Share

73. Aku tak Bisa Melepasmu

Author: Banyu Biru
last update Last Updated: 2025-08-02 21:35:49

Selepas dari rumah sakit, aku dan Saka segera meluncur ke kantor polisi untuk memenuhi panggilan dalam memberi keterangan atas kasus penculikan yang kualami. Tubuhku terasa lemas, tapi aku berusaha menahan diri. Aku ingin semuanya cepat selesai.

Saka menggenggam tanganku erat. “Kamu nggak apa-apa? Kalau kamu terlalu lemah, kita bisa undur jadwal ini. Aku bisa ke kantor polisi sendiri.”

Aku menggeleng pelan. “Jangan. Aku gak papa Aku harus datang. Ini tanggung jawabku juga. Aku mau semua ini segera tuntas. Aku ingin semuanya selesai, supaya kita bisa benar-benar bisa hidup tenang.”

Saka menatapku dengan khawatir, tapi ia tak membantah.

Begitu kami tiba, beberapa polisi menyambut kami dengan ramah. Salah satu perwira menyodorkan tangan dan memperkenalkan diri sebagai AKP Lestari—perempuan tegas dengan sorot mata yang hangat.

“Terima kasih sudah datang, Bu Nada, Pak Saka. Kami mengerti ini bukan hal yang mudah. Tapi keterangan Anda berdua sangat penting untuk memperkuat berkas yang sed
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   83. Janji dalam Hati

    Aku memutuskan untuk segera pulang. Bekal di pangkuanku yang kini terasa dingin, sama seperti hatiku yang entah kenapa ikut kehilangan hangatnya. Langkahku pelan, seolah aku butuh waktu untuk menata perasaan yang sedari tadi berloncatan tanpa kendali. Tak ingin berpikir apapun, karena aku yakin Saka pasti punya alasan tersendiri hanya saja dia belum sempat menyampaikannya. Di pelataran halaman rumah sakit, mataku sekilas menangkap sosok yang sangat kukenal. Saka.Aku tersenyum dan berjalan pelan menghampirinya. Dia berdiri di sisi sebuah mobil hitam mengilap, tangannya memegang gagang pintu. Namun bukan itu yang membuat langkahku terhenti. Di hadapannya, berdiri Livia. Rambut hitamnya yang bergelombang dibiarkan tergerai, blus putih yang ia kenakan tertiup angin, memperlihatkan sedikit leher jenjangnya. Saka membukakan pintu mobil untuknya. Gerakannya begitu alami, seperti pria yang tahu persis bahwa wanita itu berhak mendapat perlakuan istimewa. Aku berdiri di balik pohon pal

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   82. Ada yang Beda

    Aroma tumis buncis dan telur dadar menguar dari dapur. Ibu dan Mbok Nah sudah menyiapkan sarapan sejak subuh, sementara aku duduk di meja makan, menunggu Saka yang masih terlelap sambil menatap layar ponselku. Melihat beberapa detail kebutuhan andai aku memang berencana untuk membuka toko baru. sesuai dengan apa yang kusampaikan pada Fitri. "Suamimu belum bangun, Nada?" Ibu muncul sambil membawakanku secangkir teh hangat. Tangan ibu mengelus ranbutku yang terurai. "Belum bu!" Aku hanya menjawab pendek lalu menikmati teh melati yang kini ada di tanganku. "Beberapa hari ini, ibu mau ke Jogja. Ada tawaran untuk mengirim barang ke luar negeri dalam jumlah besar. Ibu mau pastikan sendiri kualitas batiknya. Kamu gak papa kan, ditemani Mbok Nah dulu?" Ibu duduk di depanku sambil menata hidangan di meja makan. "Hem, gak papa Bu. Aku juga santai beberapa hari ini. Ke klinik kalau insidentil aja. Dokter baru lumayan cekatan juga jadi bisa tenang!" Ibu mengangguk, "Syukurlah. Ata

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   81. Suara Livia di ponsel Saka

    Setelah puas ngobrol dengan Fitri. aku kembali pulang dengan mobil online. Tak kulihat mobil Saka di garasi, artinya Saka belum pulang. "Baru pulang. Nada?" Aku mengangguk saat ibu yang keluar menyambut. "Saka gak jemput?" Ibu menatap halaman lalu melihatku dengan tanda tanya. "Pagi tadi pamitnya mau lembur, Bu. Rumah sakit mau akreditasi!" jawabku sambil mencium tangan ibu dan kedua pipinya. "Kamu sendiri, kenapa sampai jam segini?" Ibu menjajari langkahku. "Tadi cuma sebentar di klinik, Bu. Sudah ada dua dokter yang bisa bantu jadi aku bisa lebih santai di masa kehamilan. Yang lama ngobrol sama Fitri!" Terangku panjang kali lebar. "Oh. begitu! Ya sudah, bersih-bersih dulu, ibu sama Mbok Nah mau siapin makan dulu!" aku mengangguk lalu masuk kamar. Setelah mandi dan mengganti pakaian, aku menyusul ibu dan Mbok Nah di ruang makan. Mataku mengedar sekitar. "Bu Asa mana, Bu?" Aku menuang teh hangat ke cangkir yang disodorkan Mbok Nah. "Mertuamu pamit pulang tad

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   80. Semua Menata Rencana

    Hari inii, jadwal Saka di rumah sakit Harapan Kita. Rumah sakit yang Delia wariskan untuk Saka yang arahnya melewati klinik gigiku, itu sebabnya aku berinisiatif untuk ikut mobil Saka. "Jangan banyak aktifitas, Nada!" Saka kembali mengingatkan saat berhenti di lampu merah. "Tenang saja. aku hanya ingin menyapa dokter baru di klinik. Setelahnya aku akan ke toko sebentar. Gak capek, kok!" Jawabku. Saka hanya memgangguk sambil tersenyum. "Kapan kontrol kehamilan?" Tanya Saka sambil kembali fokus menatap jalanan. Aku mengecek ponselku lalu msnatapnya kembali. "Beberapa hari lagi!" Saka mengantar sampai halaman klinik, meskipun ia sibuk dengan aktifitasnya di rumah sakit. Ia tak pernah lupa mengingatkanku tentang kehamikanku yang harus di jaga dengan ekstra. Baik.soal vitamin, atau janji rutin kontrol kehamilan. “Jangan terlalu banyak berdiri. Dan jangan sungkan untuk meminta mereka bantu kamu, ya,” katanya sambil mencubit pipiku ringan. “Iya, Dokter Saka yang cerewet,”

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   79. Warisan Cinta

    Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, pagi ini adalah hari di mana Saka kembali dikukuhkan sebagai direktur di rumah sakit yang Delia wariskan. Banyak wajah lama yang menyambutnya dengan senyum haru, tapi tidak sedikit pula yang menatapnya dengan curiga. Ada rasa kaku yang belum sepenuhnya mencair. Mungkin karena desas desus yang pernah berhembus dan tak pernah ada yang mengklarifikasinya.“Direktur Saka… kami tak menyangka Anda akan kembali,” ujar Pak Rudi, salah satu anggota dewan, dengan senyum datar.Saka membalas dengan sopan. “Saya kembali bukan untuk mengulang masa lalu. Tapi jika kehadiran saya bisa membantu rumah sakit ini tumbuh lebih baik, maka saya bersedia.”Nada suaranya tenang, tapi aku bisa melihat ketegangan dari gerak tangannya yang menggenggam dokumen cukup erat. Ia selalu begitu. Memendam segala masalah dalam ketenangan.Setelah semua selesai, seorang wanita muda berambut sebahu menghampiriku. Wajahnya ramah, tapi sorot matanya tajam. Wanita yang sejak tadi k

  • Bangkitnya Istri Kaya yang Terluka   78. Berbesar Hati

    Malamnya, kami makan malam seperti biasa. Hanya saja, kali ini berbeda karena ada Tante Asa yang turut makan bersama. Setelahnya, Mbok Nah lebih dulu undur diri untuk istirahat. Sementara aku, Saka, Ibu dan Tante Asa berkumpul di ruang tengah. “Ibu, Bu Rahma,” Saka memulai pelan, menatap dua perempuan penting dalam hidup kami. “Aku... ingin bicara soal tawaran keluarga Delia.” Ibu mengangguk tenang, sedang Tante Asa hanya menatap Saka dengan senyum lembut. Aku ikut duduk di sebelahnya, meraih tangan Saka, mencoba untuk memberi semangat. “Mereka memintaku kembali ke rumah sakit,” lanjutnya. “Mengembalikan posisiku sebagai direktur utama. Tapi aku tahu keputusan ini bukan hanya soal aku pribadi, tapi juga tentang kalian… tentang kita.” “Apa yang membuatmu ragu, Nak?” tanya Ibu mencoba untuk memahami pilihan Saka. Saka menunduk sebentar sebelum menjawab, “Aku takut dianggap memanfaatkan keadaan. Aku takut dianggap menggunakan perasaan keluarga Delia dan hanya menjadinya jembat

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status