Share

BAB 2: Where Do You Come From?

"Asteria? Asteria bangun!"

Edith mengerutkan keningnya saat ia merasakan pening yang begitu hebat mendera kepalanya. Ia sadar jika kini tubuhnya sedang diguncang dengan kuat oleh seseorang yang tidak ia ketahui. Edith samar-samar mendengar suara riuh di sekitarnya, tubuhnya terasa begitu kaku dan sakit.

Mungkinkah Esther sudi mendekat dan mencoba menyelematkannya? Edith ingat betul bagaimana sakit yang ia rasakan di sekujur tubuhnya tepat setelah ia jatuh menghantam tanah. Apakah orang tuanya kini sudah mengetahui keadaannya?

Tulang-tulang Edith terasa remuk dan hancur berkeping-keping. Kepalanya terasa pecah dan pandangannya gelap hingga perlahan semua rasa sakit itu menghilang. Edith yang sebelumnya merasakan sakit luar biasa menjadi nyaman dalam gelapnya.

Tetapi tak lama, rasa sakit itu justru kembali. Ia merasakan pusing yang teramat sangat bersamaan dengan suara seorang gadis yang terdengar sedikit cempreng di telinganya.

"Asteria bangun! Kelas Miss Vivianne sebentar lagi dimulai!"

Edith perlahan mencoba mengerjapkan kedua matanya saat ia samar-samar mendengar suara gadis itu memanggil namanya seseorang yang begitu familiar di telinga Edith.

"Astaga, Asteria!"

Edith sepenuhnya membuka kedua mata dalam kondisi terperenjat kaget setelah mendengar teriakan seorang gadis yang duduk tepat di sampingnya itu. Ia menoleh dan menatap gadis itu dengan wajah bingung.

Edith tidak pernah melihat gadis ini di istananya. Edith pun mengedarkan pandangannya dan melihat sekitarnya. Kedua matanya membelalak kaget saat melihat dimana ia berada.

Hal terakhir yang Edith lihat sebelum semua berubah menjadi gelap adalah halaman luas dari paviliun milik perdana menteri. Tetapi apa yang dilihat matanya kini justru sangat berbeda dengan apa yang dilihatnya terakhir kali.

Edith kini berapa di dalam sebuah ruangan yang amat sangat mirip dengan ruangan yang ada di dalam istana, ruangan itu selalu digunakan oleh Edith dan anak-anak lain dari raja dan ratu kerajaan lain untuk mempelajari sihir.

"Asteria? Apa yang terjadi padamu?" tanya seorang gadis dengan sebuah tanda nama kecil tersemat di dada kirinya yang bertuliskan Lulamoon Jayana dengan wajah panik serta penuh kekhawatiran.

Edith yang mendengar itu hanya diam dan mengamati gadis di sampingnya dengan wajah kebingungan. Kening Edith berkerut dalam saat melihat kedua mata gadis dengan nama Lunamoon itu berwarna coklat dan bukannya merah seperti dirinya.

Luna yang melihat sikap aneh dari gadis di depannya itu pun berinisiatif untuk menyadarkannya dengan cara mengguncang bahunya. Edith yang masih merasakan pusing di kepalanya tentu saja meringis dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Luna.

"Sebenarnya ada apa denganmu, Asteria? Apa kau sakit? Haruskah kita ke klinik?" tanya Luna dengan wajah khawatir yang membuat Edith justru semakin kebingungan.

Edith yang sudah mulai membaik setelah diam selama beberapa saat pun sontak menatap Luna dengan kedua mata membulat. Ia baru saja sadar jika gadis aneh di depannya itu tidak memanggilnya dengan Yang Mulia ataupun Edith.

Luna justru memanggilnya dengan nama lain yang bukan namanya. Edith kembali mengedarkan pandangannya dan melihat orang-orang yang berada di dalam ruangan yang sama dengannya.

Mereka semua tampak muda dengan pakaian yang seragam. Mereka asik bercengkrama serta bersenda gurau dengan satu sama lain. Edith menatap bingung pada mereka karena tak satupun dari mereka terlihat mirip dengan vampir yang biasa ia lihat di Land Of Most.

Edith yang masih bertanya-tanya tentang kondisi aneh dari dirinya pun hanya menunduk dengan pandangan kosong hingga kedua matanya secara tidak sengaja mengarah pada sebuah cermin kecil di atas meja yang berada di depannya.

Edith pun meraih cermin kecil itu dan mengarahkan benda itu ke wajahnya sendiri. Tepat setelah pantulan wajahnya muncul di cermin, Edith menjatuhkan cermin itu ke lantai hingga hancur berkeping-keping.

Bukan hanya mereka yang berada di sekitar Edith yang tampak berbeda, dirinya pun juga sama. Edith ingat jika wajahnya tidak seperti ini, namun kini Edith justru berubah menjadi orang lain dengan wajah yang berbeda.

Ia kehilangan mata merahnya yang menyala. Edith juga tak menemukan kedua taringnya yang runcing. Rambut pirangnya berubah warna menjadi kecoklatan. Edith terkesiap dengan kondisinya sendiri.

Apa yang sebenarnya terjadi setelah kejadian di balkon kamar Esther itu? Edith ingat betul jika tubuhnya jatuh menghantam tanah, bukan pergi ke tempat lain. Tetapi setelah membuka mata, Edith justru berada di tempat asing dan juga berubah menjadi orang asing.

"Asteria! Ada apa denganmu?!" teriak Luna saat Edith dengan kaget menjatuhkan cermin miliknnya ke lantai. Hal itu mengundang tanya dari semua teman-temannya. Mereka pun berbondong-bondong mendekati meja yang diduduki oleh Edith dan Luna untuk melihat keadaan Edith.

Saat Edith kembali mendengar nama itu disebutkan, tubuhnya tiba-tiba menegang kaku. Sebuah ingatan berputar di kepalanya tentang ia yang selalu dengan rajin membaca sebuah buku kemana pun dia pergi. Kedua mata Edith membelalak ketika ia ingat jika Asteria adalah nama tokoh utama dari buku favoritnya.

Buku yang juga sempat melukai kepalanya cukup parah sebelum akhirnya ia memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat dari balkon kamar Esther Mafalda, sahabatnya sendiri.

Edith dengan shock menutup mulutnya sendiri. Ia tak bisa mempercayai apa yang kini ia alami. Edith melihat orang-orang di sekelilingnya dengan pandangan kaget, kini ia yakin, mereka semua adalah manusia.

Apakah ini benar-benar nyata? Edith masih tak percaya, ia justru terbangun sebagai tokoh utama dari buku favoritnya sendiri setelah mencoba bunuh diri. Tokoh utama yang juga memiliki kisah menyedihkan seperti dirinya.

"Asteria?"

Edith terkesiap saat Luna kembali memanggil dirinya dengan nama Asteria sambil bertanya dengan wajah khawatir padanya. Edith pun berdeham pelan dan berusaha untuk tersenyum dengan kaku kepada Luna.

"A-aku Asteria, ak-aku ba-baik-baik saja. Kepalaku hanya sakit setelah terbangun dari tidurku."

Jawaban Edith membuat Luna menghela napas lega. Gadis itu mengusap dadanya sendiri dan tersenyum pada Edith sebelum akhirnya memerintahkan teman-temannya untuk pergi meninggalkan meja yang ia dan Edith tempati.

"Aku akan mengantarmu ke ruang kesehatan, ayo Asteria."

Edith pun mengangguk dan berdiri untuk menerima tawaran Luna. Ia tersenyum sembari meraih tangan Luna yang terulur padanya. Luna pun mengantarkan Edith menuju ruang kesehatan seperti yang ia katakan.

Di sepanjang jalan, Edith dibuat berdecak kagum sekaligus tercengang. Dunia manusia sungguh jauh berbeda dengan dunianya. Land Of Most memiliki bangunan tua yang megah dan tertata begitu apik.

Namun, tempat yang ia singgahi kini justru berbanding terbalik, tembok bangunan tampak dipoles begitu halus. Cahaya terang dari sinar matahari dibiarkan masuk melalui jendela-jendela besar yang terbuka.

Beberapa orang yang kebetulan berpapasan dengan Edith dan Luna tampak tersenyum dan menyapa mereka dengan ramah. Edith mau tak mau pun membalas sapaan mereka dengan senyuman.

Ia ingat, dalam buku yang ia baca, Asteria memang menjadi kesayangan semua orang. Gadis itu begitu terkenal di sekolahnya, ya, sekolah. Edith ingat dengan jelas jika halaman awal di buku itu menceritakan tentang kisah masa sekolah Asteria yang begitu bahagia di Sekolah Menengah Pertama.

Melihat bagaimana baiknya semua orang bersikap padanya, Edith yakin jika kini ia berada di tubuh Asteria pada masa Sekolah Menengah Pertama gadis malang itu. Edith menghela napas pelan-pelan, jika benar ia berada di tubuh Asteria pada masa Sekolah Menengah Pertama, bukankah setelah ini akan banyak segudang masalah menantinya?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status