Share

Chapter 5

Author: Chiavieth
last update Last Updated: 2025-03-02 09:00:12

“Anne apa kamu lapar? Kebetulan aku tadi membeli ini, kamu mau?” Anne yang sejak tadi diam dan fokus melihat arah jalan, menolehkan kepalanya pada bungkusan kecil serta sebotol minuman di sebuah tumbler tahan tahan panas.

“Tapi kak Raff, bagaimana denganmu?”

“Aku punya satu.” Pria itu menampakkan botol Tumbler miliknya dan menyesapnya langsung. “Kebetulan ini masih hangat, aku sengaja membelinya karena cuaca malam ini sangat dingin.”

Anne bisa melihat sorot mata meyakinkan dari matanya, meski dirinya agak sungkan, tapi suara dari perutnya tak bisa berbohong hingga gadis itu tersenyum kecil. “Baiklah, kalau begitu aku mau…”

“Tunggu Anne…” Raffaelle menahan tangan halus Anne saat ia mengambil kotak makanan dan botol Tumbler tadi dari tangannya. “Sebenarnya…” ucapannya tertahan saat wajah teduh itu menatapnya penasaran.

“Ada apa kak Raff?”

Raffaelle meneguk salivanya. “Ada yang ingin aku katakan padamu, aku tak yakin bisa mengatakannya, tapi ini penting.”

Anne mengernyit heran sambil sedikit tergelak. “Kak Raff, kenapa ekpresimu aneh begitu? Kalau penting, tinggal bilang aja.”

Pria itu kini menunduk ke bawah. “Kamu menyukai pria itu?”

“Ni-Nicho, maksud kakak?” Anne agak malu mengakuinya.

Melihat Raffaele masih menunggu jawabannya, Anne memutuskan menggangguk. Lagipula, dia sudah anggap Raffaelle sebagai kakaknya, jadi tak ada salahnya untuk jujur.

Huuft! nafas Raffaelle terdengar berat seakan sedang gelisah saat melihat kearah lain.

“Kenapa memangnya kak?”

“Ah, tidak ada.” Sahut Raffaele sambil menyesap kembali minumannya dalam tumblernya.

Sesaat keadaan hening, Anne kini fokus dengan cemilan kotak dan minumannya. “Kak Raff belinya dimana? Ini enak banget.”

“Kamu suka?”

“Ya, coklatnya lebih berasa. Beda dari yang aku beli ditempat lain.”

“Syukurlah, kebetulan saat aku melihatnya di depan rumah sakit tadi, aku jadi ingat kamu. Jadi aku membelinya.”

Raffaelle diam-diam memperhatikan gadis itu tanpa ragu meneruskan menyantap cemilannya sambil menyesap minuman dalam tumbler.

“Aduh, kepalaku…” tiba-tiba saja Anne merasa sangat pusing.

“Anne, kamu kenapa?” Raffaelle bertingkah seolah sedang mencemaskan gadis itu.

“Kepalaku…“

“Jangan-jangan ini efek karena kamu belum pulih.”

Anne merasa setuju saja dengan pendapatnya. “Aku hanya butuh istirahat. Kak Raff, jangan bilang ke ibu ya. Aku nggak mau ibu panik.”

Raffaelle tersenyum dan mengangguk. Lalu menyaksikan gadis itu tertidur setelahnya.

"Maaf Anne, aku terpaksa melakukannya." ujar Raffaele lirih.

Rasa bersalah mendatanginya, tapi Raffaelle merasa harus memasukkan obat tidur pemberian wanita yang tidak dikenalnya di depan rumah sakit tadi karena tak ingin gadis yang ditaksirnya menjadi milik orang lain.

Raffaelle menghentikan mobilnya dijalanan yang sepi sambil memastikan tak ada orang disana.

Ponsel Anne tiba-tiba bergetar, pria itu melihat nama Nadine di layar ponselnya, tapi tidak menjawab panggilan itu sampai getaran tadi berhenti.

Raffaele berencana mematikan ponselnya, namun layar ponselnya kembali menyala. Ibunya Anne kembali menelpon. "Ya bu..."

"Raffaelle, kalian sekarang dimana? Sejak tadi ibu sudah menunggu didepan pintu..."

“Sepertinya malam ini aku tidak bisa membawa Anne berkendara, kami khawatir malah akan berakibat buruk.”

“Jadi malam ini kalian akan menginap?”

Suara nafas berat terdengar. “Benar Bu, kami bersama akan menginap dirumah sakit. Lagipula teman-teman Anne disini juga banyak. Pokoknya ibu tenang saja, karena aku akan awasi Anne agar aman.”

“Baiklah anggap dia adikmu, jadi pastikan dia baik-baik saja.”

Raffaelle mengangguk, lalu berinisiatif mengakhiri panggilan itu lebih dulu sambil mematikan smartphone milik Anne.

Sebelah matanya terpicing saat melihat gadis yang posisinya belum berubah di kursi mobil. Raffaelle mencoba menyentuhnya dan memperhatikan reaksi Anne yang sudah terlelap dengan nyenyak.

Raffaelle berkhayal sepintas, membayangkan gadis itu akan mengatakan cinta dan suka padanya. Tapi sepertinya itu mustahil.

Dengan posisi tubuhnya yang sudah sangat dekat pada Anne, jantung Raffaelle berdetak kencang. Tangannya gemetar dan mulai menyentuh b1b1r merah yang ranum, niatnya untuk melepas hijab Anne langsung terlaksana hingga dia bisa melihat kecantikan yang selama ini tak pernah dilihat oleh orang lain. “Cantik…”

Sungguh, kesempurnaan itu membuat Raffaelle ingin segera menuntaskan h4sr4tnya. “Aku melakukannya karena mencintaimu Anne, akan kupastikan tak ada yang mengambilmu dariku.”

Pria itu sudah dikuasai setan dan gelap mata, tangannya bergerak pelan membuka k4ncing kemeja Anne tak peduli dengan resiko yang akan terjadi kedepannya…

Semua berakhir, Raffaelle mendapati cair4n m3rah di kursi mobilnya, untungnya dia punya persediaan air mineral dan saputangan untuk membersihkan noda itu dan merapikan hijab dan p4kaian Anne secara asal.

Raffaelle mengalihkan pandangan saat melihat wajah teduh Anne begitu menenangkannya. Raffaelle tahu masalah ini tidak akan sesederhana itu, karena ia akan menghadapi resikonya. "Aku tak bisa memastikan reaksimu setelah ini Anne, kuharap kamu setuju untuk menikah denganku dan menerimaku apa adanya..."

“Astaga! Ini sudah pagi.”

Anne terbangun panik dan mendapati dirinya masih di mobil.

“Kak Raff, kamu tak jadi mengantarku pulang?”

Sontak pria itu langsung terjaga dan buru-buru mengusap matanya. “Anne…”

“Ponselku…” Baru ingin bergerak, Anna merasakan sakit di bagian int1nya, dia baru sadar bahwa pakaiannya tak serapi kemarin. “Apa yang terjadi?”

Matanya memicing mencoba mengingat kejadian semalam, lalu melihat Raffaele yang hanya diam dengan rasa curiga. “Kak Raff, semalam kamu sudah melakukan sesuatu?”

“I-itu…” pria itu menggaruk kepalanya dengan gugup.

Mata Anne menyapu di setiap bagian mobil. “Kenapa ponsel dan tasku malah di kursi belakang? Aku harus hubungi ibu, dia pasti mencemaskanku.”

Tapi bagian baw4h tubvhnya sangat perih, matanya melihat ada sesuatu yang menodai sebagian roknya. “Ini bekas… tidak mungkin!”

Pikiran buruk semakin membuncah membuat kepalanya berdenyut. “Kak Raff, kamu benar-benar melakukannya padaku?!”

Air mata sekaligus emosi tak dapat di tahan lagi, Anne menggigit bibirnya menahan tangis dengan tubuh yang gemetaran sambil menutupi wajahnya dengan tangan. Orang bodoh pun akan tahu bahwa Anne telah di p3rk0s4!

“Maafkan aku Anne…” Raffaelle berniat menenangkannya, namun tangan Anne cepat mencegahnya.

“Jangan mendekat! Sepertinya kami salah mempercayaimu, rupanya kamu dibalik kebaikanmu selama ini ada maksud lain.” Meski tatapannya sengit, tapi tangisnya semakin kencang.

Raffaelle menarik nafas, dia sudah menduga situasinya akan begini, tapi dia tetap pada rencananya. “Aku tahu ini salah, tapi apa kamu tahu kenapa aku melakukannya? Ini semua karena aku menyukaimu Anne, tapi aku tak menyangka kamu malah menyukai pria lain.”

“Suka? Beginikah caramu memperlakukan orang yang disukai? Masa depanku hancur karenamu…”

“Aku memang melakukannya, tapi aku akan bertanggung jawab…”

“Semudah itu kamu mengatakannya? Kamu pikir aku sudi?”

Raffaelle terhenyak dan tak mengira Anne akan melawan, sebelumnya dia hanya berpikir seorang gadis akan terus menangis dan berhenti setelah beberapa jam. “Aku mencintaimu Anne, aku siap menikahimu kapan saja.”

Perkataan yang sangat terus terang. Tapi tangis Anne semakin menjadi.

Raffaelle tidak tahu caranya bertindak agar gadis itu tenang. Satu solusi yang terpikir olehnya saat ini hanya menyalakan mesin mobil. “Segera antarkan aku pulang!” Tegas Anne. “Aku tak mungkin mencari taksi, orang lain akan melihat keadaanku yang berantakan seperti ini.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bayang Cinta sang Tuan    Kenapa kak Nicho bisa disini?

    "Kak Nicho? Kenapa kamu bisa—” ucapannya terputus saat pria itu melemparkan sebuah syal rajut pada wanita yang pakaiannya compang-camping dan bahkan tanpa hijab yang menutupi kepalanya.“Diamlah, segera pakai itu. Kamu rela auratmu dilihat orang lain?” Anne tak menepis kata-kata pria itu dan melakukan apa yang di katakannya, hingga rambutnya kini tak terlihat lagi. “Makasih banyak, kalau bukan kamu aku nggak tahu gimana nasibku nanti.”“Ini hanya suruhan mama, jadi kamu jangan berpikir yang nggak-nggak. Lagian kamu nggak usah banyak omong deh, aku juga nggak bakalan tersanjung dengan kata-katamu.”“Aku berterima kasih serius, bukan untuk memuji atau menyanjung orang lain. Tapi, aku heran kenapa kamu bisa sampai kesini? Padahal tempatnya kan terpencil.” “Apa itu penting? Cukup diam saja di kursimu jangan banyak omong!”Menerima bentakan itu Anne mendengus.“Sombong sekali! Kamu kira aku bicara padamu karena punya maksud lain? Jelas nggak lah ya. Aku ini udah punya suami…” “Suami man

  • Bayang Cinta sang Tuan    Aku harus tau dimana mereka

    Pukul 06.00 pagi, silau matahari membuat Anne mengernyit dan membuka mata dengan paksa, namun ruangan yang ditempeli banyak poster atletik dan binaragawan membuatnya heran. “Aku,,, dimana?”Melihat kondisi tangan dan kakinya yang sedang terikat di atas tempat tidur, Anne terus meronta mencoba melepaskan ikatan itu, namun kagaduhan yang dia sebabkan membuat seseorang membuka pintu dan muncul dengan tawa seringai. ‘Raffaelle? Bukannya dia…’ Sayangnya, dia tak bisa m3mak1 atau bahkan memarahi pria itu karena saat ini mulutnya masih disumpal dengan selotip hitam tebal. Pria itu berjalan mendekat, membuat jantung Anne berdetak keras sekaligus panik bercampur trauma. Apalagi tanpa diduga dia menarik paksa penutup mulut Anne hingga meninggalkan rasa sakit.“Apa-apaan kamu?” Anne akhirnya bisa menegur pria itu dengan sesuka hati meski posisinya belum bisa bergeser dari sana. "Memangnya kamu bisa apa? Sendirian di kamar usang, apa kamu masih berani melawan? Suamimu bahkan juga nggak peduli

  • Bayang Cinta sang Tuan    Anne tak sadarkan diri

    Uhukk! Uhukk! Kekagetan itu membuat Anne tak bisa menahan untuk langsung bertanya. “Bibi, bukannya tadi cuma–” Wanita itu terkekeh. “Anne, apa kamu merasa Mardian kurang tampan dan berjiwa dingin?"Melihat Anne menggeleng sungkan, Audiya kembali bicara. "Kalau aku masih muda pasti akan langsung memilih Mardian. Kamu mungkin nggak tahu kalau sebenarnya putraku itu sangat berkualitas untuk wanita sepertimu.”Anne meringis, lalu melihat sekilas pada pria yang sedang dipromosikan padanya dan mendengar Audiya menyambung kata-katanya. “Mardian punya dua adik laki-laki yang sedang bekerja di luar negeri, satu-satunya orang yang menemaniku di rumah hanya dia.”Merasa sedang dibicarakan, Mardian ikut bergabung dengan ibu dan Anne untuk menyela pembicaraan mereka. “Kalian membicarakanku? Pantas aja kuping ku panas.” Dia lalu melihat pada Anne dan mulai mengutarakan sesuatu. “Oh ya, aku lupa kasih tahu sesuatu. Setelah acara ini mungkin kita akan jarang bertemu, apalagi aktivitasku diluar cuku

  • Bayang Cinta sang Tuan    Yakin?

    “What? Kamu serius Ann?” Nadine memekik keras saking dirinya kaget.“Suaramu jangan terlalu keras, aku nggak mau mereka dengar dan malah banyak tanya.”Nadine langsung mengatup rapat bibirnya, lalu melihat telunjuk yang mengarah pada bocah kembar yang bermulut bijak itu, kemudian dia berbicara dengan suara pelan. “Lalu responmu apa?”“Mana mungkin aku mau…”“Kenapa kamu menolaknya?” “Hei, kamu masih waras kan? Aku nggak mau jadi perusak rumah tangga orang yang sudah punya anak dan istri. Lagian, soal pernikahan harus di dasari dengan perasaan kan? Sedangkan aku nggak punya rasa apapun lagi sama Nicho.” Nadine menarik nafas dalam-dalam, "Nyonya Kyra sebenarnya orang baik.”"Yah, tapi bukan berarti aku tolak permintaannya mentah-mentah. Aku kasih alasan yang masuk akal dan bilang kalau aku udah punya tunangan dan akan menikah dalam waktu dekat ini.” Ckckck… “Alasanmu luar biasa. Kamu ini single parents Ann, siapa yang percaya dengan kata-katamu barusan? Kamu kira bisa bebas begitu sa

  • Bayang Cinta sang Tuan    Balik lagi ke Nicho gih!

    Teka-teki lagi? di ruangan itu semua orang dibuat penasaran. Pasalnya, Kyra pasti akan mengajukan hal yang aneh-aneh setiap dia ulang tahun. Tapi Anne tampak tenang dan melanjutkan makannya tanpa berpikir hal lain. “Apaan sih ma? Jangan bikin kami penasaran dong!” desak Nicho yang tak ingin penasaran lebih lama lagi.Kyra melirik semua orang di meja makan secara bergantian, lalu mendehem ketika memulai bicara. “Nicho, kamu pasti tahu sekarang mama nggak muda kayak dulu lagi kan? Siapa tahu aja di umur 56 tahun ini mama tiba-tiba pergi untuk selamanya.”Sontak Damian memukul meja. “Apa yang sedang kamu katakan? Kita ini jelas seumur, jangan bikin orang ketakutan. Lagian kita juga nggak tahu kapan ajal kita.” Mendengar teguran suaminya Kyra tersenyum datar. “Memang benar, tapi bukankah di umur segini kita mesti banyak-banyak beramal kan?” Pandangannya beralih pada Anne yang masih terbengong di depan meja. “Anne, mama akan serahkan villa di kota Barat daya padamu.”“Apa?” Ternyata Jeny

  • Bayang Cinta sang Tuan    Kalian penasaran?

    “Tante…” Seorang anak kecil dengan pita-pita lucu di rambutnya, berlari menggapai Anne di ruangan makan. Itu membuat semua orang bingung, ‘Bagaimana Ketrin bisa kenal dengan wanita itu?’Tapi, berbeda dengan Nicho yang sudah tahu hal itu akan terjadi, dia hanya mengurut alis tanpa berkomentar. Sedangkan Kyra kini menatap cucunya menanyai. “Ketrin, kamu kenal dimana sama tante Anne?”Gadis itu tersenyum dengan polos. “Ini loh Grandma, dia tante yang aku ceritakan itu…” Kyra menutup mulutnya kaget. “Jadi… ya ya ya, Grandma mengerti sekarang, ternyata dunia ini memang sempit ya. Grandma nggak nyangka kalian baru kenal bisa langsung dekat.” Wanita paruh baya itu melirik Jenya yang kelihatan kesal di seberang mereka. Itu membuat Jenya semakin sebal dan berencana mengalihkan itu. “Ketrin, temani mama keluar sebentar buat ambil sesuatu di jok mobil…” Tapi gadis itu malah menggeleng. “Nanti saja ma, aku mau ajakin Tante Anne ke dalam dulu.” Tanpa disetujui, gadis itu menarik tangan Ann

  • Bayang Cinta sang Tuan    Enggak mau berdebat lagi

    Merasa dianggap remeh seorang anak kecil, Nicho berusaha meredam emosinya lalu berjongkok dan menatap bocah itu. “Hei kids, kamu anaknya Anne?”Bocah itu melipat tangannya dengan angkuh. "Untuk apa kamu tanya mommyku?"Nicho tak mungkin merespon kasar pada anak kecil, jika dia marah itu akan lebih dianggap remeh lagi oleh bocah itu. “Jadi dia mommy-mu? Kalau begitu bisa panggil dia sekarang?” Dua alis Nicho yang tebal itu sedikit terangkat.“Mommy sedang mandi, lagipula dia masih lelah setelah sibuk seharian."Nicho tersenyum dingin, dia melirik wanita dewasa yang sejak tadi hanya diam disamping bocah itu.“Joshua? Nadine? kenapa kalian berdiri di pintu?” Gawat! Nadine melebarkan matanya panik dan berencana menutup pintu dengan paksa, namun detik itu Anne malah keluar setelah mengambil hijabnya dan melihat mantan suaminya berdiri kaku di depan pintu. “Apa yang kamu lakukan disini?”“Anne...” di situasi itu, Nicho berusaha menahan diri untuk tetap stabil. “Maaf, kedatanganmu kemari t

  • Bayang Cinta sang Tuan    Darimana saja?

    “Jenya, kamu darimana saja? Kenapa baru datang?” Sapaan Nicho malah disambut dengan dengusan kasar dan bentakan dari istrinya.“Jangan banyak tanya, cepat bantu aku bawa semua barang-barang ini ke kamar!”“Tapi…” Nicho mengeraskan rahangnya berniat memarahi sang istri, jika bukan karena Ketrin yang sangat antusias melihat Jenya datang, mungkin situasinya akan berbeda. Sementara Nicho membiarkan putrinya menikmati momen ibu dan anak bersama Jenya, tapi saat melihat jok belakang mobil dan berencana menuruti sang istri untuk membantunya, mata Nicho membulat. “Jenya, barang sebanyak ini isinya apa saja? Isi kamar masih penuh dengan kotak-kotak belanjaanmu kemarin yang bahkan belum dibuka.”Jenya berbalik sambil berkacak pinggang. “Apa urusannya denganmu? Suka-suka aku mau beli apa, lagipula bukan hanya kamu yang cari uang.” Nicho tak berkomentar lagi, menurutnya Jenya terlalu boros kalau soal uang. Lemari dikamarnya sudah berisi sana sini. Lalu jika semua dus ukuran besar ini dibawa mas

  • Bayang Cinta sang Tuan    Mama akhirnya pulang

    "Ketrin, kemana kamu sebenarnya?” Tak terhitung lagi sudah berapa kali Nicho mengusap kasar wajahnya setelah berputar kesana kemari menyetir mobilnya.Saking tak fokusnya dengan hal lain, Nicho bahkan tak sadar bahwa mobilnya hampir saja menyerempet mobil SUV di didepannya. Jika dia tidak segera mengerem, masalah baru malah akan muncul. Hufft!Hampir saja dia putus asa sampai berniat menelpon polisi, namun saat menyalakan ponsel seseorang menelepon. “Ya ada apa?”Raut mukanya terlihat berharap, setelah mendengar si penelpon berbicara, “Oke, tetap di situ sampai aku datang.” Di zaman ini, ada banyak kasus penculikan anak, terlebih Carla, putri Nicho satu-satunya termasuk kategori anak yang menggemaskan, memikirkan itu cepat-cepat Nicho mengemudi tanpa berpikir.Rasa cemas itu membuat Nicho cepat sampai di depan sebuah mansion berpagar mewah, dan melihat dua asistennya sudah mendatangi rumah itu dan masuk dengan paksa hingga suara pekikan terdengar dari arah ruang tamu. Kegaduhan yang

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status