Home / Romansa / Bayi Rahasia Adik Iparku / Tidak Punya Perasaan

Share

Tidak Punya Perasaan

Author: Lilacgirl
last update Last Updated: 2025-05-17 13:48:28

Bab 3.

Hanum diam membeku melihat Danial yang perlahan berjalan mendekat ke arahnya, Hanum meremas gelisah sprai di dekatnya. Ini benar-benar gila bagaimana dia bisa berhubungan badan dengan adik iparnya sendiri.

***

Pagi itu Arlan mempersilahkan Danial untuk sarapan di rumahnya. Arlan duduk tenang di ujung meja, seolah malam kelam yang baru saja berlalu tak meninggalkan luka apa pun di hatinya. Ia menyendok sarapan dengan santai, lalu menatap Danial dan Hanum secara bergantian.

“Kalian melakukannya dengan penuh gairah, kan?” tanyanya ringan, suaranya tenang, tapi dingin, nyaris tanpa perasaan.

Hanum tertegun, wajahnya memucat. Kata-kata itu terasa seperti duri menusuk telinganya. Nafasnya tercekat, selera makannya hilang seketika. Ia menunduk, menahan gemetar yang mulai menjalari jemarinya di atas meja.

Danial menatap piring kosong di depannya, rahangnya mengeras. Hening menyelimuti ruangan sebelum akhirnya ia menjawab, datar namun jelas, “Ya. Kami melakukan seperti yang kau minta.”

Arlan tersenyum kecil,“Baguslah,” gumamnya, lalu kembali menikmati sarapannya seakan tak ada yang salah di antara mereka.

Setelah sarapan Arlan dan Danial pergi ke kantor sedangkan Hanum melakukan perkerjaan rumah seperti biasanya.

"Aku ingin mengantarkan makan siang untuknya." 

Siang itu tiba-tiba Hanum berpikir untuk membawakan makan siang untuk Arlan. Selama 1 tahun menikah dengan Arlan tidak pernah sekalipun Hanum mengantarkan makan siang untuk suaminya. 

Setelah bersiap Hanum bergegas menuju kantor Arlan. Hanum melenggang masuk Setelah seorang sekretaris mengatakan Arlan ada di ruang kerjanya. Hanum menghela nafas sebelum mengetuk pintu ruang kerja suaminya.

"Masuk," Terdengar suara Arlan dari dalam.

Hanum membuka pintu ruangan perlahan,"Mas."

"Hanum?" Arlan tampak terkejut melihat istrinya yang tiba-tiba datang. 

Hanum mendadak gugup melihat Danial dan seorang petugas kebersihan wanita yang berada di ruangan tersebut.

"Ada apa ke sini?" Arlan bertanya dengan nada dingin, sibuk memeriksa berkas di meja tanpa sedikitpun melihat ke arahnya.

Aku ingin mengantarkan makan siang untukmu," ucap Hanum pelan, berdiri ragu di ambang pintu dengan kotak makan berwarna pink di tangannya.

Arlan yang duduk di balik meja kerjanya mendongak sekilas, ekspresinya datar.

"Sebentar lagi jam makan siang. Makanan ini masih hangat," lanjut Hanum, mencoba tersenyum meski hatinya berdegup tak karuan.

Tanpa berkata apa-apa, Arlan mengambil kotak makan itu dari meja, lalu membukanya. Aroma masakan rumahan menyebar ruang kerjanya.

"Aku nggak nafsu makan," ucapnya dingin.

Arlan melemparkan kotak makan itu ke lantai. Isinya tumpah berantakan. Nasi, sayur, dan lauk tercecer seperti harga diri yang diinjak.

Suara benturan wadah plastik itu membuat semua yang ada di ruangan tersentak.

Hanum terpaku sejenak sebelum akhirnya berjongkok dengan panik, membersihkan lantai marmer yang kotor karena masakannya. Tangannya gemetar.

"Saya bantu, Bu," ujar petugas kebersihan perempuan yang sedari tadi berdiri tak jauh.

Hanum menggeleng cepat. "Tidak usah. Biar saya sendiri saja," suaranya parau, bergetar menahan isak tangis yang nyaris pecah.

Di sudut ruangan, Danial berdiri kaku. Matanya tertuju pada Hanum yang beberapa kali menyeka air mata diam-diam. Ia tak menyangka lelaki yang menjadi kakaknya, begitu tega memperlakukan istrinya seperti ini. Perempuan sebaik dan setulus Hanum.

Tak lama setelah itu, Hanum pamit dengan suara lirih dan segera meninggalkan kantor. Langkahnya cepat, seolah ingin menjauh sejauh mungkin dari tatapan-tatapan kasihan.

Sesampainya di rumah, Hanum tak sanggup lagi menahan air matanya. Ia terisak di sudut kamar, sendirian. Dulu, ia percaya Arlan mencintainya. Ia pikir kisah cinta antara atasan dan petugas kebersihan bisa jadi dongeng indah. Tapi kenyataan menikamnya pelan-pelan.

Hanum beringsut dari ranjangnya saat ponselnya berdering.

"Ibu?"

"Hanum, Melati dibawa ke rumah sakit," suara ibunya terdengar tergesa dan panik.

"Apa? Kenapa, Bu?" Hanum berdiri reflek, jantungnya seketika berdetak lebih cepat.

"Gagal ginjalnya kambuh lagi, nak. Tadi pagi dia pingsan di kamar mandi, sekarang di UGD," suara ibunya nyaris bergetar menahan tangis.

Hanum tak berpikir panjang. Ia segera meraih tas dan berlari keluar rumah, tanpa sempat mengunci pintu. Tak ada waktu untuk menunggu sopir, ia memesan ojek online dan sepanjang perjalanan dadanya bergemuruh penuh cemas.

Setibanya di rumah sakit, Hanum langsung menuju UGD. Di sana, ia melihat ibunya duduk lemas di kursi tunggu, matanya sembab.

"Bu, gimana keadaannya?" Hanum langsung meraih tangan ibunya.

"Dokter bilang Melati harus segera ditangani, tapi mereka menolak karena asuransi kesehatan yang Arlan berikan itu katanya sudah dinonaktifkan. Kenapa Nak? Kenapa asuransi itu tidak bisa di gunakan lagi?" Ibu menatap bingung.

Hanum terpaku.

"Apa?" bisiknya nyaris tak terdengar.

Matanya menatap kosong ke lorong rumah sakit, tubuhnya gemetar menahan kemarahan dan kepanikan yang menyatu. Ia tak pernah tahu bahwa Arlan, suaminya, diam-diam mencabut perlindungan yang begitu penting bagi keluarganya.

"Ibu tenang saja, aku akan menanyakan hal ini pada Mas Arlan," Jawab Hanum berusaha tenang.

Hanum duduk di sudut koridor rumah sakit, ponselnya gemetar dalam genggaman. Matanya sembab, pikirannya berkecamuk antara cemas memikirkan kondisi Melati dan amarah yang mendidih karena kenyataan yang baru saja ia dengar dari ibunya.

Dengan tangan yang gemetar, ia menekan nomor Arlan. Beberapa detik nada sambung terdengar sebelum suara dingin itu menjawab.

"Ada apa?" tanya Arlan datar.

"Mas," suara Hanum parau. "Kenapa kamu nonaktifkan asuransi kesehatan buat Melati? Kenapa kamu tega melakukan itu?"

Di seberang, terdengar helaan napas singkat. Lalu, dengan nada ringan seolah membicarakan hal sepele, Arlan menjawab, "Aku pikir itu sudah tidak perlu lagi. Toh, kamu juga tak pernah benar-benar berterima kasih soal itu."

Hanum terdiam, matanya mulai berkaca-kaca.

"Kalau kamu mau, aku bisa aktifkan lagi asuransinya," lanjut Arlan tenang.

Hanum menghela napas lega, sebelum suara suaminya kembali memaku tubuhnya.

"Dengan satu syarat. Kamu tidur lagi dengan Danial. Sekali lagi."

Hanum membeku.

"A... apa?"

"Jangan pura-pura kaget, Hanum. Kita pernah bicara soal ini. Kalau kamu tidur sekali lagi dengannya, ada kemungkinan kamu bisa hamil. Aku hanya ingin anak. Itu saja," ucap Arlan, tanpa perasaan. "Lagipula, kalau cuma sekali, peluangnya kecil. Tapi cukup untuk dicoba, kan?"

Butiran air mata langsung jatuh membasahi pipi Hanum. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat, menahan isak yang mendesak keluar.

"Mas,kamu suamiku," ucapnya lirih. "Bagaimana bisa kamu memperdagangkan tubuhku sendiri demi keinginanmu?"

Tak ada jawaban. Hanya sunyi dan dengingan mesin di lorong rumah sakit yang menemani luka di dadanya. Tangis Hanum pecah, pelan namun menghancurkan. Ia menunduk, memeluk lututnya sendiri, seolah itu satu-satunya tempat aman yang tersisa.

Ia tak percaya orang yang dulu bersumpah melindunginya kini justru menjadi orang pertama yang menusuknya paling dalam.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bayi Rahasia Adik Iparku    Situasi yang sama

    Bab 26.Langit sore berwarna kelabu saat mobil hitam Arlan memasuki gerbang rumah sakit jiwa di pinggiran kota. Pohon-pohon tua berdiri kaku, dan bangunan bergaya kolonial itu menyimpan aura muram yang menusuk. Suasana di dalam mobil begitu sunyi, hanya deru mesin dan napas berat Danial yang mengisi ruang.“Apa kita benar-benar harus ke sini?” tanya Danial, matanya tak lepas dari kaca jendela.Arlan tak menjawab. Ia hanya menatap lurus ke depan, hingga mobil berhenti dan seorang petugas rumah sakit menyambut mereka.Mereka berjalan melewati lorong panjang, dinding-dinding yang pudar dan aroma obat yang menyengat. Arlan berjalan tanpa ragu, seolah ia telah berkali-kali ke tempat itu. Danial, sebaliknya, makin pelan. Kakinya berat. Kepalanya dipenuhi kemungkinan terburuk.Mereka berhenti di depan sebuah ruangan yang dikunci. Seorang perawat membuka pintunya.Di dalam, duduklah seorang perempuan tua, rambut kusut, tubuh kurus seperti ranting, tapi mata itu…Danial terpaku. Mata itu adala

  • Bayi Rahasia Adik Iparku    Permainan Belum Selesai

    Bab 25.Di ruang rumah sakit yang dingin, tubuh Hanum terbaring lemah dengan tatapan kosong ke langit-langit. Seolah jiwanya ikut luruh bersama kehidupan kecil yang gagal bertahan di dalam rahimnya. Arlan berdiri di samping tempat tidur, diam dan kaku, dengan tangan mengepal. Tak ada air mata. Hanya tekanan yang membuncah, tanpa arah begitu pula Danial.Orang tua Arlan masuk ke dalam ruangan. Sang ibu memeluk Hanum dengan mata berkaca-kaca. “Tidak apa-apa, Nak,” bisiknya lembut. “Yang penting kamu masih bisa hamil. Masih ada waktu, masih ada harapan. Tuhan tahu kapan saat yang tepat.”Hanum mencoba tersenyum, tapi rasanya wajahnya tak mampu bergerak. Ucapan itu tulus, tapi justru mebuat dadanya makin sesak. Bagaimana bisa mereka melihat keguguran ini sebagai sekadar kegagalan teknis dalam ‘proyek’ memiliki cucu?Beberapa hari berlalu. Luka di tubuh Hanum mungkin membaik, tapi hatinya tidak. Ia mengurung diri di kamar, menangis dalam diam. Setiap sudut rumah terasa seperti sangkar, dan

  • Bayi Rahasia Adik Iparku    Insiden

    Bab 24.Mobil melaju menuruni jalanan perumahan elite yang sunyi, menembus kabut pagi yang mulai menipis. Di dalam kabin, Hanum duduk diam, pandangannya kosong menatap keluar jendela. Danial sesekali meliriknya, tapi memilih untuk tidak berkata apa-apa dulu. Beberapa menit kemudian, saat mobil sudah cukup jauh dari rumah keluarga Hutomo, Hanum akhirnya bersuara, nyaris berbisik:"Aku tidak pernah berpikir semuanya akan menjadi serumit ini."Danial tidak menjawab langsung. Ia menepikan mobil ke sisi jalan yang sepi, mematikan mesin, dan memutar badan menghadap Hanum.“Kau ingin pergi jauh dari semua ini?”Hanum menoleh padanya, matanya berkaca-kaca. “Aku ingin... tapi aku juga takut.”“Takut apa?”“Takut mereka menyakiti orangtuaku lagi. Takut Arlan akan mempergunakan apa pun untuk membuatku kembali. Dia punya kuasa. Dia punya uang. Dia punya... segalanya untuk memaksa.”Danial menggenggam tangannya. “Tapi dia tidak punya hatimu. Itu satu hal yang tidak bisa dia kendalikan.”Hanum ter

  • Bayi Rahasia Adik Iparku    Semakin Memanas

    Bab 23Pagi itu matahari seperti enggan terbit. Langit abu-abu menggantung rendah, seolah ikut menyimpan rahasia yang tak ingin dibuka. Suasana rumah keluarga Hutomo sunyi, tapi bukan sunyi yang damai. Sunyi yang menahan napas, seperti sebelum badai datang.Hanum terbangun di kamar tamu, dengan kepala berat dan mata sembab. Di sebelahnya, Danial masih duduk di kursi, tertidur dengan kepala bersandar ke dinding. Tapi semua ketenangan semu itu sirna saat pintu kamar terbuka keras.“Keluar.”Suara Arlan. Dingin, datar, tapi matanya merah. Entah karena marah, atau tidak tidur semalaman. Atau keduanya.Danial perlahan berdiri, tubuhnya masih lelah, tapi sorot matanya siaga.“Jangan bangunkan semua orang dengan dramamu,” ujarnya datar.Arlan tertawa pendek, getir. “Drama? Kau pikir aku tak tahu apa yang terjadi semalam?”Hanum berdiri pelan. “Kami tidak melakukan apa-apa. Aku hanya tidak kuat tidur di kamar itu.”“Bukan tempatnya yang salah, Hanum.” Arlan mendekat, menatap istrinya tajam.

  • Bayi Rahasia Adik Iparku    Aku Tidak Ingin Melibatkanmu Lagi

    Bab 22.Hari itu hujan turun Danial baru pulang dari kantor. Matanya berat, tubuhnya letih.Namun begitu membuka pintu, ia tahu ada yang salah.Tak ada sepatu Hanum di rak.Danial memanggil-manggil namanya, membuka kamar, memeriksa balkon, bahkan kamar mandi. Tidak ada jejak. Tidak ada catatan. Tidak ada pesan.Panik menyergap seperti gelombang dingin. Ia meraih ponsel, menekan nomor Hanum berkali-kali."Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif..."Lutut Danial hampir lemas. Dalam kepalanya terputar kemungkinan terburuk Hanum kabur, Hanum diseret paksa, atau... kembali ke tempat yang tidak seharusnya. Tak berpikir panjang, Danial langsung menyalakan mobil dan meluncur ke satu-satunya tempat yang ia pikir Hanum bisa tuju dengan sisa akal sehatnya rumah orangtuanya.“Kamu? Tumben kamu ke sini?" Ucap ibu Hanum menatap heran karena tidak biasanya Danial bertamu, "Kamu ke sini dengan Hanum?” tanyanya cepat.Danial terdiam, pernyataan wanita paruh baya itu langsung menegaskan jika Hanum sed

  • Bayi Rahasia Adik Iparku    Aku Ada Untukmu

    Bab 21.Sementara itu, di rumah Arlan, udara pagi tidak membawa ketenangan. Viona duduk di meja makan dengan mata panda dan secangkir kopi yang sudah dingin. Arlan belum tidur semalam, mengurung diri di kamar kerja. Setelah kepergian Hanum, sesuatu di dalam dirinya tak lagi tenang.Pintu dibuka dengan kasar. Arlan keluar dengan map di tangan.“Kau ingin aku ceraikan dia? Akan kulakukan. Tapi tidak sekarang.”Viona mendongak cepat. “Apa maksudmu?!”“Dia akan kugugat. Karena menyalahgunakan harta keluarga. Karena berselingkuh. Karena menghina martabat pernikahan.”“Arlan, hentikan. Ini tidak masuk akal.”“Terserah kamu ikut atau tidak. Tapi aku akan pastikan dia tidak menang.”Viona berdiri, bergetar. “Ini bukan soal menang atau kalah. Ini soal manusia. Kamu masih tega setelah semua yang kau lakukan padanya?”Arlan menatap Viona tajam, dingin. “Kalau dia bisa mencintai Danial setelah tidur dengannya hanya karena perintahku… maka aku tidak lagi merasa punya kewajiban jadi manusia baik.”

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status