Share

Test DNA

Tiara mengerjapkan matanya saat merasakan tangan mungil menepuk pipinya. 

Alena tertawa senang memperlihatkan giginya saat Tiara membuka mata, refleks Tiara ikut tersenyum juga, dia memeluk anak itu sejenak. 

Bohong kalau dibilang tidak menyayangi anak ini, lebih dari satu bulan dalam pengasuhannya, membuat rasa sayang itu tumbuh subur, tapi saat mengingat siapa anak ini hatinya tidak baik-baik saja. 

Bagaimnapun dia hanya wanita biasa yang tidak ingin berbagi apapun dengan wanita lain, apalagi yang dikorbankan disini adalah kasih sayang seorang ayah untuk anak-anaknya. 

Dia tidak bisa menerima semua ini. 

“Ibu baik-baik saja, tumben bangunnya siang.” 

Senyum yang terulas di bibir Tiara langsung memudar saat mendengar suara sang suami. 

Tadi malam seingatnya Farhan yang meminum obat tidur tapii kenapa dia yang bangun kesiangan. 

“Aku hanya capek,” kata Tiara datar. Yah capek hati dan pikiran. “Ini sudah jam berapa?” 

Mata Tiara langsung membulat saat jarum jam sudah menunjukkan angka delapan. Seumur-umur baru kali ini dia bangun sesiang ini. Tiara langsung melompat bangun dari tidurnya , perubahan posisi yang tiba-tiba itu membuat kepalanya pusing bukan main.  Untunglah sebuah tangan kekar memeluk tubuhnya sehingga dia tidak langsung mencium lantai. 

“Hati-hati tidak ada yang akan memarahimu karena bangun kesiangan, kamu juga sedang halangan bukan.” 

Bukan ini bukan soal Tiara yang memang hari ini kebetulan sedang tidak sholat, atau karena anak-anak yang sedang libur, ada hal yang harus dia lakukannya bersama Keysa dan sebelum itu dia juga harus melakukan kewajiban di rumah. 

Hari libur mbak Sri tidak akan datang kecuali diminta, dan seingatnya Tiara kemarin sama sekali tidak meminta mbak Sri untuk datang. 

Tiara tak mengindahkan ucapan suaminya dengantubuh sedikitterhuyung karena merasakan pusing dia keluar kamar, tapi begitu berada di luar kamar dia berdiri mematung sejenak, kemudiaan langkahnya menuju meja makan yang sudah terhidang makanan di sana. 

“Kamu memanggil mbak Sri mas?” tanya Tiara pada sang suami yang keluar dari kamar mereka dengan menggendong Alena. 

“Bukan aku yang mengerjakan semua.” 

“Semua!! Menyapu, mengepel dan memasak?” tanya Tiara tak percaya dengan pendengarannya sendiri, suaminya yang bahkan tidak pernah menyentuh sapu dan teman-temannya malah membersihkan rumah. wah keajaiban ini. 

“Iya, maksudku membersihkan rumah tapi kalau makanan itu aku membelinya,” kata Farhan dengan senyum lebar. 

Tiara menatap suaminya sampai matanya menyipit. “Kenapa?” tanyanya, tak percaya begitu saja kalau perbuatan suaminya ini tulus. 

“Apanya, tentu saja karena aku ingin membantumu, aku juga sudah memandikan Alena,” katanya dengan bangga pada bayi perempuan yang ada dalam gendongannya. “Atau kamu juga mau aku bantu mandi ?” tambahnya dengan menggoda. 

Tiara hanya melototkan matanya yang disambut tawa Farhan yang berderai. 

“Syukurlah kalau kamu sudah mengerjakan semuanya, aku ada janji dengan Keysa.” 

“Lho ini hari libur, aku jarang bisa libur seperti ini, aku ingin menghabiskan waktu dengan keluargaku, kita bisa lebih mendekatkan diri betiga.” 

“Bertiga?” 

Kata itu langsung membangkitkan amarah Tiara yang susah payah dia redam. “Saiap bertiga?” 

“Bukankah sekarang kita bertiga,” kata Farhan dengan tanpa rasa bersalah, sambil menurunkan Alena yang sudah ingin bermain di lantai. 

Tiara menghela napasnya dalam, rasanya dia ingin menangis untuk anak-anaknya. 

“Anaka-anak masih di rumah ibu,” kata Tiara pendek. 

Dia lalu berjalan cepat ke memasuki kamar mandi, lebih baik dia segera pergi dari pada hatinya makin sakit melihat kelakukan suaminya. Anak-anak kandungnya sendiri bahkan tak dianggap oleh ayahnya, sebagai ibu yang melahirkan mereka tentunya dia tidak terima. 

Tiara bukan perempuan tak punya hati yang ingin Farhan mengabaikan Alena dan lebih mementingkan anak-anaknya,  tentu saja bukan, dia hanya ingin Farhan bersikap adil pada mereka. 

“Tiara kamu akan tetap pergi dengan Keysa.” 

“Yah, tapi  sebelumnya aku akan menjemput anak-anak dulu, mas nikamati saja hari dengan Alena, bukankah mas sangat menginginkan anak perempuan.” Tiara menghentikan langkahnya dan menatap snag suami tepat di matanya. 

“Aku tidak akan membuat anak-anak yang aku lahirkan mengemis kasih sayang dari orang lain, jika mas tidak mau menyyangi mereka maka aku yang akan memberikan, bukankah aku sudah katakan berkali-kali.” 

“Tiara...” Farhan mencekal tangan Tiara dan membuat sang istri manatap matanya. “Maaf maksudku bukan seperti itu, aku hanya berpikr saat ini anak-anak tidak ada di rumah apa salahnya kalau kita menghabiskan waktu bertiga.” 

“Sudahlah, aku tahu saat mereka lahir kamu sangat kecewa, aku bisa mengerti, tapi tolong jangan terlalu kamu perlihatkan,” Dengan halus Tiara membebaskan tangannya dari cengkeraman Farhan. “Aku akan menjemput anak-anak lalu pergi bersama Keysa, bukankah biasanya mas sering menghabiskan waktu diluar sekarang giliranku,” tambah Tiara dengan senyum semanis racun sebelum melangkah pergi tanpa menoleh lagi. 

“Jika kamu pergi dengan anak-anak bersama Keysa, kamu tidak boleh ngomel kalau aku mengajak Alena keluar juga.,” teriak Farhan, Tiara hanya melambaikan tangannya saja tak peduli. 

Tiara masuk ke dalam mobil online yang dia pesan dengan wajah ditekuk. Dia tahu sangat tidak sopan membalas suaminya seperti itu tapi dia ingin Farhan tahu kalau dia tidak boleh memeprlakukan anaknya seolah mereka orang asing. 

Bunyi ponsel yang berdering nyaring membuat Tiara tersadar dari lamunannya dan sejenak berbagai omelan dan gerutuan untuk Farhan berhenti, di layar ponsel tertera nama Fariz. 

“Ada apa Riz?” tanya Tiara setelah mengucapkan salam. 

“Mbak aku akan keluar bersama anak-anak.” 

“Kemana?” 

“Timezone, mungkin pulangnya agak lama, nanti biar aku yang antar mereka pulang.” 

Tiara terdiam padahal dia sudah hampir sampai di rumah mertuanya. “Baiklah, tolong jaga mereka dengan baik.” 

“Tentu saja, mbak jangan khawatir.” 

Tiara menghembuskan napas panjang setelah menutup panggilan Fariz. “Kita putar balik ke kafe biru saja, pak,” katanya pada sang sopir. 

Sebenarnya Tiara ada janji dengan Keysa jam sepuluh pagi, sekarang masih setengah sepuluh  dia sudah sampai di sini. 

Tiara mengedikkan bahunya dan bersiap menunggu Keys, semoga saja temannya yang tukang telat itu tidak sampai telat lebih dari... satu jam. 

“Astaga aku tadi mau pamer kalau tidak akan telat tapi kamu sudah menunggu di sini, apa arlojiku perlu aku service lagi,” gerutu  Keysa begitu melihat Tiara sudah duduk manis di dalam cafe. 

Tiara langsung berdiri dan memeluk Keysa. “Aku memang sengaja datang lebih awal.” 

“Ah kamu terburu-buru rupanya,” tebak Keysa. 

“Tidak bukan begitu, aku hanya... ah duduklah aku akan memesankan segelas lemon tea untukmu, apa kamu makan sesuatu?” 

“Tidak leman tea saja sudah cuku,” jawab Keysa. 

Tiara mengangkat tangannya dan memesan untuk Keysa. 

“Jadi apa yang bisa aku bantu?” tanya keysa begitu pelayan sudah pergi dari meja mereka. 

Tiara menghela napas lalu memasukkan tangannya ke dalam saku bajunya, begitu  dan mengambil sebuah amplop yang tertutup rapat. 

“Apa ini?” 

“Rambut milik mas Farhan dan Alena, bisakan kamu memastikannya.” 

“Ka...kamu yakin, Tiara aku kemarin hanya asal bicara aku minta maaf jika-“ 

“Kamu tidak bersalah, ini harus aku lakukan untuk membantuku mengambil sikap..” 

“Oh Tiara.” 

Tiara menunduk saat melihat tatapan penuh penyesalan Keysa. 

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nelly Indanasari
bodo tidak bisa bisa buka nonton iklan tidak baca
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status