Share

Bayangan Pengantin yang Terlupakan
Bayangan Pengantin yang Terlupakan
Author: Seli

Bab 1

Author: Seli
Di depan pintu poli kandungan rumah sakit, aku menggenggam erat alat uji kehamilan yang menunjukkan hasil positif di dalam saku. Aku melihat suamiku menemani wanita lain melakukan pemeriksaan kandungan. Aku ingin meminta penjelasan darinya, tetapi Sophie Gray tiba-tiba menjerit sambil memegangi perutnya.

"Ronan, perutku sakit sekali!"

Ronan refleks mendorongku ke samping, lalu berbalik dan memeluk wanita itu.

Aku terdorong hingga terhuyung dan membentur dinding. Rasa sakit menusuk dari punggungku, mataku pun langsung memanas.

Namun, Ronan hanya mengkhawatirkan keadaan Sophie.

"Ada apa? Perutmu sakit? Aku akan segera membawamu ke dokter."

Ronan menggendong Sophie dengan cemas. Saat melewatiku, dia seakan baru teringat aku masih berdiri di sana dan buru-buru menjelaskan.

"Mollie, Sophie lagi nggak enak badan. Aku harus segera membawanya menemui dokter. Kamu pulang sendiri dulu, ya?"

Aku hanya menatapnya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Aku mengangguk pelan dan diam-diam menyingkir memberi jalan.

Ronan menggendong Sophie dan berjalan melewatiku tanpa sedikit pun keraguan.

Aku berdiri sendirian di lorong dan bersandar pada dinding. Menatap punggung mereka yang perlahan menjauh, air mataku pun mengalir deras.

Rasa sakit di punggung menembus tulang, tetapi tidak sebanding dengan perih di hati.

Aku menghapus air mataku, lalu tersenyum getir.

Hari ini, aku datang ke rumah sakit untuk memastikan kabar kehamilanku, lalu memberitahunya.

Namun, kini, aku tidak ingin mengatakannya lagi.

Ini adalah pengkhianatannya yang ketiga, sekaligus yang terakhir. Aku tidak ingin lagi mendengar alasannya, apalagi memberinya maaf.

Aku keluar dari rumah sakit dan naik ke mobil yang dikirim Keluarga Leach untuk menjemputku. Setelah menutup pintu, aku bersandar di jok belakang, menatap pintu utama rumah sakit dengan hati yang membeku.

Sopir bertanya hendak ke mana. Aku terdiam sejenak, lalu menjawab dengan suara dingin.

"Jangan kembali ke vila. Antar aku ke kantor imigrasi."

Setibanya di sana, aku masuk sendirian untuk mengurus paspor serta permohonan visa ke Negara A.

Visa baru bisa diterima dalam tujuh hari. Setelah keluar dari gedung, aku kembali naik ke mobil, menatap pemandangan yang bergerak di luar jendela dengan hati yang tenang.

Tujuh hari lagi, setelah visa keluar, aku akan memutus semua hubungan dengan Ronan.

Saat kembali ke Vila Keluarga Leach, aku masuk ke kamar tidur, menutup pintu, dan mulai berkemas.

Hadiah pemberian Ronan begitu banyak dan hampir memenuhi seluruh ruangan ini.

Mulai dari kalung dan perhiasan yang elegan, hingga tas dan boneka edisi terbatas dunia.

Semuanya kukeluarkan dari lemari dan kutaruh di atas tempat tidur, lalu kusatukan dalam sebuah kotak kardus besar.

Saat membereskan meja di samping tempat tidur, gerakanku terhenti.

Di dalam laci tersimpan foto-fotoku bersama Ronan, juga kerajinan tangan yang kami buat bersama, serta patung tanah liat yang kami bentuk berdua.

Itu semua adalah kenangan ketika kami saling mencintai, kenangan paling berharga yang pernah ada.

Namun, saat ini, aku bahkan tidak berani lagi menatapnya.

Dengan menahan air mata, aku mengeluarkan foto dari bingkainya, merobeknya menjadi serpihan kecil, lalu membuangnya ke tempat sampah. Patung tanah liat itu pun juga kumasukkan kembali ke dalam kotak. Semua barang kukumpulkan ke dalam kardus.

Baru saja selesai menutup kotak, terdengar suara dari lantai bawah.

Aku berjalan ke arah tangga dan melihat para pelayan memindahkan kotak besar maupun kecil ke ruang tamu, yang di dalamnya penuh dengan perhiasan.

Sophie duduk di sofa dan berpura-pura menolak.

"Ronan, mengapa kamu membelikanku begitu banyak barang? Aku nggak mungkin memakainya semua."

Ronan mengusap rambutnya dengan penuh kasih, lalu berkata lembut.

"Aku nggak kekurangan uang. Selama kamu menyukainya, sebanyak apa pun akan kubelikan."

Setelah mengatakannya, Ronan mendongak dan kebetulan melihatku berdiri di lantai dua.

Dia sempat tertegun, lalu refleks melepaskan Sophie dan buru-buru memberi penjelasan.

"Mollie, kamu sudah pulang. Sophie hari ini merasa kurang sehat, jadi aku menemaninya pulang. Jangan salah paham."

Aku memandangnya dengan tenang, tanpa berkata sepatah kata pun.

Wajahnya tampak panik, dia menambahkan lagi.

"Beberapa hari lagi ada lelang di Christie’s. Saat itu, aku akan mengajakmu ke sana. Kudengar ada kalung safir. Bukankah kamu paling menyukai perhiasan safir?"

Sophie bersandar dalam pelukan Ronan dengan lemah, lalu menguap sambil berkata.

"Ronan aku agak mengantuk, mungkin karena sedikit pusing setelah perjalanan tadi."

Ronan langsung terlihat cemas, dia dengan hati-hati menopang Sophie dan berkata dengan khawatir.

"Kalau begitu, sebaiknya kamu istirahat. Ayo, kupapah ke kamar."

Setelah mengatakannya, Ronan memapah Sophie menuju kamar tidur.

Aku menatap mereka dan hatiku kembali sakit.

Kamar pengantin itu kupilih bersama Ronan, bahkan tata ruang dan dekorasinya dibuat mengikuti seleraku.

Namun kini, kamar itu justru dihuni oleh wanita lain.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 10

    Kupikir, aku akan menghabiskan sisa hidupku bersama Aidan, menjalani hari-hari sederhana dan hangat seperti ini.Namun, aku tidak menyangka Ronan tiba-tiba muncul di hadapanku.Hari itu, saat aku baru saja keluar dari kafe, aku melihat sosok yang begitu familier berdiri di depan pintu.Itu adalah Ronan.Dia mengenakan mantel hitam, wajahnya tampak tirus dan letih, tetapi sorot matanya begitu membara, seakan hendak melahapku habis."Mollie!"Begitu melihatku, dia bergegas mendekat, menggenggam tanganku erat, lalu menarikku ke dalam pelukannya."Mollie, aku sangat merindukanmu. Bagaimana bisa kamu meninggalkanku? Bagaimana bisa kamu membiarkan pria lain menyentuhmu!"Suara Ronan dipenuhi hasrat untuk memiliki yang membuatku gemetar.Aku meronta untuk melepaskan diri dari cengkeramannya, tetapi genggamannya justru makin kuat."Ronan, lepaskan aku!"Aku berteriak marah, tetapi dia seakan tidak mendengar. Ronan malah makin menguatkan pelukannya.Ronan menatapku, matanya dipenuhi kegilaan da

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 9

    Setelah berpisah dengan Ronan, aku pindah dan menetap di sebuah kota kecil di Swesia.Udara di sini segar, tempo hidupnya sangat lambat, sangat cocok untuk menyembuhkan luka.Aku menggunakan tabungan sebelumnya untuk membuka sebuah kafe milikku sendiri.Setiap hari, aku sibuk memilih bahan, menggiling biji, dan menyeduh kopi. Hari-hariku padat sekaligus terasa penuh makna.Begitulah, aku menjalani dua minggu dengan tenang di kota kecil ini.Hari itu, ketika aku sedang mengelap meja di kafe, lonceng angin di pintu berbunyi, seseorang melangkah masuk.Aku mendongak dan melihat seorang pria bertubuh tinggi dengan wajah tampan, dia sedang menggendong seekor kucing kecil di pelukannya."Permisi, apakah ini kucingmu?" tanya pria itu sambil menunjuk si kucing.Aku memperhatikan dengan saksama, lalu menyadari bahwa itu kucing liar yang pernah kuberi makan."Bukan, itu kucing liar," jawabku.Pria itu mengangguk, kemudian meletakkan anak kucing itu di lantai. Kucing itu segera berlari ke arahku

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 8

    Sophie sama sekali tidak menyangka Ronan akan muncul, seketika dia menjadi panik."Ro... Ronan, kamu... bagaimana bisa ada di sini?"Travis Stevens juga terkejut, dia sampai terjatuh bersama kursinya.Begitu sadar, dia segera bangkit dan menyodorkan secangkir teh kepada Ronan, lalu buru-buru menjelaskan."Pak Ronan, aku memang pernah punya hubungan dengan Nona Sophie, tapi aku sudah memberinya empat miliar sebagai uang untuk menggugurkan kandungan.""Kehidupan pribadi Nona Sophie memang kacau, aku pun nggak tahu anak ini anak siapa. Yang jelas, mustahil anak itu anakku.""Begitu tahu dia hamil, aku langsung memberinya empat miliar agar dia menggugurkan kandungannya. Nggak kusangka, dia justru mempermainkan kedua pihak!"Di akhir kalimatnya, Travis melotot tajam ke arah Sophie, suaranya penuh kebencian."Di kalangan kami, Sophie sudah lama terkenal gemar bersenang-senang. Kalau Pak Ronan nggak percaya, silakan cari tahu sendiri."Wajah Ronan sangat muram. Dia tidak pernah menyangka, Sop

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 7

    "Jangan keras kepala?"Sophie seakan tersulut, suaranya tiba-tiba meninggi dan terdengar histeris."Ronan, kenapa kamu selalu seperti ini? Jelas-jelas akulah yang lebih dulu mendekatimu, akulah yang selalu berada di sisimu, tapi mengapa di matamu hanya ada Mollie?""Memangnya apa bagusnya dia, sampai-sampai kamu begitu terikat padanya? Sekarang, dia sudah tiada, mengapa kamu nggak bisa melepaskannya dan melihatku?"Di akhir ucapannya, suara Sophie sudah bercampur tangis, dengan nada yang dipenuhi ketidakrelaan dan kebencian.Ronan menatapnya dingin, lalu berkata dengan nada sedingin es."Sejak awal hingga akhir, satu-satunya orang yang kucintai hanyalah Mollie. Menikah denganmu pun hanya demi Thomas.""Keluarga Leach bisa mengakui anakmu, tapi posisi Nyonya Leach selamanya hanya milik Mollie."Setelah mengatakannya, dia berbalik meninggalkan ruang rawat.Memandang punggung Ronan yang penuh ketegasan, hati Sophie terasa tercabik. Dia tidak mampu menahan diri lagi dan menangis pilu.Enta

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 6

    "Kenapa? Ulangi sekali lagi!"Seluruh darah di tubuh Ronan seketika membeku, ponselnya jatuh ke lantai dengan suara keras.Ronan terpaku di tempat, telinganya berdengung. Ucapan asistennya setelah itu, tidak satu pun masuk ke telinganya.Mollie... mengalami kecelakaan pesawat?Tidak!Ronan tidak berani membayangkan, apa jadinya dirinya bila Mollie benar-benar mengalami kecelakaan pesawat.Mata Ronan memerah, dia berulang kali menenangkan dirinya sendiri."Nggak mungkin, Mollie nggak mungkin mengalami kecelakaan pesawat. Dia pasti masih hidup, dia masih hidup!"Saat itu, rumah sakit menelepon dan mengatakan bahwa Sophie tidak sengaja terjatuh, mereka meminta Ronan untuk segera datang.Tubuh Ronan menegang, dia menekan perasaan sedihnya dan segera menuju rumah sakit.Di ruang rawat, Sophie terbaring lemah di atas tempat tidur, wajahnya pucat pasi. Begitu melihat Ronan, matanya langsung memerah."Ronan, kenapa baru datang sekarang?"Ronan melangkah dengan cepat dan langsung memeluknya, la

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 5

    Saat kembali membuka mata, aku sudah berada di rumah sakit.Dokter memeriksa kondisiku, lalu menghela napas lega."Luka lecet di tubuh Anda nggak serius, kedua bayi dalam kandungan juga baik-baik saja.""Dua?" ujarku dengan terkejut. Awalnya, aku mengira hanya ada satu, tidak disangka ternyata sepasang.Kehadiran anak-anak itu sedikit mengikis perasaanku terhadap Ronan.Tanpa sadar, aku meraba perutku yang masih rata, tetapi di dalamnya tengah tumbuh dua kehidupan baru."Ya, kembar laki-laki dan perempuan. Mereka sehat."Mendengar penjelasan dokter, aku pun lega. Rasa syukur selamat dari bencana memenuhi hatiku.Syukurlah anak-anak baik-baik saja.Tiba-tiba, dari kamar sebelah terdengar suara yang begitu familier. Tubuhku seketika menegang.Itu suara Ronan.Sambil menahan rasa sakit di tubuh, aku turun dari tempat tidur dengan langkah terhuyung, lalu berjalan menyusuri lorong hingga sampai di depan kamar sebelah.Pintu yang tidak tertutup rapat membuatku bisa melihat ke dalam melalui c

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status