Share

Part 7

'Semoga keputusanku menerima mas Ridho itu benar,' bantin Mira masih sedikit ragu dengan keputusan yang telah Mira ambil.

Mira masih trauma dengan perlakukan Azam padanya. Bersamanya dengan waktu yang cukup lama tak lantas mengenal siapa Azam sebenarnya.

Mira masih sakit hati dan kecewa pada Azam yang tiba-tiba menikah dengan perempuan lain setelah membatalkan pernikahannnya. Mira tidak akan pernah melupakan bagaimana Azam dan ibunya menghina keluarga Mira.

Derttt, derrtt!

Handphone Mira bergetar, gadis ini memang lebih sering menggetarkan hpnya dibanding membuatnya berdering kencang saat ada telpon atau notofikasi whatsapps yang masuk.

Mira gegas mengambil benda pipih yang berada tak jauh darinya. Ia membuka layar handphone miliknya agar tahu siapa yang mengirimkan whasapp padanya.

Mata Mira membulat sempurna saat mengetahui nama si pengirim pesan padanya.

"Mas Azam," gumamnya lirih.

Ternyata sudah banyak pesan yang dikirimkan pada Mira melalui whatsappnya.

[Jahat kamu, Mir. Ternyata kamu setuju membatalkan pernikahan kita karena kamu mau sama Ridho]

[Inget ya, Mir. Aku tak pernah rela kalau kamu sampai bahagia bersama Ridho]

[Secepat itu kamu buang perasaanmu setelah sekian lama kita bersama. Aku nggak menyangka kamu sejahat itu]

Mira terperangah membaca setiap pesan yang telah dikirimkan oleh Azam padanya.

'Siapa yang salah siapa yang disalahkan,' batinnya Mira meremang.

Dertt ... Dertt ... Dertt...

Handphone Mira terus bergetar. Berulang kali Azam mencoba menghubunginya. Mira yang mulai merasa risih akhirnya mengangkat telpon dari Azam.

"Kamu jahat Mir, jadi kamu bener mau lamaran dan menikah dengan Ridho," cacar Azam pada Mira.

"Sudah bukan urusanmu, jika aku ingin menikah dan dilamar oleh siapapun," timpal Mira yang sangat muak dengan perlakuan Azam.

"Tapi aku masih mencintaimu Mir, aku nggak ikhlas kalau kamu menikah dengan Ridho," ujarnya Azam.

"Aku nggak butuh ikhlasnya kamu, Mas. Harusnya kamu sadar kalau kamu sudah punya seorang istri. Tak sepantasnya kamu mengatakan hal itu padaku,"

"Aku nggak perduli Mir, satu hal yang aku tahu jika kamu tetap menikah dengan Ridho, cinta dan kasih sayangmu untukku itu palsu karena secepat itu kamu bisa melupakan aku."

"Nggak tahu diri kamu, Mas. Harusnya kamu bercermin sebelum mengatakan hal itu padaku." Mira langsung menutup sambungan telponnya.

Mira tak habis pikir, ternyata ada pria yang sangat menyebalkan seperti Azam. Ternyata Azam belum menyerah untuk menghubungi Mira setelah telponnya Mira tutup secara sepihak.

Dertt ... derttt...

Lagi-lagi suara handphone Mira bergetar.

[Angkat Mir, aku belum selesai berbicara]

Mira langsung mematikan handphone setelah membaca pesan dari Azam.

"Arghhh." Mira mengusap wajahnya dengan kasar.

'Bisa ikut g*la aku, kalau terus meladeninya' batin Mira mulai resah dengan gangguan dari Azam.

Mira melangkah ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Guyuran air membuat ia merasa lebih rileks.

"Mir," panggil bu Sartinah dari ruang tengah.

"Iya, bu sebentar." Mira gegas menghampiri Ibunya yang sedari tadi memanggil namanya.

"Kenapa bu," tanya Mira pada bu Sartinah.

"Ini loh, nak Ridho dari tadi coba hubungin kamu, tapi nggak bisa terus." Bu Sartinah menyodorkan benda pipih itu pada Mira.

Mira dengan cekatan mengambil benda tersebut dari tangan Ibunya. "Assalamualaikum," sapa Mira pada Ridho.

"Walaikumsalam, Mir dari tadi saya hubungi nomer kamu tidak aktif. Apa handphone kamu rusak? tanya Ridho yang sedikit khawatir.

"Oh ... nggak kok, memang sedang aku matikan saja. Maaf ya mas."

"Oh, begitu. Iya nggak apa-apa. Aku mau ajak kamu buat beli pakaian yang akan dijadikan seserahan. Soalnya kalau beli sendiri takut kamunya kurang suka atau malah tidak pas dibadan. Nanti malah jadi jelek," ujar Ridho panjang lebar menjelaskan maksudnya.

"Boleh, tapi habis ashar saja ya Mas jemput aku kerumah. Biar adem dan nggak terlalu panas," pinta Mira.

"Siap, aku jemput habis ashar ya Mir, Assalamualaikum,"

"Iya, Mas. Walaikumsalam." Mira mematikan sambungan telponnya dan memberikan kembali benda pipih tersebut pada Ibunya.

...

Mira menunggu Ridho yang akan menjemputnya. Ia mengenakan baju yang cukup anggun dan enak dipandang. Hatinya berdebar setiap kali Mira akan pergi bersama Ridho. Mira mulai merasakan nyaman dengan perlakuan Ridho yang hangat.

Tak lama ia menunggu sebuah mobil terparkir didepan rumahnya. Ridho turun dari mobil tersebut dengan balutan baju yang lebih casual. Membuat ia terlihat sangat tampan dan menarik.

Tanpa menunggu waktu lebih lama, Ridho meminta ijin pada pak Herman untuk membeli perlengkapan seserahan yang dibutuhkan.

Kendaraan mereka melaju dengan kecepatan sedang, tak lama kemudian Ridho memarkirkan kendaraannya di parkiran Mall. Pada saat akan turun mobil Mira kesulitan saat akan membuka seat belt.

"Kenapa Mir?" tanya Ridho

"Ini, sedikit sudah dibukanya," Mira berusaha membuka seat belt tersebut.

Ridho mendekat dan mencoba membantu Mira melepaskan seat beltnya. Jarak yang begitu dekat membuat kedua jantung insan tersebut berdetak lebih kencang. Sampai Ridho berhasil melepaskan seat belt tersebut.

Saat Ridho akan menjauh dari Mira, Bros yang ada di kerudung Mira tersangkut rambut Ridho yang membuat pria tampan itu sedikit kesakitan. Namun membuat jarak mereka lebih dekat lagi. Jantung yang berdebar kencang cukup terdengar ditelinga mereka.

"Aduh gimana nih sakit," ujar Ridho.

"Eh, maaf ini coba aku lepas," timpal Mira.

"Atau digunting saja rambutku. Didalam laci ada gunting," usul Ridho.

"Eh, jangan. Tunggu sebentar lagi bisa lepas," ujar Mira yang sedikit panik.

Dengan susah payah Mira akhirnya bisa melepaskan lilitan rambut Rhido yang tampak acak-acakan karena tersangkut tadi.

Mira dan Ridho keluar dari mobil. Dari arah belakang terdengar teriakan seorang pria yang tampak tak asing bagi mereka.

"Habis ngapain kalian dalam mobil?" tanya Azam dengan wajah memerah.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status