Share

27. Bukan untuk Dipilih

Aвтор: Banyu Biru
last update Последнее обновление: 2025-07-09 13:27:09

“Aku ingin kau tahu,” Delia menarik napas panjang, suaranya nyaris tak terdengar. Kini, tangannya bertumpu padaku.

"Aku tahu. Aku tahu dari dulu jika Saka selalu mencintaimu, Nada!"

Aku menegang di kursi. Suara Delia menyelinap masuk ke dada, lalu menghantam jantungku dengan pelan, perlahan tapi sangat pasti. Aku melirik Saka sekilas. Tapi laki-laki itu tak bereaksi. Tatapannya kosong, lekat pada wajah Delia yang pucat.

“Apa maksudmu?” tanyaku, nyaris berbisik.

Delia memejamkan mata sejenak, seolah sedang menyusun kekuatan. Lalu ia membuka matanya lagi, menatapku penuh ketulusan. “Aku pernah memaksanya untuk datang. Aku selalu memintanya untuk tinggal dalam hatiku, tapi hatinya…” Ia menoleh perlahan ke arah Saka. “Hatinya... selalu memilihmu, Nada.”

Aku tercekat. Napasku terhenti sejenak. Mataku berpindah pada Saka, mencari penyangkalan, mencari sanggahan. Tapi yang kutemukan justru adalah wajah yang begitu tenang… dan sorot mata yang nyaris tak bisa kutatap terlalu lama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Заблокированная глава

Latest chapter

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   30. Kenangan Masa Lalu

    “Tentang... siapa dirimu yang sebenarnya.” Suara itu halus, seperti bisikan yang menusuk hingga ke dasar pikiranku. Aku menoleh sekilas ke Bimo, mencari jawaban dari ketidaktahuanku sendiri. Tapi Bimo tampak sama terkejutnya. “Apa maksud Ibu?” tanyaku pelan, mencoba tenang meski tubuhku mulai gemetar tanpa alasan. Wanita itu menunduk sejenak, seolah sedang menyusun keberanian. “Aku sudah menunggumu sejak lama. Tapi baru hari ini aku bisa menguatkan diri untuk bicara.” Ia membuka tas kecil di tangannya, mengeluarkan sebuah foto kusam. Tangannya bergetar saat menyerahkannya padaku. Mataku membelalak. Itu foto bayi perempuan dalam balutan selimut merah muda, digendong seorang wanita muda—wajahnya tak asing. Bahkan sangat familiar. Jantungku seperti berhenti berdetak. “Itu... aku?” Aku menatap foto itu. Aku sering melihatnya di album yang ayah simpan. Wanita itu mengangguk pelan. “Itu dirimu, Nada Pramesthi. Dirimu dalam pelukanku. Aku... ibumu..

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   29. Surat Panggilan

    Aku menatap lembar surat itu agak lama. Kertas berkop Pengadilan Agama Surabaya yang kembali datang setelah sidang mediasi yang tak mencapai kesepakatan. Aku membuang nafas perlahan sambil sesekali memejamkan mata. Menikmati udara sore yang berhembus dari teras rumah ayah. "Dia sudah menerima suratnya," ujar Bimo sambil menyeruput kopi yang baru saja Mbok Nah antarkan. "Tapi sepertinya, Danar tetap tidak mau menandatangani gugatan cerai. Katanya, dia masih ingin mempertahankan rumah tangga denganmu!" Aku tertawa getir. Rumah tangga macam apa yang ingin dia pertahankan? Setelah mengabaikanku sejak pernikahan, menghamili perempuan lain, memaipulasi toko materialku. "Kalau begitu, kita main di sisi yang lain," gumamku, lebih pada diri sendiri. Bimo menoleh, menatapku penuh tanya. "Mobil itu," ucapku akhirnya. "Mas Danar menginginkan mobil yang biasa dia pakai!" Aku menjeda kalimatku. "Berikan saja padanya. Suruh dia tukar mobil itu dengan tandatangan di surat gugatan cerai.

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   28. Saka yang Mendekat

    Pintu ruang terapi terbuka otomatis. Udara di dalam ruangan lebih dingin dan tentu saja lebih sunyi. Ruangan yang dipenuhi dengan cahaya putih dan mesin besar di tengahnya, dingin, seperti tanpa perasaan, bagi orang-orang yang kini tengah berjuang. “Silakan duduk di kursi ini sebentar, Bu,” kata perawat sambil membantu Delia berpindah dari ranjang ke bangku khusus di hadapan mesin. Aku berdiri di dekatnya, membelai pelan rambut Delia yang mulai menipis karena pengobatan sebelumnya. “Kalau kamu takut, pejamkan mata. Bayangkan kamu sedang duduk di cafe favorit kita dengerin suara musik dengan kopi pahit seperti biasanya!” bisikku setengah bergurau. Dia mengangguk pelan sambil tersenyum. “Nada... kalau aku nggak kuat...” “Kamu pasti kuat,” potongku dengan uaraku bergetar. Aku sendiri tak punya cukup kekuatan saat ini. tapi aku tak bisa menunjukkan kelemahanku. “Selama kamu mau berjuang, pasti kamu bisa!" Seorang teknisi

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   27. Bukan untuk Dipilih

    “Aku ingin kau tahu,” Delia menarik napas panjang, suaranya nyaris tak terdengar. Kini, tangannya bertumpu padaku. "Aku tahu. Aku tahu dari dulu jika Saka selalu mencintaimu, Nada!" Aku menegang di kursi. Suara Delia menyelinap masuk ke dada, lalu menghantam jantungku dengan pelan, perlahan tapi sangat pasti. Aku melirik Saka sekilas. Tapi laki-laki itu tak bereaksi. Tatapannya kosong, lekat pada wajah Delia yang pucat. “Apa maksudmu?” tanyaku, nyaris berbisik. Delia memejamkan mata sejenak, seolah sedang menyusun kekuatan. Lalu ia membuka matanya lagi, menatapku penuh ketulusan. “Aku pernah memaksanya untuk datang. Aku selalu memintanya untuk tinggal dalam hatiku, tapi hatinya…” Ia menoleh perlahan ke arah Saka. “Hatinya... selalu memilihmu, Nada.” Aku tercekat. Napasku terhenti sejenak. Mataku berpindah pada Saka, mencari penyangkalan, mencari sanggahan. Tapi yang kutemukan justru adalah wajah yang begitu tenang… dan sorot mata yang nyaris tak bisa kutatap terlalu lama.

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   26. Delia dan Janji yang Tertunda

    Aku membawa mobil meninggalkan pengadilan agama perlahan. Menyusuri jalanan kota yang padat merayap. Tak berapa lama, ponselku berdering dan nama Delia terpampang di layarnya. Aku mengangkat dengan tangan sedikit gemetar. “Halo?” “Nada...” Suaranya lirih. Aku mengenali suara itu seketika. “Delia?” “Bisa... kamu datang ke rumah sakit hari ini?” “Delia, kamu di mana?” tanyaku cepat. “Ruang rawat inap, lantai dua... rumah sakit onkologi, Surabaya!" Suara itu nyaris tenggelam oleh napasnya yang pendek-pendek. “Nada, aku ingin bicara.” Panggilan itu membuatku terdiam beberapa saat. Tak banyak kata yang bisa kuucap selain, “Aku akan datang.”Aku segera memutar mobilku menuju rumah skait yang Delia maksudkan. Terletak di pusat kota, dengan bangunan yang tenang, penuh pepohonan rindang. Tapi suasananya kadang membuat hati berdetak tak karuan. Sunyi dan menakutkan. Seolah waktu melambat hanya untuk memberi kesempatan orang-orang menghadapi akhir hidupnya dengan lebih pela

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   25. Hati yang Tak Pernah Pulang

    Aku berdiri di tepi jalan, bersiap untuk pulang. Baru saja memasuki tempat parkir mobil saat kudengar suara yang memanggil namaku. Aku sedikit menepi karena siang ini, begitu terik menyilaukan mata. Dari kejauhan berlarian sesosok yang begitu kukenal, diikuti oleh dua orang yang mengikuti dengan tergesa-gesa. "Nada!" Aku menunggu. Menunggu kata-kata yang hendak dia sampaikan. Seseorang yang dulu pernah menjadi tempatku pulang. “Nada!” Mas Danar tampak lebih kusut dari tadi saat masih di ruang mediasi. "Kita perlu bicara!" Lanjutnya. Aku mengangguk. "Bicaralah, Mas!" Jawabku. Sasi dan Mertuaku segera mendekat dengan raut gelisah. Aku menghela napas dan menurunkan ponsel dari telinga. Keinginan untuk mengecek kondisi klinik jadi urung kulakukan. “Kau ingin cerai hanya karena satu kesalahan?” Suara Mas Danar meninggi, dan aku bisa merasakan amarah yang ditekan dalam nadanya. “Apa kau tega menghancurkan rumah tangga kita begitu saja?” Aku menatap matanya. Datar. “Satu kes

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status