Home / Rumah Tangga / Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka / 37. Pelukan yang Tak Seharusnya

Share

37. Pelukan yang Tak Seharusnya

Author: Banyu Biru
last update Huling Na-update: 2025-07-14 12:55:09

Pagi ini, seperti biasa. Aktifitas baru yang kini menjadi rutininitasku, ke klinik. Kebetulan ada janji dengan anak-anak sekolah dasar untuk cek kesehatan gigi.

Setelah bersiap, aku segera keluar kamar dan mendapati Mbok Nah yang sedang menyiapkan bekal makan untukku.

"Mau Mbok ambilkan, Nduk?" Tawar Mbok Nah saat melihatku mendekat.

"Gak usah, Mbok. Aku ambil sendiri aja!" Mbok Nah mengangguk lalu kembali dengan kesibukannya.

"Oh ya, Mbok. Tolong tambah lagi kotak makannya. Aku bawa buat Mas Danar!" Ijinku.

Mbok Nah berhenti lalu berbalik menatapku.

"Laki-laki itu lagi? Kenapa dia, Nduk. Tadi malam mau tanya tapi Mbok Lupa!" Mbok Nah mengambil tinwall di loker. Aku memgambil ponsel di saku lalu mengetikkan sesuatu di layar ponsel. Pagi ini, aku harus memakai monil online karena mobil masih di rumah ibu.

"Sakit maag akut, Mbok!" Terdengar Mbok Nah membuang nafas kasar.

"Baru berapa hari ndak jadi suamimu, kok sudah maag akut!" Aku tersedak mendengar Mbok Nah. Mbok Nah
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   38. Aku yang Salah atau Mereka?

    Aku berdiri mematung menatap Sasi. Sasi, perempuan yang dulu merebut semuanya dariku, kini berdiri di ambang pintu dengan wajah tak seperti dulu. Wajah itu tak lagi segar dan penuh percaya diri seperti saat pertama kali aku tahu dia masuk ke dalam hidup Mas Danar. Kini dia pucat, bibirnya kering, dan matanya sembab seolah tak tidur berhari-hari. “Nada…” suaranya nyaris tenggelam, “Aku… nggak tahu harus ke mana lagi.” Aku menghela nafas. Meskipun dalam hati aku tak ingin menyuruhnya masuk, tapi ruangan ini hangat dan penuh kursi. Meskipun hatiku belum siap untuk memberinya tempat, tapi aku tak ingin menanggung dendam berkepanjangan. Bukankah aku yang memilih pergi dan ingin mengikhlaskan semua untuknya? "Masuklah!" Kataku. setelah beberapa saat. Aku membawanya ke ruang pribadiku. “Sebenarnya. aku bukan tempat yang tepat untuk kau cari,” jawabku dingin. “Apa yang membuatmu mencariku?" Ia menunduk. Bahunya gemetar. Tangisnya pelan, tak bersuara. T

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   37. Pelukan yang Tak Seharusnya

    Pagi ini, seperti biasa. Aktifitas baru yang kini menjadi rutininitasku, ke klinik. Kebetulan ada janji dengan anak-anak sekolah dasar untuk cek kesehatan gigi. Setelah bersiap, aku segera keluar kamar dan mendapati Mbok Nah yang sedang menyiapkan bekal makan untukku. "Mau Mbok ambilkan, Nduk?" Tawar Mbok Nah saat melihatku mendekat. "Gak usah, Mbok. Aku ambil sendiri aja!" Mbok Nah mengangguk lalu kembali dengan kesibukannya. "Oh ya, Mbok. Tolong tambah lagi kotak makannya. Aku bawa buat Mas Danar!" Ijinku. Mbok Nah berhenti lalu berbalik menatapku. "Laki-laki itu lagi? Kenapa dia, Nduk. Tadi malam mau tanya tapi Mbok Lupa!" Mbok Nah mengambil tinwall di loker. Aku memgambil ponsel di saku lalu mengetikkan sesuatu di layar ponsel. Pagi ini, aku harus memakai monil online karena mobil masih di rumah ibu. "Sakit maag akut, Mbok!" Terdengar Mbok Nah membuang nafas kasar. "Baru berapa hari ndak jadi suamimu, kok sudah maag akut!" Aku tersedak mendengar Mbok Nah. Mbok Nah

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   36. Kenapa Aku Masih Mencintainya

    Suara dering ponsel memecah keseruan cerita ibu, dan kini terhenti karena suara derung ponselmu di atas meja. Aku terdiam sesaat ketika membaca nama yang terpampang di layarnya. Ibu mertua. Bahkan kontak itu belum kuhapus. Aku mengernyit sesaat. "Siapa, Nada?" Ibu mendekat dan menatap ponselku. "Ibunya Mas Danar, Bu!" Ibu hanya mengangguk. Tak berniat untuk menahanku. Mungkin ibu paham, ini adalah kendaliku. Ibu kemudian beranjak untuk memberiku ruang. Dengan sedikit ragu, aku menjawab. “Halo, Bu?” “Nada…” Suaranya lirih, terdengar lelah. “Maaf, Ibu menganggumu malam-malam, Nada!" Aku menarik nafas. Tak ada lagi teriakan dan kata-kata kasar yang kini kudengar. "Ibu.. ibu mau bilang kalau Danar... kalau Danar sekarang dirawat di rumah sakit.” Aku tercekat. “Apa… kenapa?” Maag-nya kambuh parah. Tadi pagi pingsan, langsung dibawa ke IGD. Sekarang masih diinfus. Ibu cuma… cuma kepikiran kamu perlu

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   35. Mendekat pada Ibu

    Mobil kuarahkan pada perumahan elit sesuai dengan alamat yang kubaca. Rumah yang jauh dari hiruk pikuk dan kebisingan Surabaya. Sebuah kawasan perumahan yang asri, dengan pagar kayu tinggi dan pepohonan trembesi yang menaungi jalan setapaknya. Di tengah gemuruh pikiranku, tempat ini terasa seperti oasis yang diam-diam memberiku warna lain. Aku memarkir mobil di halaman luas dan merapikan jilbabku di kaca spion. Lalu, dengan napas yang kuatur perlahan, aku melangkah ke teras rumah. Pintu sudah terbuka sebelum sempat aku mengetuk. “Ibu senang akhirnya kamu mau datang!" Suara Ibu lembut tapi berwibawa, seperti biasanya. Rahmawati—perempuan yang awalnya kupikir egois karena meninggalkanku dan ayah. Tapi apapun itu, dia pasti punya alasan lain yang aku tak tahu. Yah, meskipun penjelasan telah diberikan tapi aku masih belum bisa menerima sepenuhnya. Aku tersenyum kecil dan mengangguk. Bukankah aku sudah bertekad untuk memberi semua kesempatan? Ia merengkuhku ke dalam pelukan, e

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   34. Delia Menangis di depan Saka

    Langit Surabaya masih menyisakan panas dengan polusi kendaraan meskipun sore telah menjelang. Setelah selesai praktek, aku segera meluncur ke rumah sakit. Hari ini sepertinya jadwal Delia, jadi aku invin menemaninya seperti yang sudah-sudah. Aku baru saja turun dari mobil setelah perjalanan hampir tiga puluh menit karena jalanan padat merayap. Langkahku tergesa menuju ruang rawat Delia. Sayangnya. aku harus terhenti di depan pintu ruang tunggu VIP. Tanganku sempat ingin mengetuk, tapi suara dari dalam membuatku urung. Aku mengenali suara itu. Saka. Dan... Delia. “Kenapa kamu selalu bersikap seperti ini, Saka? Aku tahu... sejak dulu hatimu bukan untukku.” Nafasku tercekat. Hatiku mendadak berat. Suara Delia terdengar pecah, seperti menahan tangis yang terlalu lama disimpan. “Aku tahu. Sejak dulu aku tahu, Saka. Aku tahu kamu mencintai Nada bahkan sejak kita masih sama-sama mahasiswa di fakultas. Kamu pikir aku nggak lihat caramu memandang dia? Caramu memperlakukan dia? Membant

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   33. Rahasia Sasi

    Sontak ruangan seolah membeku. Sasi tampak menegang sejenak, matanya membelalak saat menyadari kehadiran kami di ruang yang sama. Wajahnya seketika pias. “Selamat malam, Bu Rahmawati,” sapa Pak Hasan dengan senyum canggung, lalu menoleh pada kami satu per satu. “Maaf, saya tidak tahu ada acara keluarga di sini.” Ibu berdiri sepenuhnya sekarang, anggun dan tegas. “Kau tidak menjawab pertanyaanku, Pak Hasan. Selamat malam!" Sapa Ibu. "Dan, siapa ini? Putrinya?" Mata ibu menyelidik. Pak Hasan menarik napas panjang. Ia tampak gugup, tapi mencoba menguasai keadaan. “Ini... istri saya, Bu. Istri kedua saya. Kami baru menikah satu tahun lalu!" Suara teredam terdengar dari meja kami. Bimo menegakkan badan. Delia membeku. Saka tampak mengerutkan kening. Aku? Aku hanya diam. Membatu. Sasi menunduk, seakan sadar betapa kacaunya situasi ini. Ia berusaha menarik lengan Pak Hasan, mungkin ingin kabur, tapi pria itu menahan erat dan tetap berdiri dengan senyum paksa. Ibu tertawa ringan,

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status