Share

DELAPAN

Dari arah parkiran yang berjarak beberapa meter dari tempat Bagas dan Raffa berdiri. Mereka sengaja menunggu Alfa yang belum juga datang. Tiba-tiba sepatu melayang mengenai kepala Bagas, cowok itu meringis kesakitan di bagian kepala yang terkena sepatu. Melihat Alfa yang tertawa puas membuatnya yakin siapa pelakunya. Tadinya Alfa ingin langsung menghampiri mereka, tetapi ide jahil tiba-tiba saja muncul dikepala.

Wajah Bagas sudah memerah padam, menatap nyalang ke arah Alfa yang masih berdiri dengan sisa tawanya. Alfa yang menyadari tatapan Bagas pun seketika justru berjalan santai menuju ke kelas, meninggalkan kedua temannya. Namun sedetik kemudian ia berlari sekencang kilat, saat Bagas mengejarnya dengan beringas.

“WOY MAHMUD, LO PUNYA DENDAM APA SIH HAH,” Suara bariton Bagas memenuhi segala penjuru di ruang terbuka itu. Seketika atensi siswa siswi yang berlalu lalang terfokus pada mereka berdua.

“SORI GUE GABUT,” Teriak Alfa dengan santai dan tetap berlari.

“SIALAN LO,”

***

“A-DIT MAIN YUUKK,” suara bariton gadis itu terdengar nyaring di kelas XI IPA 2. Kepalanya nyembul dari balik pintu, mencari seseorang yang barusan ia panggil. Adit tidak ada di kelasnya, padahal tas ransel milik cowok itu ada di atas mejanya. Matanya mengedar ke arah bangku belakang saat seseorang memanggil gadis itu.

“Pagi Aqilla, kiw.” Sapa Bagas, ia dan cowok itu memang sedikit akrab untuk sekedar sapa menyapa.

“Pagii Agas sayang, mumumu.” Balas Aqilla seraya melakukan kissbay ala-ala. Bagas yang mulanya tersenyum sumringah, seketika mendengus gusar. Ia menyugar rambutnya ke belakang, frustasi.

“Udah berapa kali sih gue bilangin, nama gue Bagas, BAGAS.” Jelas laki-laki itu yang tentunya tak diindahkan oleh Aqilla. Tanpa mereka sadari, Alfa yang mula-mula tidur dengan menelungkupkan kepalanya ke meja, memperhatikan percakapan singkat mereka berdua.

“Lo tau Adit, dimana?” Gadis itu melontarkan pertanyaan. Bagas yang tidak tahu menahu pun mengedikkan bahunya.

“Tadi sih keluar sama Raf---“ ucapannya terpotong, saat Alfa tiba-tiba berjalan mendekati gadis itu.

“Perasaan tadi tidur,” gumamnya hanya dirinya sendiri yang mendengar, sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Lo nggak nanya ke gue?” Ucap Alfa mendekatkan diri ke wajah Aqilla, yang membuatnya seketika mundur beberapa langkah. Susah payah Aqilla meneguk salivanya. Laki-laki itu sangat dekat dengan wajahnya hingga membuat degup jantung Aqilla tak karuan.

“Y-ya k-kalo tau jawab aja,” ujarnya dengan gugup. Beberapa murid yang melihat aksi cowok itu, justru terlihat asik untuk dijadikan tontonan. Tak sedikit cewek-cewek pengagum Alfa berbisik-bisik menatap sinis kearah Aqilla.

Gadis itu berdecak sebal dengan tingkah laki-laki di hadapannya saat ini. Alfa sudah menguncinya dengan kedua tangan yang menempel di tembok. Kalau boleh jujur, sebenarnya jantungnya sudah butuh pertolongan. Wajahnya yang putih berubah menjadi merah merona. Alfa diam beberapa saat, matanya menghunus tajam ke-manik mata Aqilla.

Tiba-tiba bel masuk berbunyi, membuat gadis itu mengambil kesempatan untuk kabur dari Alfa.

“ANJING SAKIT BEGO,” Pekik Alfa saat kaki yang tanpa sepatu itu diinjak kuat oleh Aqilla. Satu sepatunya telah disembunyikan oleh Bagas, karena kelakuannya tadi pagi. Dengan riang, Aqilla lari terbirit-birit meninggalkan cowok itu.

“LO BABI,” balasnya.

“LO JELEK,”

“LO LEBIH WLEK,”

“AWAS YA NANTI,”

“NGGAK TAKUT,”

Adit dan Raffa baru saja dari ruang guru untuk persiapan olimpiade. Aqilla tak mempedulikan panggilan Adit yang melihatnya keluar dari kelas XI IPA 2. Beberapa siswa yang menyaksikan terkikik geli melihat keduanya.

“Sukurin lo Mud, makanya nggak usah usil jadi orang,” Bagas terkekeh, cowok disampingnya mengusap-usap kaki yang hanya terbalut kaus kaki. Rasanya masih nyeri.

“Bacot, mana sepatu gue yang satu,” melihat Adit dan Raffa memasuki kelas, membuat Alfa mengadu ke sahabat Aqilla tersebut.

“Dit bilangin tuh sahabat lo, jangan galak-galak napa sama gue,” gerutunya. Adit yang mendengar hanya tersenyum simpul.

“Aqilla dilawan, pawang gue tuh,” sahutnya sambil menepuk dadanya bangga.

***

Aqilla, Lala, Kezia, Vanya sedang duduk di kantin sambil menikmati semangkuk baksonya masing-masing. Pelajaran hari ini sangat menguras energinya. Tak ada satupun dari mereka yang berbicara, semua fokus pada makanan di depannya. Jeritan Bagas yang ketakutan menuju kearah keempat gadis itu berada. Atensi Aqilla dan ketiga temannya teralihkan pada Bagas. Cowok itu terlihat kelelahan dengan nafas yang tersengal-sengal, berlindung di bahu Aqilla.

“Qil, sumpah tolongin gue,” ucapnya dengan nafas tak beraturan. Dari arah luar kantin, terlihat Alfa yang berlari kencang sedikit pincang karena hanya memakai satu sepatu di kaki kirinya.

“HEH BALIKIN SEPATU GUE PE’A,” serunya dengan nafas yang memburu. Bagas yang berlindung di balik tubuh Aqilla membuat Alfa kesulitan untuk menangkapnya.

“Langkahin dulu mayat Aqilla Mud wlek,” ucapnya meledek. Aqilla memutar bola matanya malas. Kepalanya sudah pusing dengan pelajaran hati ini ditambah kelakuan mereka berdua yang semakin menambah bebannya.

“Heh kalian kalo mau berantem ke lapangan aja sono, ga liat orang lagi makan?” Ucap Lala, kesal dengan kelakuan mereka yang sudah kayak Tom and Jerry. Kepalanya sudah terasa pecah hari ini, ditambah keributan mereka membuat moodnya seketika hancur.

“Sori La tapi ini masalah harga diri, gak bisa dibiarin.” Ujar Bagas membela diri.

“Nantang gue lo, ayo kelapangan sekarang!” Seru Alfa dengan sinis, ia masih berusaha menangkap Bagas yang masih saja berlindung di balik tubuh gadis itu, tubuhnya terguncang sebab pegangan Bagas yang kuat di pundaknya.

“Qil,” ucapannya memelas mengadu ke Aqilla.

Gadis dengan rambut sebahu yang diurai dengan penjepit kecil berbentuk bunga matahari. Ia memegang kepalanya yang sudah terasa hampir pecah. Tatapannya garang ditujukan ke Bagas, membuat cowok itu seketika mundur beberapa langkah ke belakang.

"Cukup! Gue pusing denger kalian berdua tau nggak, mending kalo tetep mau berantem tuh kesana," Aqilla menunjuk lapangan basket yang berada di tengah halaman sekolah.

"Lo juga Alfa," gadis itu beralih menunjuk Alfa.

"Bisa nggak sih kalian berdua sehari aja nggak ribut. Pengang telinga gue bego!" Kedua laki-laki itu hanya bisa memasang wajah melasnya di hadapan Aqilla, sesekali saling menyalahkan.

“Agas balikin sepatu Alfa,” titah Aqilla dengan nada datar. Sudah seperti ibu yang menegur anaknya. Melihat tatapan sengit Aqilla membuat Bagas tak bisa menolak perintahnya.

“Gue taro di rooftop ambil sendiri wlek,” jawabnya , sebelum akhirnya cowok itu berlari menghindari Alfa yang pastinya akan lebih galak dari yang tadi.

“BAGASANJING,” teriak Alfa membuat beberapa mata melihatnya dengan kaget. Alfa menyugar rambutnya frustasi, menghadapi sahabatanya yang setiap hari membuat tekanan darahnya naik seketika. Jalannya yang pincang karena hanya menggunakan satu sepatu, mengundang tawa beberapa siswa yang melihatnya. Tiba-tiba dari arah berlawanan, Dita anak kelas sepuluh menghampirinya.

"Kak Alfa," laki-laki itu mendongak saat mendengar suara asing. Dita tersenyum kepada Alfa yang saat ini sangat berantakan.

"Ini buat kakak," Gadis itu memberikan kotak berwarna biru yang berisikan makanan. Gadis itu, yang tanpa Alfa ketahui telah lama mengaguminya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status