Share

Part 6. Kalandara adalah Kala

“Bi, tolong buka pintunya. Ayo kita bicara baik-baik.” 

Hampir setengah jam suara itu terdengar menyakitkan di telinga Binar. Rasya tidak berhenti mengetuk pintu kamarnya dan memanggil dirinya. Berbicara baik-baik, diskusi, atau apa pun itu sebutannya, selalu dikatakan hanya untuk membuat Binar luluh. 

Di dunia ini, tidak ada yang lebih menyakitkan dibandingkan dikhianati oleh orang yang kita cintai. Binar mendapatkan itu dan sudah bisa dibayangkan perasaan hancur yang dirasakan oleh Binar saat ini. Untungnya dia bukan perempuan yang terus meratapi kesedihannya berlarut-larut sehingga membuatnya lemah di hadapan para musuhnya. 

“Bi, please, jangan diam begini. Aku tahu aku salah. Aku tahu aku brengsek. Tapi aku bersumpah, di dalam hatiku aku hanya mencintai kamu. Cintaku sama sekali tidak berubah.” 

Binar mengemasi beberapa pakaian dan barang-barang berharga miliknya ke dalam sebuah koper besar. Mengabaikan suara Rasya yang baginya hanya kata-kata sampah yang hanya perlu diabaikan. Dia harus fokus pada yang dikerjakan dan berusaha untuk tidak meneriaki dan memaki lelaki brengsek itu. 

Seharusnya dia tetap bertahan di rumah miliknya. Tapi demi Tuhan, dia tak bisa melakukan itu. Berada di dalam tempat yang sama dengan suami dan kedua mertuanya, hanya akan membuatnya gila. Karena itulah dia memilih menyerahkan urusan mengambil rumah ini kepada Ramon. 

“Bi, kamu akhirnya membukakan pintu.” Rasya tersenyum senang ketika pintu kamarnya terbuka. Tapi senyuman itu seketika menghilang melihat Binar menyeret koper besar di tangannya. “Bi, kamu mau ke mana? Kenapa kamu membawa koper?” 

Binar susah payah menuruni tangga dengan koper besar yang dibawanya, mengabaikan ucapan suaminya yang panik luar biasa. Sampai di ruang keluarga, dia mendapati kedua mertuanya sudah berdiri dan menatap ke arahnya sama terkejutnya. Binar berdiri di tengah ruangan dan menatap satu per satu ketiga orang yang ada di depannya. 

“Pertama, aku sudah memeringatkan kalian untuk segera meninggalkan rumah ini. Tapi kalian dengan tak tahu malu memilih tetap berada di sini. Kedua, kalau beberapa hari ke depan ada orang yang datang dan mengusir kalian dari sini, jangan menyalahkan siapapun. Ketiga, aku sudah mengurus perceraian. Dan aku tidak menerima mediasi dalam bentuk apa pun. Aku menyerahkan semua masalah ini kepada pengacaraku. Dan yang keempat, semua harta yang aku miliki dan Rasya miliki tentu saja akan dipisahkan. Kalau kamu mau mencari pengacara, kamu boleh melakukannya.” 

“Bi, kamu nggak bisa mengambil keputusan semudah ini dong. Kita harus membicarakan ini lebih dulu.” Rasya segera membuka mulutnya untuk bersuara. Jangan tanyakan wajah pucat lelaki itu. Darah merahnya seolah habis dari tubuhnya. 

Dua mertua Binar yang ada di sana hanya bisa terdiam. Sepertinya mereka belum ingin menyerang Binar. Mungkin menunggu waktu yang tepat. 

Rasya ingin mendekat, tapi Binar mengangkat tangan kanannya memberikan isyarat agar lelaki itu tidak melanjutkan langkahnya. Otomatis membuat lelaki itu bertahan di tempatnya. Rasya juga baru saja pulang dari kantor, baju kerjanya masih rapi melekat di tubuhnya. Raut wajah lelahnya tampak suram membalut wajahnya. Tapi, hal itu tak membuat Binar meluluhkan hatinya. 

“Kamu bisa berbicara dengan pengacaraku nanti. Apa pun keluhanmu tentangku, kamu bisa mengungkapkan kepadanya.” 

“Bi, aku sudah meminta maaf. Aku mengaku salah. Tapi, semua ini sudah terlanjur. Tidak bisakah kita melewati ini sama-sama?” 

“Kamu berpikir kesalahanmu sekecil melupakan hari ulang tahunku, atau sekecil kamu lupa menjemputku pulang kantor?” Rasya membuka mulutnya, lalu menutupnya kembali ketika dia tak tahu harus berbicara apa. “Kesalahanmu tidak sekecil itu, Rasya. Kamu sudah menghamili perempuan lain di belakangku. Kalau aku melakukan itu, aku hamil dengan lelaki lain, apa yang akan kamu lakukan?” 

“Sayangnya kamu tidak akan bisa melakukannya karena kamu tidak bisa hamil.” Seolah memiliki pancatan untuk bicara, ibu Rasya menyerang Binar dari sudut lain. “Bi, kalau kamu bisa hamil dan memberikan anak kepada Rasya, apa kamu pikir dia akan mencari perempuan lain? Tidak. Rasya pasti akan tetap berada di sisimu.” 

Seperti sebuah pukulan keras tepat di ulu hatinya saat ibu Rasya mengatakan itu kepada Binar. Miris memang, tapi memang itulah kenyataannya. Dua tahun bersama, dia tak mampu memberikan Rasya keturunan. 

Tidak, Binar. Kini bukan saatnya kamu menunjukkan kelemahanmu. Kamu harus melawan mereka. Batinnya menyemangati. Meskipun hatinya terluka dan berdarah-darah, tapi dia tidak akan mati di depan lawan. Dengan senyum kecil, dia segera menjawab. 

“Ya sudah, kalian selalu bilang kalau aku nggak bisa hamil dan punya anak. Membenarkan kesalahan yang dilakukan oleh Rasya. Bukankah aku juga udah memberikan jalan untuk Rasya dan selingkuhannya bersatu? Apa lagi yang kurang dari itu? Bahkan dengan tidak tahu malunya, kalian masih tinggal dan makan di rumahku. Kalau memang kalian menganggap wajar perbuatan bejat Rasya, maka kalian juga harus menganggap wajar keinginanku agar kalian angkat kaki dari sini.” 

“Kamu selalu mengatakan ini rumahmu. Benar, kamu yang membeli rumah ini, tapi Rasya yang membiayai renovasinya sampai menjadi sebagus ini. Wajar kalau kami mempertahankan keberadaan kami di sini.” Ibu Rasya tak mau kalah. Perempuan itu bahkan melotot lebih galak. 

Tuhan! Binar benar-benar tidak menyangka ada manusia-manusia seperti inu. Untuk meluruskan kesalahan itu, Binar segera menolak pernyataan yang dikatakan oleh ibu mertuanya. 

“Jadi, kamu bilang begitu kepada ibumu, Rasya? Kamu bilang kepada ibumu kalau rumah ini direnovasi menggunakan uangmu?” Tidak ada lagi panggilan ‘mas’ yang biasanya tersemat di depan nama Rasya. Bahkan Rasya pun tampak terkejut mendengar itu. 

“Bi, aku masih suamimu. Jangan memanggil sembarangan,” tegur Rasya tampak kesal. 

Namun Binar sudah kehilangan respect pada lelaki tiu. Maka ucapan Rasya bukan apa-apa kecuali hanya angin lalu. “Tentang masalah harta gono-gini, aku tidak akan membahasnya sekarang. Aku pastikan, kalian akan mendapatkan kejelasannya dari pengacaraku.” 

Binar menarik pegangan kopernya, berbalik untuk pergi dari rumahnya. Rasya menghalangi, tapi sekuat tenaga, dia meloloskan diri. Dia sengaja memarkirkan mobilnya di luar pagar agar mudah baginya pergi dari rumahnya. 

“Bi, please. Aku mohon jangan pergi. Aku janji aku akan menyelesaikan hubunganku dengan Nindi secepatnya. Aku akan mengambil anak itu dan kita harus menjadikan anak itu menjadi anak kita.” 

Ucapan Rasya terlalu bodoh di telinga Binar. Entah ke mana perginya otak lelaki itu sampai bisa berpikir kalau Binar akan menerima anak dari hasil perselingkuhan suaminya dengan perempuan lain. Sampai mati pun, dia tak akan pernah melakukannya. Tanpa menanggapi ucapan Rasya, Binar meninggalkan rumah itu dengan teriakan Rasya tertinggal di belakangnya. 

Tangis Binar kembali pecah. Rasa sakit yang dirasakan benar-benar terasa ingin mencekik dan membunuhnya. Dua tahun yang indah, menjadi sebuah duka yang menyesakkan. Kebahagiaan itu lenyap begitu saja bak buih di lautan. Binar menguatkan hatinya untuk melalui semua hal buruk ini di hidupnya meskipun bayangan buruk mengikutinya dan menjadikannya ketakutan. 

Sampai di basement apartemen Ramon, Ramon sudah menunggu Binar. Namun yang mengejutkan adalah ketika Ramon tidak sendirian. Dia membawa seorang lelaki yang pagi tadi dia temui di bengkel mobil. 

“Bi, perkenalkan. Dia sahabat gue. Kalandara.” 

*** 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Bia Sylvia
cerita yang sangat menarik
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status