Share

BAB 4: Silver Spoon.

Asteria membaca lembaran surat di tangannya dengan senyum kecil. Setelah Vivianne menyebarkan undangan pada semua murid dalam kelas akselerasi yang didiami oleh Asteria, ia memerintahkan murid-muridnya untuk pulang karena waktu pembelajaran diselesaikan lebih awal.

Asteria berjalan berdua dengan Luna menuju halaman depan Yu Zhorn Junior High School yang merupakan salah satu sekolah menengah pertama paling terkenal di kota Arone. Kota Arone adalah ibukota dari negara Bjorn yang ditinggali oleh Asteria.

"Aku yakin jika kau pasti akan mendapatkan nilai terbaik secara paralel seperti tahun lalu, Asteria!"

Asteria menoleh pada Luna setelah mendengar ucapan penuh semangat dari kawannya itu. Ia tertawa kecil sembari memasukkan surat yang diberikan Vivianne padanya setelah melipat surat itu dengan rapi.

Asteria tersenyum seraya menatap lurus ke depan. Senyuman di wajahnya begitu lebar yang membuat gadis itu tampak begitu ayu. Bukan tanpa alasan, Asteria tersenyum karena ia memang sudah tau jika ucapan Luna adalah benar.

Asteria memang akan menjadi juara kelas dan mendapatkan nilai terbaik secara paralel, ia bahkan akan menerima beberapa penghargaan lain di acara pesta kelulusan nanti berkat bakat dan perilakunya yang luar biasa.

Gadis itu menatap keadaan sekitar dengan kedua mata bulatnya yang tampak cerah bercahaya. Asteria diam-diam menahan kekagumannya setelah melihat suasana di depan sekolah yang begitu asri.

Mobil dan motor dari beberapa wali murid yang tengah menjemput anak-anak mereka juga tak luput dari perhatian Asteria. Ia berjalan keluar dari sekolah elite itu ditemani oleh Luna, begitu sampai di luar gerbang besar sekolah, Asteria justru semakin terperangah.

Gedung-gedung yang menjulang tinggi kini menjadi perhatian Asteria. Ia tidak pernah melihat pemandangan seperti ini di kehidupan sebelumnya. Ia merasa begitu beruntung karena Tuhan masih mau dengan sudi menganugerahinya dengan kehidupan kedua setelah ia memilih cara paling menyedihkan untuk mengakhiri hidupnya.

"Asteria, apakah kau jadi mengajakku ke timezone? Aku akan meminta ijin pada orang tuaku jika memang itu jadi." Asteria segera menoleh untuk menatap Luna dengan wajah bingung.

"Timezone?" Luna dengan semangat mengangguk seraya tersenyum pada Asteria.

"Ya! Apakah kau lupa? Sebelum kau tertidur, kau sempat mengajakku untuk ke timezone malam nanti. Kau mengatakan jika kita harus merayakan selesainya masa ujian kita! Aku juga sudah mengatakan itu pada Ivory."

Timezone? Asteria semakin bingung saat mendengar nama yang baru saja disebutkan oleh Luna. Setelah beberapa saat berpikir dengan keras, Asteria akhirnya memiliki ingatan itu.

Timezone adalah tempat berisi banyaknya wahana permainan yang biasa dinikmati manusia untuk mengusir rasa bosan atau sekedar menghibur diri mereka. Lalu Ivory, Asteria ingat jika ia memang memiliki dua sahabat dekat, mereka adalah Lunamoon dan Ivory Bendetta.

"Ah, tentu, Luna. Aku tidak mungkin membatalkan ajakan itu secara tiba-tiba. Bagaimana jika kau datang ke rumahku? Kita akan berangkat bersama ke sana."

Luna tersenyum pada Asteria sebagai jawaban. Kepalanya yang mengangguk dengan sangat cepat membuat Asteria meringis. Jika kepala gadis di depannya ini terbuat dari plastik, maka Asteria yakin jika kepala Luna pasti sudah lepas sejak tadi.

Saat tengah asyik berbincang di depan gerbang, seorang gadis dengan rambut pendek tiba-tiba merangkul pundak Luna dan Asteria hingga membuat kedua gadis itu terperenjat kaget.

"BAA!"

Luna berteriak keras dengan suara melengking yang membuat beberapa orang mengalihkan pandangan padanya, sedangkan Asteria hanya terlihat sedikit tersentak.

Gadis itu dengan anggun mengusap dadanya seraya menghembuskan napas setelah melihat gadis yang berdiri di antara dirinya dan Luna. Gadis yang tadi mengejutkan Luna dan Asteria itu dibuat mengernyit dengan sikap Asteria yang tampak baru baginya.

"Tumben sekali kau tidak terkejut, Asteria? Kau tampak seperti tuan putri." Asteria hanya terkekeh pelan menanggapi perkataan gadis itu. Mereka hanya tidak tau, Asteria memang seorang tuann putri.

"Kau selalu saja jahil! Kami tidak akan mengajakmu ke timezone, Ivory!"

Ivory menganga tak percaya mendengar omelan Luna. Ia menatap Asteria dengan wajah memelas yang membuat Asteria terkikik geli. Gadis itu memiliki rambut pendek dan gaya yang sedikit maskulin di mata Asteria, namun tingkah menggemaskan Ivory justru membuat Asteria tak mampu menahan tawanya.

"Luna hanya bercanda. Aku tetap akan mengajakmu ke timezone, datanglah ke rumahku. Kita akan berangkat bersama."

"Apakah kau juga akan mengajakku, Kak?"

Asteria, Luna, dan Ivory kompak menoleh ke belakang saat mendengar suara mendayu dari seorang gadis. Begitu melihat siapa yang tiba-tiba masuk dalam percakapan mereka, Ivory sontak memasang wajah datar sedangkan Luna kini terlihat merengut sebal.

Asteria tersenyum manis saat sadar jika gadis di depannya baru saja memanggilnya dengan sebutan "Kak". Mungkinkah ini adik tiri kesayangan yang selalu ia manjakan dan prioritaskan?

"Kami tidak mengajakmu, Esther. Lagipula kami ingin merayakan sesuatu, kau tidak terlibat di dalamnya."

Esther yang baru saja mendekati Asteria dan dua kawannya itu dibuat merengut kesal setelah mendengar ucapan Luna. Ia mengepalkan kedua tangannya dan dengan kencang memukul lengan kanan Asteria dengan kepalan tangannya hingga membuat Asteria meringis.

"Kak! Lihat temanmu itu! Dia bersikap sangat jahat padaku!" Ivory membelalakkan kedua matanya saat melihat Esther dengan kencang memukul lengan Asteria. Ia segera menarik lengan Asteria agar gadis cantik itu menjauh dari adik tirinya, Esther Yasefa.

"Kau menyakitinya, Esther!" bentak Ivory.

Asteria yang sejak tadi diam pun dibuat terkejut dengan pembelaan Ivory. Ia tidak ingat pernah melihat adegan seperti ini dalam buku. Wajar saja bukan jika Asteria kini terkejut dengan perbuatan teman dekatnya itu?

Esther dengan panik menoleh ke kanan dan ke kiri saat melihat beberapa rekan sekolahnya mendekati mereka karena penasaran dengan apa yang terjadi setelah mendengar bentakan Ivory.

Gadis itu diam-diam menggertakkan giginya dan mengepalkan kedua tangannya. Namun sedetik kemudian, ia tiba-tiba menyeringai setelah menatap Asteria yang sudah tak lagi memegangi lengannya.

Asteria bukannya tidak sadar, selama hidup di Kerajaan Middlemost sebagai seorang tuan putri, Asteria sudah menerima ilmu dan pelajaran khusus untuk menilai serta melihat emosi juga raut wajah orang lain.

Asteria yang sejak tadi tidak bersuara hanya diam-diam mengamati Esther. Ia sedikit terkejut saat sadar akan seringai kecil Esther setelah adik tirinya itu menatapnya. Asteria dibuat mengernyit saat kini Esther justru bersiap untuk menangis.

Asteria tau raut wajah itu, Esther pasti akan berpura-pura menangis dan justru akan menyalahkan Ivory untuk masalah ini. Asteria pun tersenyum dan lebih dulu membuat suara isak tangis hingga membuat semua orang terkejut.

Esther yang sebelumnya sudah siap untuk berpura-pura menangis pun dibuat menganga saat mendengar tangisan sang kakak. Asteria memegangi lengan yang tadi dipukul oleh Esther sambil menitikan air mata.

"Tenanglah, Ivory. Aku baik-baik saja. Jangan menyalahkan adikku untuk ini, dia pasti tidak sengaja."

Wajah penasaran rekan-rekan sekolah yang mengelilingi mereka kini berubah menjadi tatapan intimidasi dan mencela yang ditujukan pada Esther. Esther pun merasa panik saat ia tau jika dirinya dipandang sebagai penjahat di situasi itu.

"Tapi Esther sudah menyakitimu! Dia dengan sengaja memukulmu! Kenapa kau tidak marah? Lihatlah dia! Dia bahkan tidak terlihat merasa bersalah padamu, Asteria!"

Tepat setelah Ivory menunjuk Esther, semua orang di sana pun ikut menatap Esther dengan tatapan memicing. Mereka berbisik-bisik mengenai sikap Esther yang membuat gadis cantik itu merasa jantungnya berdetak cepat. Ia menatap Asteria yang masih menangis tersedu dengan tatapan kebencian.

"Apa yang terjadi di sini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status