Share

Bab 2

Auteur: Seli
Aku menundukkan pandangan dengan muram, lalu berbalik masuk ke kamar tidur kecilku di ujung lantai dua.

Kamar ini dulunya adalah ruang kerja Ronan. Pada hari pertama aku pindah ke sini, dia memelukku dan berkata.

"Mollie, besar kecilnya kamar nggak penting. Yang terpenting adalah berada paling dekat denganku. Setelah kamar pengantin kita selesai direnovasi, kita akan menikah."

Saat itu, aku percaya bahwa hari pernikahan kami akan segera tiba.

Namun, kini, lima tahun telah berlalu. Aku masih tinggal di ruang kerja sempit ini, sedangkan kamar pengantin kami justru menjadi kamar tidur wanita lain.

Aku menahan rasa perih di hati sambil membuka koper, lalu melanjutkan membereskan pakaian.

Baru saja merapikan beberapa potong, pintu kamar tiba-tiba didorong terbuka. Sophie masuk dengan perut membuncit, langkahnya begitu angkuh.

Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling, lalu berkata dengan pura-pura terkejut.

"Tempat ini bahkan luasnya nggak sampai seratus meter persegi, 'kan? Kamu tinggal di kamar sekecil ini?"

"Iya juga, lagi pula kamu nggak punya status, jadi nggak bisa dianggap bagian dari Keluarga Leach. Bisa mendapat satu kamar saja sudah bagus."

Sophie berjalan mendekat, lalu menatapku dengan penuh kemenangan.

"Kamu tahu kenapa Ronan begitu terburu-buru menikah denganku? Karena begitu aku melahirkan anak ini, dialah yang akan menjadi pewaris Grup Leach."

"Sementara kamu, nggak berarti apa-apa. Kamu hanyalah simpanan Ronan, nggak pantas tampil di depan umum. Singkatnya, kamu adalah pelakor."

Aku menatap Sophie dan berusaha menekan amarah yang membara di hatiku, lalu berkata dengan dingin.

"Sudah selesai? Kalau sudah, silakan keluar."

Sophie tidak menyangka aku akan setenang ini, seketika dia menjadi marah dan hendak mendorongku.

"Mollie Martin, kamu..."

Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, wajah Sophie mendadak pucat. Tubuhnya langsung terjatuh ke lantai sambil berteriak.

"Perutku sakit sekali! Mollie, kamu berani mendorongku!"

Aku menatapnya dengan kaget, belum sempat bereaksi, Ronan sudah bergegas masuk dengan panik.

"Sophie!"

Ronan mendorongku keras, lalu menggendong Sophie dengan cemas. Dia berteriak marah padaku dengan mata memerah.

"Mollie, mengapa kamu begitu kejam? Sophie sedang hamil, bagaimana bisa kamu mendorongnya?"

Aku terhuyung beberapa langkah ke belakang dan berusaha menjelaskan dengan panik.

"Aku nggak mendorongnya, dia sendiri yang jatuh. Itu nggak ada hubungannya denganku!"

Namun, Ronan sama sekali tidak memercayainya. Dia menatapku dengan penuh amarah, menarik lenganku kasar dan menyeretku turun dari tempat tidur, lalu dengan hati-hati meletakkan Sophie di atas tempat tidur.

Selesai melakukan semua itu, Ronan segera mengambil ponselnya dan menghubungi dokter keluarga dengan cemas.

"Dokter, cepat datang. Sophie, perutnya sangat sakit. Aku khawatir anaknya dalam bahaya!"

Sophie bersandar di pelukan Ronan, sambil memandangku dengan penuh kemenangan, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum dingin.

Seluruh tubuhku gemetar, aku menatap Ronan dengan tidak percaya. Bagaimana bisa dia tidak memercayai kata-kataku?

Tidak lama kemudian, dokter pun datang. Setelah memeriksa sebentar, dia menghela napas lega dan berkata.

"Nggak ada masalah serius. Kandungan Nona Sophie hanya terguncang. Cukup beristirahat di tempat tidur."

Ronan masih panik. Dia menanyakan berbagai hal yang harus diperhatikan selama kehamilan, bahkan mencatatnya dengan saksama di sebuah buku kecil, sebelum akhirnya mengantar dokter keluar.

Begitu Ronan pergi, Sophie langsung bangkit dari tempat tidur dan menatapku dengan senyum angkuh.

"Mollie, kamu lihat sendiri, 'kan? Betapa Ronan sangat peduli padaku dan anak ini."

"Kamu pikir kamu itu siapa? Berani-beraninya merebut priaku!"

Tubuhku bergetar karena marah, tetapi aku enggan menanggapi dirinya. Aku berbalik dan berniat berdiri, tetapi Sophie tiba-tiba berkata.

"Sebenarnya, anak ini bukan anak Ronan. Aku menjebaknya dengan obat agar tidur bersamaku, tetapi malam itu nggak terjadi apa-apa. Anak ini adalah anak orang lain."

Aku langsung mendongak dan menatapnya dengan terkejut.

"Apa yang kamu katakan?"

Sophie melengkungkan bibir merahnya dan tertawa congkak.

"Aku bilang, anak ini bukan anak Ronan. Dia hanyalah orang bodoh yang ditipu mentah-mentah."

"Nggak tahu malu! Bagaimana bisa kamu memperlakukannya seperti ini!"

"Aku akan memberitahunya sekarang!"

Sophie menutupi wajahnya, tetapi sama sekali tidak tampak takut.

"Sekalipun kamu tahu, apa yang bisa kamu lakukan? Kamu sama sekali nggak bisa mengubah keadaan. Menurutmu, apakah Ronan akan memercayaimu?"

"Kalau kamu tahu diri, segeralah pergi. Jangan menghalangi aku dan Ronan."

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 10

    Kupikir, aku akan menghabiskan sisa hidupku bersama Aidan, menjalani hari-hari sederhana dan hangat seperti ini.Namun, aku tidak menyangka Ronan tiba-tiba muncul di hadapanku.Hari itu, saat aku baru saja keluar dari kafe, aku melihat sosok yang begitu familier berdiri di depan pintu.Itu adalah Ronan.Dia mengenakan mantel hitam, wajahnya tampak tirus dan letih, tetapi sorot matanya begitu membara, seakan hendak melahapku habis."Mollie!"Begitu melihatku, dia bergegas mendekat, menggenggam tanganku erat, lalu menarikku ke dalam pelukannya."Mollie, aku sangat merindukanmu. Bagaimana bisa kamu meninggalkanku? Bagaimana bisa kamu membiarkan pria lain menyentuhmu!"Suara Ronan dipenuhi hasrat untuk memiliki yang membuatku gemetar.Aku meronta untuk melepaskan diri dari cengkeramannya, tetapi genggamannya justru makin kuat."Ronan, lepaskan aku!"Aku berteriak marah, tetapi dia seakan tidak mendengar. Ronan malah makin menguatkan pelukannya.Ronan menatapku, matanya dipenuhi kegilaan da

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 9

    Setelah berpisah dengan Ronan, aku pindah dan menetap di sebuah kota kecil di Swesia.Udara di sini segar, tempo hidupnya sangat lambat, sangat cocok untuk menyembuhkan luka.Aku menggunakan tabungan sebelumnya untuk membuka sebuah kafe milikku sendiri.Setiap hari, aku sibuk memilih bahan, menggiling biji, dan menyeduh kopi. Hari-hariku padat sekaligus terasa penuh makna.Begitulah, aku menjalani dua minggu dengan tenang di kota kecil ini.Hari itu, ketika aku sedang mengelap meja di kafe, lonceng angin di pintu berbunyi, seseorang melangkah masuk.Aku mendongak dan melihat seorang pria bertubuh tinggi dengan wajah tampan, dia sedang menggendong seekor kucing kecil di pelukannya."Permisi, apakah ini kucingmu?" tanya pria itu sambil menunjuk si kucing.Aku memperhatikan dengan saksama, lalu menyadari bahwa itu kucing liar yang pernah kuberi makan."Bukan, itu kucing liar," jawabku.Pria itu mengangguk, kemudian meletakkan anak kucing itu di lantai. Kucing itu segera berlari ke arahku

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 8

    Sophie sama sekali tidak menyangka Ronan akan muncul, seketika dia menjadi panik."Ro... Ronan, kamu... bagaimana bisa ada di sini?"Travis Stevens juga terkejut, dia sampai terjatuh bersama kursinya.Begitu sadar, dia segera bangkit dan menyodorkan secangkir teh kepada Ronan, lalu buru-buru menjelaskan."Pak Ronan, aku memang pernah punya hubungan dengan Nona Sophie, tapi aku sudah memberinya empat miliar sebagai uang untuk menggugurkan kandungan.""Kehidupan pribadi Nona Sophie memang kacau, aku pun nggak tahu anak ini anak siapa. Yang jelas, mustahil anak itu anakku.""Begitu tahu dia hamil, aku langsung memberinya empat miliar agar dia menggugurkan kandungannya. Nggak kusangka, dia justru mempermainkan kedua pihak!"Di akhir kalimatnya, Travis melotot tajam ke arah Sophie, suaranya penuh kebencian."Di kalangan kami, Sophie sudah lama terkenal gemar bersenang-senang. Kalau Pak Ronan nggak percaya, silakan cari tahu sendiri."Wajah Ronan sangat muram. Dia tidak pernah menyangka, Sop

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 7

    "Jangan keras kepala?"Sophie seakan tersulut, suaranya tiba-tiba meninggi dan terdengar histeris."Ronan, kenapa kamu selalu seperti ini? Jelas-jelas akulah yang lebih dulu mendekatimu, akulah yang selalu berada di sisimu, tapi mengapa di matamu hanya ada Mollie?""Memangnya apa bagusnya dia, sampai-sampai kamu begitu terikat padanya? Sekarang, dia sudah tiada, mengapa kamu nggak bisa melepaskannya dan melihatku?"Di akhir ucapannya, suara Sophie sudah bercampur tangis, dengan nada yang dipenuhi ketidakrelaan dan kebencian.Ronan menatapnya dingin, lalu berkata dengan nada sedingin es."Sejak awal hingga akhir, satu-satunya orang yang kucintai hanyalah Mollie. Menikah denganmu pun hanya demi Thomas.""Keluarga Leach bisa mengakui anakmu, tapi posisi Nyonya Leach selamanya hanya milik Mollie."Setelah mengatakannya, dia berbalik meninggalkan ruang rawat.Memandang punggung Ronan yang penuh ketegasan, hati Sophie terasa tercabik. Dia tidak mampu menahan diri lagi dan menangis pilu.Enta

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 6

    "Kenapa? Ulangi sekali lagi!"Seluruh darah di tubuh Ronan seketika membeku, ponselnya jatuh ke lantai dengan suara keras.Ronan terpaku di tempat, telinganya berdengung. Ucapan asistennya setelah itu, tidak satu pun masuk ke telinganya.Mollie... mengalami kecelakaan pesawat?Tidak!Ronan tidak berani membayangkan, apa jadinya dirinya bila Mollie benar-benar mengalami kecelakaan pesawat.Mata Ronan memerah, dia berulang kali menenangkan dirinya sendiri."Nggak mungkin, Mollie nggak mungkin mengalami kecelakaan pesawat. Dia pasti masih hidup, dia masih hidup!"Saat itu, rumah sakit menelepon dan mengatakan bahwa Sophie tidak sengaja terjatuh, mereka meminta Ronan untuk segera datang.Tubuh Ronan menegang, dia menekan perasaan sedihnya dan segera menuju rumah sakit.Di ruang rawat, Sophie terbaring lemah di atas tempat tidur, wajahnya pucat pasi. Begitu melihat Ronan, matanya langsung memerah."Ronan, kenapa baru datang sekarang?"Ronan melangkah dengan cepat dan langsung memeluknya, la

  • Bayangan Pengantin yang Terlupakan   Bab 5

    Saat kembali membuka mata, aku sudah berada di rumah sakit.Dokter memeriksa kondisiku, lalu menghela napas lega."Luka lecet di tubuh Anda nggak serius, kedua bayi dalam kandungan juga baik-baik saja.""Dua?" ujarku dengan terkejut. Awalnya, aku mengira hanya ada satu, tidak disangka ternyata sepasang.Kehadiran anak-anak itu sedikit mengikis perasaanku terhadap Ronan.Tanpa sadar, aku meraba perutku yang masih rata, tetapi di dalamnya tengah tumbuh dua kehidupan baru."Ya, kembar laki-laki dan perempuan. Mereka sehat."Mendengar penjelasan dokter, aku pun lega. Rasa syukur selamat dari bencana memenuhi hatiku.Syukurlah anak-anak baik-baik saja.Tiba-tiba, dari kamar sebelah terdengar suara yang begitu familier. Tubuhku seketika menegang.Itu suara Ronan.Sambil menahan rasa sakit di tubuh, aku turun dari tempat tidur dengan langkah terhuyung, lalu berjalan menyusuri lorong hingga sampai di depan kamar sebelah.Pintu yang tidak tertutup rapat membuatku bisa melihat ke dalam melalui c

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status