Share

Part 5. Kesialan Binar

Sikap keras kepala ibu Rasya itu membuat rahang Binar mengetat. Tapi, dia tak menjawab lagi dan memilih pergi meninggalkan ruangan itu. Tanpa menoleh lagi ke belakang. Rumahnya menjadi seperti sebuah kutukan baginya. Rumah yang dia beli dan diharapkan menjadi surga untuknya dan keluarganya, nyatanya menjadi sebuah tempat yang terasa bak neraka. 

Menatap mobilnya yang tampak mengenaskan, Binar pergi dengan mobil yang dibelikan untuk ibu mertuanya. Beruntung, dia membawa kunci cadangan mobil tersebut. Binar beruntung karena sejak awal dia tidak menjadi perempuan bodoh. Dia memberikan, tapi tidak menyerahkan sepenuhnya. 

Sebuah chat masuk ke dalam ponsel Binar saat dia berhenti karena lampu lalu lintas menyala merah. Mendesah kasar, Binar melupakan satu kewajibannya. Dia harus bertanggung jawab kepada mobil yang sudah ditabraknya. 

“Maaf, sudah menunggu lama.” Binar sampai di sebuah bengkel. Menghadap pada seorang lelaki yang sudah dirugikan olehnya. 

Lelaki itu hanya diam dengan ekspresi wajah dingin. Seorang kepala bengkel mendekat. Memberikan senyum untuk dua orang yang terserang kebekuan yang ada di depannya. “Pak Kala, perbaikan mobil Bapak akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Dan biayanya pun nggak sedikit. Kerusakan bagian belakang mobil Bapak sangat parah. Kami juga harus mengganti dua lampunya yang pecah.” 

“Satu bulan, apa itu cukup?” tanya lelaki bernama Kala tersebut. 

“Akan kami usahakan. Tapi saya rasa akan membutuhkan waktu lebih dari itu.” 

Binar tidak ikut masuk dalam percakapan tersebut. Mobil yang ditabrak ternyata bukan mobil biasa. Itu adalah Mercedes-Benz sport yang memiliki harga selangit. Bisa Binar lihat, mobil itu sudah dalam pengecekan sebelum ditangani. 

Kali ini kamu benar-benar mendapatkan kesialan, Binar. Kamu diselingkuhi oleh suamimu dan dikhianati mertuamu, lalu kamu juga menabrak mobil mahal dengan harga perbaikannya bisa membeli mobil baru. 

“Ibu.” Kepala bengkel menyadarkan Binar dari lamunannya. 

Binar tersenyum sedikit kikuk. “Ya, Pak?” 

“Mari ikut saya.” Binar sedikit linglung sebelum dia mengikuti lelaki itu. Kala sudah tidak ada di sana dan sepertinya lelaki itu benar-benar tidak ingin ikut campur dengan biaya perbaikan mobilnya. Lelaki itu, sepertinya adalah lelaki kaya berhati dingin. 

“Pak Kala mengatakan kalau Ibu yang akan membayar biaya perbaikan mobilnya, jadi saya perlu memberitahukan kepada Ibu tentang perkiraan biaya yang harus Ibu keluarkan.” Kepala bengkel itu menjelaskan dengan teliti satu per satu beberapa perbaikannya. 

“Mobil itu, apa nggak ada asuransinya, Pak?” tanya Binar. Setidaknya kalau asuransi itu ada, dia tak akan begitu banyak mengeluarkan uang.

“Ada, Bu. Tapi Pak Kala bilang, beliau tidak akan menggunakan asuransi karena Ibu lah yang akan membayar penuh.” 

Jawaban itu sudah cukup membuat Binar tahu jika dia akan mendapatkan keringanan dalam bentuk apa pun. Jumlah biaya yang harus dikeluarkan benar-benar mencapai angka ratusan juta, bukan puluhan lagi. Beberapa komponen mobil yang rusak itu harus diganti dengan yang original, dan harganya tentu saja tidak murah. 

“Baiklah, saya mengerti. Bapak bisa menghubungi saya untuk biayanya nanti.” Binar meninggalkan nomor teleponnya sebagai penanggung jawab. 

Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Binar selain menyetujui yang diinginkan oleh Kala. Dia sudah mengatakan untuk bertanggung jawab, sehingga dia akan melakukannya sampai akhir. 

*** 

“Lo kenapa?” 

Seorang lelaki tinggi menarik kursi di depan Binar sebelum mendudukinnya. Menatap Binar penuh dengan perhatian. 

“Kapan lo sampai?” Binar tidak menyadari kedatangan lelaki itu karena dirinya asyik dengan dunianya sendiri. 

“Barusan. Lo kenapa?” ulang lelaki itu. “Kelihatan keruh banget.” 

Binar mengambil jeda sebelum dia menjawab pertanyaan lelaki yang ada di depannya, sahabatnya. “Rasya akan punya anak sebentar lagi.” 

“Lo hamil?” Namanya Ramon. Lelaki itu tersenyum lebar saat melontarkan pertanyaannya. Tapi tak lama senyum itu kembali menyusut ketika mendengar jawaban Binar. 

“Bukan anak gue. Anak selingkuhannya.” Jawaban itu seringan kapas, berbanding terbalik dengan beratnya perasaan yang dirasakan sekarang.

Lelaki itu tampak membeku seolah mencerna ucapan Binar adalah sesuatu yang sangat menyulitkan. Terlebih lagi ekspresi Binar yang tampak biasa saja saat mengatakannya, membuat lelaki itu tidak ingin langsung mempercayainya. 

“Lo pasti nge-prank gue.” Lelaki itu kembali tersenyum lebar meskipun senyuman itu tampak aneh karena dipaksakan. 

“Gue serius, Ram. Rumah tangga gue hancur dan gue nggak bisa mempertahankannya lagi. Semua terkuak hanya dalam hitungan jam.” 

Ramon yang tadinya masih mencoba memasang ekspresi santainya, kini menjadi serius luar biasa. Lelaki itu adalah sahabat Binar dan sangat tahu bagaimana usaha perempuan itu agar bisa segera hamil. Segala macam pemeriksaan di beberapa dokter yang berbeda, herbal, dan bahkan petuah-petuah yang diberikan kepadanya dilakukan dengan baik. Tapi sekarang, semuanya itu menjadi sia-sia karena suaminya justru berkhianat. 

“Gue mau ajukan gugatan cerai.” 

Air mata Binar menetes saat kalimat itu keluar dari bibirnya. Ramon segera mengulurkan tangannya untuk mengelus lengan Binar tanpa mengatakan apa pun. Memberikan waktu kepada perempuan itu untuk menuntaskan tangis sebelum mereka kembali berbicara. 

Tidak mudah menghadapi sebuah keretakan. Terlebih lagi itu adalah sebuah keretakan dalam rumah tangga. Binar selama ini sudah menjadi menantu dan istri yang baik untuk Rasya dan orang tuanya, tapi mereka benar-benar sudah melukai hatinya begitu dalam. 

“Gue ngerti. Gue akan urus semuanya buat lo. Lo nggak perlu khawatir.” 

Ramon adalah seorang pengacara muda yang hebat. Kasus-kasus yang ditanganinya selalu menang di tangannya. Tentu, dia akan membantu sahabatnya untuk keluar dari situasi yang menyesakkan ini. 

“Mereka nggak mau meninggalkan rumah gue, Ram. Sedangkan gue nggak bisa lagi tinggal di rumah yang ada mereka di dalamnya.” Binar kembali bersuara mengadukan kepada Ramon. “Sialnya, gue juga dapat masalah lain. Gue nabrak mobil orang semalam, dan biaya perbaikannya sekitar ratusan juta.” 

“Astaga, Bin. Tapi lo nggak papa ‘kan?” Ramon tampak khawatir. “Kalau begitu, lo bisa tinggal di apartemen gue.” Ramon menawarkan. “Gue jarang ke apartemen karena nyokap rewel nggak mau ditinggal.” 

Binar mendongak menatap Ramon. “Nggak papa?” tanyanya. Tadinya, dia ingin menyewa apartemen atau bahkan tinggal di sebuah indekos untuk menghindari Rasya dan orang tuanya. Tapi tawaran Ramon benar-benar akan membantunya. 

“Nggak papa. Lo bisa tinggal selama yang lo mau.” 

Binar merasa lega ketika Ramon memberikan bantuan yang luar biasa baginya. Sore harinya, Binar kembali ke rumahnya dan dia masih melihat mertuanya dengan santai tetap tinggal di rumahnya. Usirannya pagi tadi ternyata tidak terpengaruh oleh mereka. Bahkan saat melihat kedatangan Binar, mereka tampak tersenyum seolah tidak ada masalah apa pun. Ibu mertuanya tanpa tahu malu bertanya tentang mobil Binar yang penyok. 

“Bi, mobil kamu kenapa bisa penyok? Kamu semalam nabrak apa?” 

Binar tidak menjawab dan justru menatap perempuan paruh baya itu dengan datar. “Kenapa kalian masih ada di rumahku? Bukankah kalian sudah aku suruh pergi pagi tadi?” 

“Binar!” Ibu mertua Binar itu ingin meraih tangan Binar, tapi Binar berhasil menghindar. “Nak, kami benar-benar tidak bisa meninggalkan rumah ini. Kamu tahu rumah kami terlalu jauh kalau mau ke mana-mana.” 

Binar mendengus sebelum dia bersuara dengan ringan sebelum meninggalkan ruang keluarga menuju kamarnya. “Kalian bisa tinggal bersama dengan calon menantu kalian. Pengacaraku yang akan mengurus kalian kalau kalian tetap tidak segera pergi dari sini. Ingat, ketika kalian main-main dengan perasaanku, aku juga bisa main-main dengan hidup kalian.” 

*** 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
good tegas
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status