Risma buka pintu."
Mas Bayu berteriak dari luar, tidak biasanya dia pulang lebih awal, ada apa?"Aku segera membuka pintu, untuk melihat kenapa dia kembali lagi. Bukankah seharusnya dia pergi kerja tadi, katanya ada rapat penting."Ada apa, Mas? Kenapa kembali lagi, bukannya kamu bilang mau rapat?"Bukannya menjawab, mas Bayu justru mengeluarkan sebuah kartu. Melihat benda itu ada di tangan mas Bayu, jantungku rasanya berhenti berdetak. Entah kapan dia mengambil benda itu dari dalam tasku.""Sejak kapan ATM bapakmu ada di dalam tasmu? Kenapa kau tidak bilang kalau kau mempunyai kartu ATM ini? Jangan bilang kau mencuri uangku untuk keluargamu?"Plak ....Aku menampar pipi mas Bayu. Untuk pertama kali dan mungkin terakhir kalinya aku lakuakan, karena dia sudah sangat keterlaluan. Aku mengambil Kartu milik bapak dari tangan mas Bayu. kemudian mengambil kartu miliknya lalu melempar kehadapaannya."Ambil kartu milikmu, tanpa sepengetahuanku kau ingin mengambil gajimu, Mas. Tidak usah mencuri aku kembalikan. Ingat bapak tidak perlu menikmati uangmu, bahkan harga dirimu bisa dia beli."Aku sudah tidak sabar menghadapi pria itu. Baru kemarin dia memberiku kartu berisi gajinya, lalu ibunya sudah datang meminta jatahnya, sekarang aku sedang pusing memikirkan uang itu. Sekarang dia berani mengambil lagi sisanya, bahkan tega menghina bapakku."Jangan kurang ajar, memangnya apa yang dimiliki bapakmu? Sampai bisa membeli harga diriku, Bapakmu itu miskin, hanya kerja cari rumput untuk peternakan pak Sobari."Aku tertawa, sungguh bapak memang hebat. Dia bahkan bisa mengelabui menantu tidak tau diri ini. Ternyata bapak benar, untuk tidak memamerkan harta karena bisa saja pria ini akan buta dan memanfaatkan aku."Kau mau tau siapa bapak dan sekaya apa dia, hanya ada satu jalan untuk mengetahuinya, yaitu kita berpisah maka akan aku pastikan kau terkena serangan jantung."Mas Bayu tertawa, dia bahkan meludah saat mendengar ucapanku. Lalu dia pergi begitu saja tanpa mengambil kartu ATM miliknya. Dengan gaji segitu sudah berlagak, dia tidak mau tau apa yang sudah aku lakukan dua tahun ini untuknya."Berikan aku dua ratus ribu, ada temanku ulang tahun."Dia kembali dan menadahkan tangannya, segera aku memberi kartu miliknya yang sudah aku ambil dari lantai. Melihat itu dia langsung pergi tanpa melihat wajahku lagi.Baru aku hendak menutup pintu. Di depan pagar dua orang pria sudah datang, hebatnya lagi mas Bayu hanya menunjuk kearahku. Aku menarik napas lalu menutup pintu dan mengikuti mereka pergi.*****"Risma kamu masak apa? ibu numpang makan ya? Tadi kesiangan, jadi makan sisa semalam deh."Alasan klasik, aku sudah hapal alasan yang dia gunakan. Setiap ingin makan di rumah ini, aku biarkan dia membuka tudung saji dan melihat isinya."Ya Allah, delapan juta hanya bisa makan kangkung sama tempe dan dua ekor ikan asin."Wanita itu berteriak dan tentu saja mulut-mulut lemes, sudah menunggu untuk menyebarkan masakanku hari ini."Makan aja, Bu. Sudah bersyukur sekali aku bisa makan itu, kalau tidak. Mungkin bisa puasa sampai tahun depan."Brak ....Dia menutup lagi makanan itu, dengan gerakan cukup keras sehingga membuatku hampir melompat karena terkejut."Malang betul nasib Bayu, kerja banting tulang semua gaji untuk istrinya, sedangkan makan tidak ada gizinya. Kalau tidak cukup kenapa kau bertahan di rumah? Seharusnya bantu suamimu kerja." Ucap Ibu Mertua sinis."Wah ide bagus itu, Bu. Apalagi sudah dua tahun, lebih baik aku kerja, menyenangkan diriku daripada di sini tidak ada hargaku sama sekali."Ibu mas Bayu melotot, saat mendengar ucapanku. Mungkin dia tidak menyangka aku bisa berkata seperti itu. Dia kira aku apa, semut aja di pijak mengigit, apalagi aku."Gak usah banyak omong tentang makananku, Bu. Coba jelaskan darimana biaya pernikahan mewah Nina? Sampai bisa membayar WO semahal itu?"Mendengar pertanyaanku, sama seperti anak-anaknya, wanita itu mendelikkan matanya. Seakan mau keluar biji mata itu."Kau tidak usah ikut campur, cukup jadi istri Bayu. Soal rumah tanggaku bersama anak-anakku, itu bukan lagi urusanmu." ujar ibu lagi dengan lebih ketus lagi."Asal ibu tau, aku tidak sedang ikut campur. Tapi ibu juga harus ingat keuangan aku yang mengatur, semoga ibu tau batas akhir kesabaran manusia."Aku duduk di kursi dan mengambil nasi untuk makan. Dari pagi aku belum sempat makan, aku biarkan saja wanita itu pergi tanpa kata-kata lagi.Saat menikmati makanan tak sengaja aku menangis, kalau saja tidak teringin sangat tinggal di tempat yang ramai, tak akan semudah itu aku menerima cinta mas Bayu.Sekarang baru aku rasakan rindu, tinggal di tempat sepi rumah bapak. Walau sepi tapi tenang dan damai. Bahkan sekarang sudah mulai ramai, listrik juga sudah ada bahkan internet juga lancar.Memang penyesalan selalu datang terlambat kalau datang awal namanya pendaftaran. Itu ucapan terakhir bapak, saat aku minta ijin menikah dengan mas Bayu.Adikku Dino juga tidak habis pikir saat aku bilang mau menikah. Sedangkan usaha kami menjual pupuk dan pakan ternak, sudah maju pesat walau hanya di kampung."Ya udah hati-hati kalau capek dan menyesal pulang saja. Soal laba usaha akan aku masukkan ke rekening bapak, agar tidak digrogoti lintah jika ketauan kau orang kaya."Aku tersenyum ternyata ucapan bapak dan Dino benar. Aku menyesal sekarang, hanya jadi orang bodoh yang senang mendapat uang delapan juta. Untuk aku bagi-bagikan kepada penagih hutang, termasuk hutang bapak mertua juga jadi tanggungan mas Bayu."Risma.... Risma, sekolah tinggi-tinggi hasilnya di tipu keluarga suami pun masih bisa bertahan, dua tahun apa masih mau bertahan, kalau ditambah hutang lagi?"Aku berucap sendiri. Sedih ketika harus mengakui, kalau ternyata aku salah besar, saat mengambil keputusan."Lebih baik terlambat, daripada tidak sama sekali. Lebih baik berhenti meski rugi,daripada terus tapi hancur lebur."Kembali kata-kata bapak menguatkan aku untuk mengambil keputusan. Tapi harus menyelesaikan semua dulu tidak bisa berhenti begitu saja, dua tahun bukan waktu sebentar, dalam waktu 24 bulan cukup banyak yang aku keluarkan untuk mereka."Kalau begini kok jadi enak walau makan hanya pakai kangkung, tempe dan ikan asin. Nikmat sekali serasa hidup di rumah bapak, makan bahkan masih disuapi bapak atau ibu. Jika aku dan Dino sibuk menghitung pengeluaran atau pemasukan pupuk atau makanan ternak kami.Kenapa jadi rindu begini, sabar dulu hanya menunggu beberapa hari lagi. semua akan kembali seperti semula."Kalau mau bikin keributan kabari kami, jangan senang-senang sendiri. Mau juga melihat wajah mereka, saat tau apa yang mereka sia-siakan selama dua tahun ini."Dino memang kurang ajar, dia punya pacar tetanggaku disini. Untung gadis itu pandai juga menutup mulut di depan para tetangga, walau tidak bisa menutup mulutnya di depan Dino, sehingga aku jadi bahan tertawaan adikku itu."Mbak kalau sudah siap kasih tau aku ya. Gak sabar melihat wajah mereka, setelah tau siapa mbak. Oya Ini ada gulai ayam dari ibu, katanya biar kuat menghadapi kenyataan."Gadis itu meletakkan piring berisi gulai ayam sambil tertawa, tentu saja tidak aku sia-siakan. Di tempat ini orang tua Rani lah yang tau pasti, apa yang terjadi dalam rumah tanggaku?"Sudah berkali-kali mereka mengingatkan, tapi aku anggap mereka ikut campur, dengan aib kelurga mas Bayu. Ternyata aku yang memang tidak mau tau.Sekarang baru aku tau apa yang sebenarnya terjadi. Julukan menantu kesayangan, tapi ternyata akulah yang benar-benar di tindas habis-habisan. Saat itu aku bangga, sampai aku sadar saat melihat penghasilan bapak dan Dino diam-diam berkurang. Memang ATM atas nama bapak, tapi itu adalah pembagian hasil kerja kami bertiga.Namun hampir habis untuk menghidupi Mas Bayu dan keluarganya. Untung aku segera sadar sehingga uang simpanan itu tak habis tanpa sisa, sekarang sudah waktunya aku akhiri, semua masalah yang membuatku sakit kepala.Ekstra Part 14."Aku tidak menyangka sama sekali. Niat mereka begitu kejam, tapi aku masih tak habis pikir, kenapa harus aku yang mereka pilih?"Malik membelai perut sang istri. Dia mengira perut wanita itu keram seperti biasa, karena melihat Risma terus mengusap perutnya.Plak ..."Jauhkan tanganmu, aku kekenyangan, kau sibuk ikut mengelus perutku."Risma memukul tangan Malik. Memikirkan Sarah sudah membuatnya kesal, sekarang tanpa dosa suaminya membelai perutnya yang mulai membuncit, bukan hanya karena ada bayi tapi juga karena makanan yang mertuanya masak. Risma benar-benar kekenyangan."Tidak apa, Yank. Kan ada anak kita di dalam sini. Meski gemuk kau tetap cantik."Malik tersenyum ke arah sang istri. Dia mengira sudah membuat wanita itu senang, siapa sangka reaksi Risma justru mengerikan."Aku belum gemuk saja kau sudah dekat-dekat dengan Sarah. Aku tak tau saat perut ini besar nanti, wanita mana lagi yang kau dekati!"Risma semakin kesal setelah mendengar ucapan Malik. Pria itu t
Plak ...."Dasar perempuan tak berotak, aku sudah memberimu banyak bantuan, Gendis. Dari anak-anakmu masih hidup hingga mereka semua mati, aku membantumu tapi apa yang kau lakukan? Mengoda suamiku dan membuat lumpuh mertuaku."Indah membabi buta saat menghajar Bu Gendis. Wanita itu hanya diam saat mendapatkan perlakuan kasar itu, karena di sana banyak orang-orang Indah.Keadaannya sudah sangat menyedihkan tapi Indah masih belum puas. Bu Gendis mengepalkan tangan saat melihat Risma duduk menikmati sepiring siomay. Mantan menantunya itu memanggil penjual siomay keliling, untuk berhenti di depan rumah kontrakannya.Keramaian di rumahnya pasti ulah Risma. Dia tak menyangka mantan menantumu mengetahui tempat tinggalnya, sedangkan rencananya dengan Sarah belum berhasil."Yank, apa ini tidak terlalu kejam? Lihat dia sudah terluka seperti itu, kasihan."Malik meraih sendok di tangan istrinya lalu ikut makan siomay dengan santai. Dia tak perduli meski sang istri melotot ke arahnya."Pria yang m
"Silakan duduk Nina Sarah. Ada apa datang kemari?"Risma tersenyum saat melihat Sarah masuk ke ruangannya. Ruangan tempat dia bekerja di butiknya, ruangan yang sudah dua tahun ini dia tempati."Aku datang karena mas Malik yang minta. Dia tak ingin terjadi keributan makanya memintaku bicara denganmu."Risma menegakkan punggungnya saat mendengar ucapan Sarah. Dia tak menyangka, wanita ini bilang di minta Malik untuk bicara dengannya."Bicara soal apa? Aku rasa tak ada yang perlu kita bicarakan. Apalagi soal yang berhubungan denganmu dan suamiku," ucap Risma."Baguslah kalau kau sadar. Aku hanya ingin kau tau, kalau hubunganku dengan Malik sudah sangat mendalam. Kami bahkan sudah tidur bersama, saat kau kedinginan di mobil malam itu. Aku dan Malik justru berada di atas ranjang yang membara."Risma menatap ke arah Sarah. Dia tak menyangka wanita elegan ini ternyata murahan juga, dia jadi ingin tau kedok wanita ini."Bagus dong kalau begitu. Sekarang kau hanya perlu mengikatnya dalam ikatan
"Angkat Mas."Risma memohon agar Malik mengangkat panggilannya. Saat ini perutnya terasa sakit luar biasa, namun sayang Malik tak mengangkat panggilannya. Sedangkan posisi pria itu paling dekat, karena saat ini dia berada tak jauh dari kantor suaminya."Taksi!"Risma terpaksa memanggil taksi untuk membawanya ke rumah sakit. Rasa nyeri di perutnya membuatnya takut luar biasa, dia takut terjadi sesuatu pada kandungannya."Rumah sakit Permata Bunda, Pak. Tolong lebih cepat."Risma memohon pada supir taksi itu. Melihat raut wajah penumpangnya yang kesakitan, sopir itu segera paham jadi dia segera melaju menuju rumah sakit tujuan Risma."Tunggu sebentar Mbak saya panggilkan perawat."Begitu sampai rumah sakit, sopir itu segera memanggil perawat untuk membantu penumpangnya. Risma berterima kasih lalu membayar ongkosnya, kemudian dia meminta perawat untuk membawanya ke dokter kandungan.Saat itulah dia bertemu dengan Malik yang sedang memapah Sarah. Sepertinya wanita itu juga sedang sakit, de
"Benar ada yang aneh, Mbak."Putri meraih potongan apel di meja. Meski mulutnya mengunyah tapi matanya tampak kosong, dia dan Risma seperti sedang berpikir.Malik yang berdiri di kejauhan merasa heran, saat melihat kedua wanita itu tak bicara atau pun bergerak. Penasaran membuatnya mendekat lalu mencium kening Risma, membuat wanita itu terkejut karena tak menyadari kedatangan suaminya."Apaan sih?"Risma mengusap keningnya lalu kembali mengunyah potongan buah di piring. Dia tak memperdulikan Malik yang duduk di depannya, dia justru asik menatap adik iparnya yang terdiam sejak kedatangan Malik."Aku rasa memang ada yang aneh. Aku harap kita bisa dapatkan petunjuk, Put. Nanti kita lihat lagi, siapa tau ada sesuatu yang terlepas dari pandangan kita."Risma menyerahkan piring berisi buah. Dia dan adik iparnya memang suka makan buah, mereka bilang untuk membantu diet. Walau hasilnya melihat nasi di embat juga."Yank."Risma melirik sekilas ke arah Malik. Membuat pria itu mengerucutkan bibir
"Sayang, syukurlah kau pulang."Malik berlari menyambut kepulangan istrinya. Beberapa jam mereka kebingungan, karena Risma menghilang tanpa kabar. Ponselnya mati hingga tak bisa di hubungi."Jangan mendekat, Mas. Tolong menjauh lah, aku belum mandi dan belum mencuci muka."Risma menolak Malik ketika pria itu hendak memeluknya. Matanya melirik Sarah yang berdiri di belakang suaminya, dia bisa menebak kalau wanita itu selalu bersama Malik saat dia menghilang."Maaf, mobil Risma mogok di jalan semalam. Apalagi hujan lebat jadi aku tidur di mobil, tak ada yang bisa membantu apalagi ponselku kehabisan baterai. Kalian bisa sarapan duluan, aku mau mandi baru tidur sebentar."Risma langsung pergi meninggalkan kedua orangtuanya. Untunglah mereka ada sehingga bisa menjaga anaknya saat dia tak pulang."Yank.""Tolong tinggalkan aku, Mas."Risma menutup pintu sebelum Malik bisa masuk ke kamar. Dia tak mau ribut sehingga membuat orangtuanya bingung, meski dia kesal tapi masih mencoba tenang."Sayan