Share

LIMA

       Seluruh siswa kelas XI IPA1 dan IPA 2 sudah berada di Laboratorium Biologi. Suara ketukan sepatu terdengar mendekati pintu. Bu Indira dengan anggun memasuki lab yang sudah penuh dengan murid-muridnya. Kedua tangannya sudah penuh membawa box besar. Guru wanita berumur 30 tahun itu sudah menggunakan jas lab berwarna putih, tampak cantik dengan kacamata full frame yang bertengger manis di hidungnya yang mancung. Saking cantiknya bu Indira dinobatkan menjadi guru paling cantik di sekolah. Tentu saja Alfa segera melipir mendekatinya.

“Bu guru cantik sayang banget kalo capek-capek, Alfa bantuin sini..nggak pantes tangan cantiknya bawa barang berat begini.” Modus Alfa kepada Bu Indira. Guru cantik itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, tentu saja hal ini nggak akan menggoda imannya yang kokoh. Alfa mengambil box besar dari tangan perempuan itu.

“Modus lo Mud!” ketus Adit yang menyaksikan kelakuan konyol Alfa.

“Buaya..buaya..” celoteh salah satu murid. Alfa tak menggubrisnya.

“THE KING OF BUAYA” sentak Bagas dan Raffa serempak.

“Bu jangan baper sama Alfa, dia rajanya buaya ati-ati..” Pekik Bagas yang langsung dipelototi Alfa. Semua siswa yang menyaksikan terkikik geli. Kecuali Aqilla, ia justru berdecak sebal.

“Ada-ada aja kalian.” Bu Indira hanya tersenyum kecil menyaksikan kelakuan muridnya yang lucu.

       Alfa tampak keberatan dengan barang yang dibawanya, ia berjalan tertatih. Hal ini membuat Aqilla mendapatkan ide gila. Ia yang duduk di salah satu kursi memajukan sebelah kakinya ke jalur yang dilewati Alfa. Gadis itu tersenyum nakal saat Alfa semakin mendekatinya. Dan…

BRAK!

       Alfa terjatuh. Aqilla berhasil menjegalnya. Laki-laki itu terjelungup ke depan, ia meraung kesakitan. Gadis itu justru tertawa geli. Fokusnya kembali, saat suara teriakan semua siswa menggema di ruangan ini. Box yang dibawa Alfa ternyata berisikan puluhan kodok berukuran jumbo yang disiapkan Bu Indira untuk bahan praktikum. Seluruh siswa dibuat panik bukan kepalang saat kodok jumbo itu tercecer melompat kesana kemari.

“WOY MAHMUD, LO GILA YA!” teriak Bagas yang seketika menaiki meja. Tak kalah takut, Alfa juga menaiki kursi kosong yang ada di dekatnya.

“WOY GUE JUGA TAKUT ANJ---“

“Astaghfirullah Alfa! Dijaga mulutnya!” seru Bu Indira saat mendengar Alfa hampir saja berkata kotor. Perempuan itu sebal menyaksikan kegaduhan di ruang ini, ia berkacak pinggang.

“Sumpah gue jijik, gue belum siap dicium pangeran kodok hiks,” seru lala yang mencoba menghindari beberapa kodok di dekat kakinya dan satu kodok yang menaiki kepatu gadis itu.

“ALFA AMBIL SEMUA KODOK ITU!,” Bu Indira sudah geram dengan kegaduhan ini. Alfa si empunya onar harus bertanggung jawab atas perbuatannya.

“Tapi bu, saya takut..suwer.” ucapnya memelas sambil mengacungkan dua jarinya.

“Ibu nggak mau tau, kamu harus ambil semuanya. Katanya king of buaya sama kodok aja ciut,” Bu Indira tak mau dibantah, ia berdiri dengan tatapan seperti akan memangsa Alfa, membuat nyali laki-laki itu lemah seketika.

“Iya lo Mud, masak buaya takut sama kodok, cemen lo.” Ucap Bagas masih sempat meledek Alfa disituasi seperti ini.

“Bacot.”

“ALFA!!” pekik Bu Indira, laki-laki itu terkekeh.

“Sukurin lo,” Bagas tertawa puas melihat Alfa yang apes terus dari tadi.

“Bagas kamu juga bantuin Alfa,” titah Bu Indira kemudian. Seketika wajah sumringah Bagas menjadi tertekuk lusuh.

“Kok jadi saya Bu,” protesnya menunjuk dirinya sendiri.

“Cepat!” gertakan Bu Indira tak bisa dibantah. Alfa dan Bagas mulai mencoba untuk memungut kodok-kodok itu. Beberapa kali Alfa melangkah mundur saat kodok yang hampir di raihnya melompat. Ia menyugar rambutnya frustasi. Menyaksikan Alfa yang tak kunjung berani memegang kodok membuat Aqilla berdecak kesal, dengan mulus cewek itu mengambil satu kodok di depan Alfa tanpa ragu. Kodok itu sudah berada di genggamannya.

“Nih,” ketusnya. Bukannya menaruhnya ke dalam box, Aqilla justru mengarahkan kodok itu ke depan wajah Alfa, hanya berjarak beberapa senti. Alfa sontak menangkup wajahnya sendiri, ketakutan.

“LO APAAN SIH QIL!” teriaknya.

       Dengan malas Aqilla menarik tangan laki-laki itu lalu meletakkan kodok di telapak tangannya, menggenggam tangan Alfa yang sudah berisi kodok agar Alfa tak melepaskannya. Aqilla menuntun tangan Alfa menuju box, lalu memasukkan kodok itu pelan ke dalamnya. Alfa yang masih merinding ngeri disekujur tubuhnya berusaha untuk mengikuti arahan Aqilla. Ia menepuk kedua tangannya setelah melepaskan satu kodok dari tangannya.

“Udah gitu doang, apaan yang lo takutin.”

       Sebenarnya bukan hanya sekujur tubuhnya yang merinding, tetapu jantungnya telah berdetak sangat kencang saat Aqilla memegang tangannya. Alfa segera menepis semua perubahan rasa di tubuhnya. Nggak mungkin. Batinnya.

---

 “Lo nggak lupa kan?” selidik Alfa pada Aqilla. Laki-laki itu sudah mensejajari langkah Aqilla. Ia menyelipkan rambutnya yang terurai ke belakang telinga. Hampir saja Aqilla lupa dengan janjinya.

“Mau kemana emang?” tanyanya balik. Ia sangat malas jika harus keluar sama cowok ini. Tetapi apa boleh buat, demi taruhan dan harga dirinya. Aqilla harus menyiapkan mental yang tebal untuk bersiap melahap segala kata-kata buaya Alfa.

“Ada deh,” sahut Alfa dengan antusias. Nggak peduli mau kemana pun, ia ingin segera menyelesaikan misinya. Itu yang terpenting.

“Terserah,” Aqilla memutar bola matanya dengan malas.

“Yaudah ayo..” tukasnya. Gadis itu mengerutkan dahinya tak faham. Ia mengingat kembali, bukankah masih nanti malam.

“Ayo kemana?”

“Gimana gue mau jemput lo nanti kalo nggak tau rumah lo dimana,” Alfa memainkan matanya kepada Aqilla. Mau tak mau ia menerima tawaran Alfa yang sepenuhnya hanya modus belaka. Aqilla membuntuti Alfa menuju parkiran, laki-laki itu memberikannya helm bogo berwarna biru. Aqilla berdecak sinis.

“Emang sengaja?” ia menatap Alfa sinis. Melihat Alfa yang sudah membawa dua helm, sudah terbaca olehnya. Alfa sudah merencanakan krmodusannya. Niat banget. Laki-laki itu hanya tersenyum menanggapi Aqilla. Sedetik kemudian mereka sudah berbaur dengan kendaraan di jalanan.

       Aqilla berdecak kesal saat sepeda roda dua menyalip motor yang sedang dikendarai Alfa. Alfa menyadari hal itu, ia hanya tertawa kecil. Laki-laki itu sengaja memelankan jalannya. Ia menikmati moment berdua dengan Aqilla.

“Kalo gini kapan nyampek rumahnya bego!” seru Aqilla di dekat telinga Alfa, ia sudah berkali-kali mencubit pinggang cowok itu. Tetapi semakin ia memarahinya, semakin Alfa memelankan laju motornya.

“Berisik lo..gue tuh lagi nikmatin suasana,” ucapnya santai. Lagi-lagi sepeda roda dua menyalipnya, Alfa justru menyapa pesepeda itu.

“Semangat olahraganya pak, jangan kasih kendor!” Serunya.

“Tau gini mending gue naik angkot,”

“Mana ada angkot sore, udahlah mending nikmatin boncengan bareng gue..moment langka nih,”

“Kalo ini moment langka, gue mending milih buat lewatin moment ini,”

“Lah ini enggak,” Alfa terus saja memancing emosi Aqilla.

“Pegangan, gue mau melaju kencang.” Ucapnya, Aqilla tak menggubris, ia tak percaya laki-laki itu akan ngebut. Tiba-tiba Aqilla dibuat kaget ria saat Alfa benar-benar melajukan motornya dengan kencang. Sontak gadis itu memeluk Alfa.

“Makanya kalo dibilangin nurut,” teriaknya saat suaranya beradu dengan angin. Alfa meraih tangan Aqilla untuk memintanya berpegangan lebih erat. Gadis itu tak bisa berkutik, ia masih tercengang dengan situasi ini. Sialan si playboy.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status