Share

Bangkitnya Dewa Kegelapan
Bangkitnya Dewa Kegelapan
Penulis: Eleanoor Vana

1. Perang besar

Genderang tabuh berkumandang. Derap kaki menghentak bumi, diiringi riuh teriakan ratusan ribu bala tentara siluman. Masing-masing mereka memegang senjata kegelapan yang dapat menembus jantung musuh dalam satu tebasan.

Di seberang sana, ratusan meter jaraknya. Pasukan khayangan dewa dunia atas, menelan ludah gugup.

“Apa kita bisa bertahan?”

“Aku tidak tahu.”

Gigil merambat sampai ke tulang, mengantarkan teror dan kecemasan yang pekat. Tak ada satu pun dari mereka yang mau mati, tetapi malaikat pencabut nyawa seolah menyeringai di depan mata. Siap mencabut jiwa-jiwa yang kehilangan asa.

Di atas mereka, Griffin, menyungging senyum cemooh. Duduk di singgasana berupa awan gelap buatannya. Menyilang kaki, menikmati indah pertunjukkan. “Ah, manis sekali. Aku suka hawa takut mati ini," katanya terkekeh pelan. “Bahkan aromanya bisa dikecap lidahku.”

Griffin merentangkan tangan sambil memejam, seolah sangat menikmati situasi yang ada. 

Satu tangan di angkat ke atas, mengarahkannya ke pasukan musuh. Dewa kegelapan itu menarik napas dalam, sebelum memuntahkan satu perintah yang sudah sangat dinanti-nanti oleh pasukannya. “Serang mereka.”

"Baik yang mulia," jawab mereka.

Seluruh siluman mengikis jarak, menyerbu mendekati musuh, sampai tidak ada lagi ruang yang tersisa.

Perang tak terelak. Bunyi besi menyahut berdenting merdu, bersamaan dengan jerit kesakitan dari berbagai arah. Gema ketakutan pesta pora, lebih didominasi oleh meriahnya tawa pasukan siluman. Cekikan mengayun senjata pada dada musuh.

"Ini hanya akan menjadi kekalahan. Kita akan berakhir menyedihkan," kata salah satu petinggi dunia atas. Dia menatap khawatir ke depan. Merasa sangat sedih sekaligus marah atas apa yang terjadi.

Sementara sang dewi perang, Psyce, mencoba tenang memahami keadaan. 

Dunia ghaib dalam keadaan bahaya jika kekacauan terus berlangsung. Imbasnya akan ikut mengacaukan sistem semesta dan merambat menuju dunia manusia. 

Griffin. Laki-laki itu adalah anak dari raja klan bulan merah. Pimpinan yang sejak dahulu menjadi ancaman bagi dunia atas. Selama ini, dewa khayangan bisa menundukkan sang Raja. Sampai akhirnya saat masa pimpinan Griffin, semua berubah.

Perjanjian iblis dan sihir terlarang menyelubungi. Griffin menaikkan level sihirnya sampai ke tahap memegang kendali penuh pada api neraka pemusnah, amaterasu. Api hitam yang kekal abadi dan memiliki daya hancur luar biasa.

Dengan kemampuan yang dimilikinya. Tak ada satu pun yang bisa mengalah Griffin.

"Kau, jaga aku. Kita akan menuju ke tempat dimana Griffin berada."

"Apa kau yakin melakukan ini?" 

Psyce melirik tajam. Giginya mengetat dan menarik kerah baju sosok di samping. "Aku tidak akan mengorbankan setengah penduduk Kayangan, kalau aku sendiri ragu melakukannya," kata Psyce. 

Dia menaikkan wajah memusatkan fokus pada target yang menjadi biang kerusuhan.

Perang terus berlangsung, jumlah korban yang berjatuhan semakin bertambah. Mereka tidak bisa mengulur waktu. 

Di atas, Griffin membaca gelagat. Dia duduk bersender sambil mengusap dagu. Menikmati wajah cantik yang menatap bengis padanya.

"Ah, cantiknya. Sayang sekali Psyce tempramen, tapi tak apa. Aku suka."

Psyce sendiri memejamkan mata, sibuk menyerap fokus untuk menenangkan diri dari gemuruh suara teriakan yang memekak telinga, mengubahnya menjadi denging tajam yang menusuk, sebelum berganti sunyi.

Sebuah sunyi yang ganjil.

"Hmm, apa ya, yang akan si cantik pemarah itu lakukan?" Griffin bertanya-tanya. Dia gemas, juga antusias.

Sepersekian detik dari momen Griffin berucap. Psyce membuka mata, meraungkan nada peringatan lewat mata kuning keemasan yang bersinar.

Dia mengeluarkan pedang suci, sebuah senjata yang ditempa oleh mata air surga. "Aku akan menghentikanmu, Griffin."

Langkahnya melesat dengan kecepatan luar biasa. Menuju ke tengah-tengah peperangan, tanpa ampun menebas semua yang menghalang. 

Di sisi kiri dan kanannya. Dua orang dewa ikut membantu. Menjaga agar sang Dewi bisa mendekati target utama.

"Oh, kau mau menyerangku? Baiklah, sangat tidak sopan kalau aku mengayun-ayun kaki di atas sini. Ada baiknya kalau kita turun agar pertandingan menjadi seru."

Griffin menjetikkan jari. Singgasananya lenyap seiring dengan tubuhnya melayang turun ke bumi. 

"Hai," sapanya lucu. Namun yang disapa sama sekali tidak menunjukkan wajah ramah, masih dengan ekspresi penuh amarah. "Jadi apa yang akan kita lakukan?"

"Tutup mulutmu, Brengsek."

Griffin tersenyum mengejek. "Santai, Cantik. Aku tahu kau kesulitan menahan getaran di tubuhmu karena tekanan intimidasiku, kan? Tapi tak apa, aku akan melakukannya dengan lembut. Kematianmu akan terasa sejuk dan menyenangkan."

Psyce muak berbasa-basi. Dewi perang itu melesat maju menebas sang target dengan pedangnya.

Griffin dengan mudah mengelak, tanpa perlu repot-repot menangkis serangan buta yang diarahkan kepadanya. Dia menunduk kemudian berputar membalas serangan Psyce dengan sentuhan di dadanya. 

Sentuhan itu pelan, tetapi disertai api neraka yang langsung menghempaskan tubuh psyce mundur ke belakang. 

Psyce bangkit, kembali menyerang. 

Melihat itu, Griffin terhibur. Dia tertawa pelan sembari menghindar semua serangan yang dilancarkan Psyce. Sampai sang dewi itu akhirnya kelelahan dan Griffin melihat celah kesempatan.

Dia dengan cepat menusuk perut sebelah kiri psyce. 

Menyebabkan rasa nyeri yang menjalar ke seluruh tubuh. Namun Psyce tidak peduli, dia segera bangkit untuk kembali menyerang. 

Jika dewa bengis itu tak dapat dia bunuh karena perbandingan kekuatan yang terlampau jauh, setidaknya dia harus berhasil melukai Salah satu bagian anggota tubuh Griffin. Psyce harus membuat Griffin merasakan sakit yang sama seperti yang semua pasukan dunia atas alami.

Pergulatan kembali terjadi. Raungan suara yang membuat telinga nyeri terdengar, menghiasi pertarungan kedua makhluk itu. 

Hasilnya sudah terlihat jelas, Psyce beberapa kali memuntahkan darah akibat Serangan telak bertubi-tubi yang diberikan Griffin tanpa ampun.

Dewi perang itu merasa penglihatannya kabur, sebelum serangan terakhir sekaligus serangan telak yang melumpuhkannya, membuat Psyce tak bisa berkutik.

Di momen menyedihkannya. Psyce menelan rasa kecewa yang pekat. Semua prajurit dunia atas yang menyaksikan kejadian, sudah seratus persen putus asa.

Mereka kalah, mereka semua akan mati.

Apakah ini akhirnya? Masih adakah cara lain yang bisa diharapkan? 

Psyce berkabung mengharap belas kasih dari penguasa jagat raya. Matanya menatap ke arah langit. Bulan sedang sempurna, terang bergantung di tengah-tengah kegelapan malam.

Psyce memejamkan mata, merapalkan sesuatu dalam bahasa kuno. Kemudian mendadak bertiup angin kencang disusul suara kilatan petir yang menyambar. Dewi perang itu membalikkan tubuh dari posisi tengkurap dengan susah payah. 

Ini belum boleh berakhir.

Dengan sedikit Tertatih, Psyce bangkit dari tanah dan menatap tajam ke arah Griffin. Mata dewi yang sekarat itu berubah menjadi putih. Bersinar terang menyilaukan. 

Dia tahu dia akan kalah. Pertarungan ini tidak akan bisa dia menangkan. Maka Psyce sudah menyiapkan diri. Sebuah pembalasan setara atas kekejaman yang telah dilakukan Griffin terhadap klan-klan kecil yang dibantai tanpa ampun.

Griffin harus merasakan penderitaan, dia harus dihukum.

Psyce mengangkat tangannya ke udara. Kemudian sebuah pola rumit berwarna emas terbentuk. Semakin membesar dan meliputi seluruh penjuru wilayah peperangan. 

Lalu dengan sisa tenaganya. Psyce mendesis pelan, "Griffin. Aku mengutuk kau dan seluruh pasukan yang mengikutimu, atas semua kejahatan yang kau lakukan. Terkurung lah kau." Cahaya keemasan berpendar. Memperjelas pola yang dibuat oleh Psyce di udara. Lambang dari segel terkuat penduduk khayangan.

Dewi perang itu mengangkat tinggi pedang di tangan, lalu menusuk ke jantungnya sendiri hingga tewas.

Seiring dengan itu pula, segel berpola rumit selesai dibuat. Menyebar dan menyapu habis seluruh siluman yang ada. Mengubah mereka menjadi batu. 

Griffin yang melihat itu terkejut bukan main. Matanya tajam mengutuk. Dia mengeluarkan api neraka, mencoba kabur dari tempat. Namun, semuanya sudah terlambat. 

Rantai-rantai panjang dan besar muncul dari dalam tanah. Bergerak seperti tanaman rambat dan langsung melilit sekujur tubuh Griffin, mencegahnya untuk melarikan diri. 

Dewa kejam memberontak, tetapi rasa sakit menyengat yang menyerap semua tenaga menciptakan ketidakberdayaan.

Seluruh pasukan khayangan yang tersisa menyambut kebebasan. 

Di momen akhir sebelum tubuh Griffin lenyap. Dewa kegelapan itu bersumpah, "Aku akan bangkit dan membalas kalian semua!!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status