Enggak kok, nggak tau nih mata tiba-tiba saja ngantuk banget tadi. Oh ya, mau minum apa biar aku buatin, Mas?” tanyaku yang langsung bangkit dari tempat tidur.

"Nggak usah, Sayang. Aku mau langsung mandi aja. Setelah mandi aku mau ke rumah Ibu nih, udah lama kan aku nggak ke sana," tambah mas Riko.

Perkataan mas Riko barusan membuatku melongo. Bagaimana tidak? Saat ini dia sedang berbohong padaku. Bukankah dia dari rumah Ibu tadi siang? Kenapa dia bilang  sudah lama tidak ke sana? Satu kebohongan mas Riko terdeteksi olehku.

"Aku ikut ya, Mas. Aku kan juga udah lama nggak kesana," ucapku sengaja  ingin tahu reaksi mas Riko. Ternyata keputusanku untuk tidak menanyakan langsung pada mas Riko soal perempuan itu membuahkan hasil. Seandainya aku bertanya langsung pada mas Riko, dia pasti akan mencari alasan dan akan lebih waspada padaku. 

Mendengar ucapanku mas Riko langsung membatalkan niatnya untuk pergi ke rumah Ibu. Dia beralasan jika lupa akan tugas dari kantor yang belum diselesaikannya. Mas Riko kemudian berkata jika lebih baik kita ke sana saat hari libur saja agar bisa menginap.

Tidak ingin membuat suamiku curiga jika aku sudah mengetahui sesuatu, kusetujui saja apa yang dia katakan. Aku harus pura-pura tidak mengetahui apapun untuk menemukan informasi lain.

"Ya sudah kalau begitu aku mandi dulu, Sayang," katanya kemudian pergi meninggalkanku begitu saja. Terlihat jelas dari raut wajahnya jika dia merasa kecewa.

Aku tidak menjawab perkataannya. Perasaan benci dan kesal bercampur menjadi satu setelah mengetahui satu kebohongannya. Aku tidak akan mau percaya ucapannya lagi mulai sekarang. 

Usai mandi mas Riko kembali menghampiriku yang sedang asik menonton televisi. Dia kemudian duduk di sebelahku dan memegang tanganku.

"Mas, kayaknya aku besok mau ke rumah Mama deh, udah lama aku nggak kesana, boleh?" tanyaku memulai obrolan.

"Tentu boleh dong, Sayang. Tapi maaf ya aku nggak bisa nganter, soalnya besok aku kan harus kerja," jawab mas Riko.

"Iya nggak papa, Mas. Tapi sepertinya aku mau nginep deh semalam di sana, nggak papa kan?" tanyaku sengaja memancingnya. Selama ini dia selalu keberatan jika aku menginap di rumah mamaku sendiri.

"Iya tentu nggak papa dong, Sayang.  Mau menginap semalam atau dua malam terserah kok, biar ilang dulu kangennya," jawab mas Riko dengan wajah sumringah. Tidak biasanya dia seperti ini. Aku semakin yakin jika ada sesuatu yang dia sembunyikan dariku.

Aku meminta ijin untuk mengjnap di rumah mama sebenarnya hanyalah alasan saja. Aku melakukan ini untuk melihat seberapa jauh hubungan mas Riko dengan perempuan itu jika memang benar mas Riko berbuat serong di belakangku. 

Sebenarnya aku tidak akan pergi ke rumah mama. Aku hanya mau melihat apakah mas Riko akan pulang ke rumah atau tidak malam ini jika dia tahu aku tidak  berada dirumah. 

"Makasih ya, Sayang," ucapku pada mas Riko seraya mencium pipinya. Aku harus bersikap biasa padanya seolah-olah tidak terjadi sesuatu.

Mas Riko menganggukkan kepalanya. Dalam hatinya pasti merasa sangat senang karena bisa bebas bertemu dengan perempuan itu  tanpa harus mencari alasan dariku.

***

Keesokan harinya mas Riko berpamitan untuk berangkat kerja seperti biasa. Hari ini dia sarapan masakan buatanku dahulu. Dia pasti berpikir jika nanti malam bisa sepuasnya bertemu dengan perempuan itu tanpa khawatir aku mengetahuinya. 

"Aku berangkat ke rumah mama setelah kamu berangkat ke kantor ya, Mas," ucapku. 

"Iya, Sayang. Tapi kamu hati-hati ya, salam juga buat papa sama mama. Bilangin jika aku nggak bisa ikut karena ada pekerjaan.  Besok kalau kamu mau pulang bilang aja ya, nanti aku jemput," ujarnya.

"Iya, Mas," jawabku seraya menyunggingkan senyum palsuku. Gampang sekali menjebakmu Mas!

Usai sarapan mas Riko langsung berpamitan. Setelah mencium keningku dia lalu masuk ke dalam mobil sebelum akhirnya pergi bersama dengan mobilnya.

Tidak kehabisan akal, aku menyuruh mama untuk mengirim pesan kepada mas Riko sekitar jam sepuluhan melalui sambungan telepon. Aku meminta mama untuk mengatakan  jika aku sudah sampai di rumah mama.

"Ma, tolong kirim pesan pada mas Riko dan bilang jika aku sudah sampai di sana ya," ujarku yang membuat mama bingung.

"Maksudnya bagaimana, Sayang?" tanya mama.

Awalnya mama bingung mendengar permintaan anehku, namun setelah mendengar penjelasanku mama pun akhirnya mau melakukannya. Mama melakukan itu juga supaya tidak terjadi kesalahpahaman antara aku dan mas Riko serta semuanya jelas.

(Riko percaya jika kamu sudah sampai di sini, Sayang.)  Pesan yang dikirim mama padaku. Syukurlah jika mas Riko percaya.

Setelah semua rencana berjalan dengan baik, kini saatnya aku menunggu  kepulangan suamiku. Walaupun lama menunggu, aku akan menantikannya, menantikan saat dia tiba di rumah. Sampai saat ini aku masih berharap jika dia pulang untuk malam ini.

"Semoga kecurigaanku ini tidak benar, Mas. Semoga kamu pulang ke rumah malam ini," gumamku.

Detik demi detik, menit demi menit dan jam demi jam pun berjalan hingga akhirnya tiba juga pukul tujuh malam. Tidak ada tanda-tanda juga jika mas Riko pulang. Tidak terdengar suara mobil atau apapun dari luar. Sepertinya dia memang  benar-benar tidak akan pulang malam ini.  

"Mungkin dia masih ada urusan dahulu sehingga belum pulang," gumamku yang masih berpikir positif. Hingga akhirnya pukul sembilan malam pun tiba dan dia masih belum pulang juga.

Aku sengaja mengirim pesan untuknya, bertanya apakah dia sudah tidur atau belum. Hanya untuk memastikan jika dia sudah tidak  berada di kantor atau tidak ada urusan apapun lagi di luar.  

(Mas udah tidur?) Isi pesan yang sengaja kukirimkan padanya.

Tidak menunggu lama, pesanku pun langsung dibalas oleh mas Riko.

(Baru mau merem ini, Sayang. Kamu sendiri belum tidur?)  Jawaban yang  membuatku langsung mengernyitkan keningku.

(Belum nih Mas, belum ngantuk. Oh ya kamu tidur di mana? Di kamar apa di sofa?) Isi pesan yang sengaja kutulis untuk memancing jawabannya lagi.

(Di kamar kok, Sayang. Di Sofa kan nggak ada AC nya, aku nggak bisa tidur kalau panas. Kamu tahu sendiri kan jika aku tidak bisa tidur tanpa AC?) 

Balasannya kali ini membuktikan satu kebohongan lagi darinya. Rasanya ingin sekali ku jambak rambutnya dan kupukul wajahnya saat ini juga, namun aku masih harus bersabar.  Aku harus membuat dia malu dan bertanggung jawab dengan apa yang telah dia lakukan terlebih dahulu.

(Iya aku tahu jika kamu tidak bisa tidur jika tanpa Ac. Ya sudah kalau begitu tiba-tiba mataku ngantuk nih, tidur dulu ya. Selamat malam, Sayang.)  Aku sengaja masih berpura-pura tidak mengetahui jika dia tidak berada di rumah sekarang agar dia tidak merasa curiga denganku.

Balasan selanjutnya dari mas Riko, dia mengirim emoticon love banyak sekali. Ada kali sampai dua puluh emoticon yang langsung memenuhi layar ponselku. Namun aku malas untuk membalasnya. Rasa kepercayaanku pun sudah tidak ada lagi untuknya.

Aku segera memejamkan mataku. Rasanya tidak sabar menunggu pagi untuk pergi ke rumah Ibu mertua dan memberikan kejutan pada semua serta membuat mereka mengakui semua yang telah mereka lakukan di belakangku.

"Kita lihat saja kejutan apa yang akan kuberikan pada kalian besok. Kalian pasti akan sangat kaget!" gumamku

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
kuatkan aja hati mu.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status