Share

EMPAT

Hey Bagas nanti Praktikum Biologi kamu kayaknya sekelompok sama aku,” Ucap Jeje genit. Ia mendekati bangku Bagas yang berada di barisan tengah paling belakang. Laki-laki ngondek itu memakai bandana berwarna pink di kepalanya, ia mencolek lengan Bagas, lalu mengibaskan rambut pendeknya dengan menggoda laki-laki itu. Membuat Bagas begidik ngeri. Alfa yang sebangku dengan Bagas terkekeh menahan tawa melihat Jeje yang menggodanya. Tak hanya Alfa, satu kelas juga terkikik menahan tawa yang hampir pecah.

“Gue sekelompok sama lo? O-EM-JII! Kenapa nasib gue bisa apes gini.” Sahut Bagas dengan nada yang dialaykan sambil menutup mulutnya. Jeje selalu saja mengganggunya. Melihat tingkah Bagas yang menirukan gaya bicara Jeje, sontak tawa satu kelas pecah.

“Iiih kok bilangnya gitu sih, harusnya Bagas seneng kita barengan, Jeje jadi sedih dengernya.” Bagas membuat ekspresi seolah-olah ia ingin muntah. Jeje merasa kesal, ia menghentakkan kakinya beberapa kali ke lantai, lalu kembali menuju mejanya.

“Mampus bencong ngambek!” seru Alfa terbahak-bahak di samping Bagas.

“Je nggak usah dimasukin hati, Bagas mau kok sekelompok sama lo,” Raffa akhirnya membuka suara. Terkadang ia juga merasa kasihan pada cowok bencong itu. Jeje yang memasang wajah murung pun seketika langsung tersenyum kembali.

“Nyenyenyenye..” Bagas nyiyir menirukan Raffa.

---

Bel pulang sekolah sudah berbunyi, tetapi kelas XI IPA 1 dan IPA 2 tidak bisa langsung pulang, sebab masih ada jadwal Praktikum Biologi. Bu Indira sengaja menggabungkan dua kelas sekaligus agar tidak menambah jam lagi sehingga tidak pulang kesorean.

“Asiikk praktikum bareng kelas sebelah..” teriak Dewi, si Sekretaris kelas saat baru saja dari ruang guru. Beberapa murid pun ikut antusias, sebab mereka pasti akan bertemu dengan pangeran Alfa. Cowok idola di sekolah, meskipun playboy Alfa tetap menduduki peringkat pertama dalam konteks idola terfavorit di sekolah.

Aqilla juga tak kalah antusias, bukan karena akan praktikum bersama si idol sekolah itu. Ia senang bisa satu praktikum dengan seorang Aditya Saputra. Perihal perasaannya kepada Adit, ia memutuskan untuk menyimpannya sendirian. Ketiga sahabatnya tidak ada yang mengetahui, bukan apa-apa tetapi memang ia merasa senang mencintai seseorang diam-diam tanpa satu orang pun yang tahu. Seru aja.

“La..La..pinjem kaca cepet.” Dengan tergopoh Kezia merapikan rambutnya dan memoles bibirnya dengan lipgloss buah-buahan miliknya. Lala pun tak mau kalah dengan Kezia. Melihat kedua sahabatnya yang heboh membuat Aqilla menepuk dahinya.

“Gimana, udah cakep belum gue,” Kezia menunjukkan hasil polesannya kepada dua sahabatnya, ia terus menatap dirinya pada cermin kecil milik Lala.

“Kita tuh mau praktikum, bukan mau main.” Ucap Aqilla dengan malas. Ia mulai menyiapkan alat tulis yang akan dibawa ke Lab Biologi.

“Kali ini praktikumnya beda manjalitahh,” Kezia membalas dengan suaranya yang diimut-imutkan.

“Mau ketemu oppa niih,” Aqilla memutar malas bola matanya. Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang janggal. Aqilla mencoba mengingat-ingat sesuatu.

“Hey Vanya kemana?” pekik Aqilla saat menyadari teman sebangkunya yang sedari tadi tidak ada di sampingnya. Lala dan Kezia pun juga baru menyadarinya.

“Astaga dimana tuh anak, sejak tadi gue juga nggak lihat.”Lala celingukan mencari sosok sahabatnya yang bertubuh gemuk itu. Lala menepuk keningnya seketika saat matanya tertuju pada bangku kosong di barisan paling belakang.

“Astaghfirullah gembul, bangun woyy!” tubuh gemuk Vanya meringkuk di lantai, tepat di kolong meja kosong itu, ia tertidur pulas dengan kamus Bahasa Inggris yang dijadikan bantal. Manusia satu ini memang bisa tidur dimana aja.

“Sudah biasa,” ujar Kezia dengan santai. Aqilla segera menghampiri sahabatnya itu.

PLAK!!

Tangannya mulus mendarat di bokong gadis gemuk lucu itu. Mendengar suara pukulan yang amat keras, sontak seisi kelas riuh tertawa. Mendengar seisi kelas yang ramai, Vanya pun terbangun. Bokongnya terasa panas.

“Ngebo aja lo, bangun woy mau praktikum!!” teriak Aqilla di dekat telingan Vanya, ia lantas menutup telinganya yang terasa pengang oleh suara lengkingan dari mulut Aqilla.

“Apaan sih lo Qil, ganggu orang lagi mimpi buruk aja!” gerutunya yang masih susah payah mencoba mengumpulkan nyawa.

“Makanya gue bangunin. Biar lo melihat kenyataan yang lebih indah..” dengan tangan yang ia rentangkan dan menutup matanya seolah-olah ia sedang menikmati hidup.

“Buruan gih siap-siap, terus ke lab.” Lanjutnya kemudian.

---

Para siswa kelas XII IPA 1 dan IPA 2 pun berbondong-bondong menuju ke Laboratorium Biologi yang terletak di seberang gedung, tepatnya di sebelah perpustakaan utama. Sekolahan sudah sepi, sebab jam pulang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Hanya tinggal ada dua kelas ini dan petugas-petugas di sekolah yang belum pulang. Di lorong sekolah, Vanya berkali-kali mengucek matanya.

“Kok ada Alfa? Kok anak sebelah juga?” Vanya yang tak tahu menahu perihal kelas praktikumnya yang digabung dengan kelas sebelah masih bertanya-tanya kebingungan. Kezia lantas menoyor kepala gadis itu.

“Makanya jangan molor mulu,”

“Kelas kita digabungin.” Sahut Aqilla, ia sedang malas berdebat. Moodnya tiba-tiba tak menentu setelah manik matanya menemukan sosok Alfa.

“Qil!” Adit merangkul Aqilla dari belakang. Aqilla tersenyum kepadanya, namun senyuman itu seketika luntur saat rangkulan Adit kepadanya diserobot oleh Alfa dari belakang. Kini laki-laki itu merangkul pundak mungil Aqilla. Aqilla kesal, ia lantas menepis kasar tangan Alfa.

“Apaan sih lo!” sarkasnya tak terima dirangkul sembarangan oleh manusia playboy itu. Tak ingin mencampuri urusan mereka, Vanya, Lala, dan Kezia pun melangkah lebih dulu menuju lab.

Alfa masih saja berusaha menjahili Aqilla, ia memainkan rambut sebahu gadis itu yang dikucir kuda. Tangannya menarik kuciran yang mengikat rambut Aqilla sehingga rambutnya terurai begitu saja. Aqilla semakin geram. Ia menghembuskan nafas kasar.

“Lo kenapa sih Al! nggak usah ganggu gue.” Aqilla menatap tajam Alfa. Manik matanya tepat menusuk tajam manik mata Alfa. Menyadari gadis ini yang moodnya sedang tidak baik-baik saja Adit mencoba menengahi.

“Udah-udah jangan ribut disini. Lo juga Al seneng banget gangguin Aqilla,” tegur Adit. Alfa hanya terkekeh menggaruk lehernya yang tak gatal.

“Lo cantikan gitu,” ucap Alfa. Ia tak menggubris teguran Adit kepadanya.

“Cih, nggak mempan kalii..dimana-mana buaya sama aja emang. Sama-sama omongannya nggak mutu. Kreatif dikit dong,” Aqilla tersenyum sinis, ia segera meninggalkan Alfa yang masih berdiri di tempat. Ia harus segera jauh-jauh dari manusia setengah buaya ini. Bisa-bisa ia terkena darah tinggi kalau terus ngeladenin Alfa. Laki-laki itu memandang kepergian Aqilla, ia tersenyum simpul mengeluarkan benda yang digenggamnya. Kuciran hitam dengan manik berbentuk bunga matahari, ia menggenggamnya lagi dan memasukkannya ke dalam saku celananya kembali.

"Lo nggak seharusnya sebenci ini sama gue Qil, bahkan lo nggak tahu kehidupan gue," lirihnya dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status