Home / Romansa / Beautiful Mistake / 7. Berhenti Bersandiwara

Share

7. Berhenti Bersandiwara

Author: kania_mayy
last update Last Updated: 2021-07-18 19:14:54

Tid. did

Aku menghentikan langkahku saat sebuah mobil asing berhenti tepat di sampingku. Aku menunggu sejenak sampai si pemilik mobil menurunkan kaca mobilnya. Ia tersenyum sambil menatapku.

“Hai kau mau pulang, mau ku antar?” Tawarnya.

“Kau mencari Reynand?” Tanyaku sambil mengaduk hot chocolate di hadapanku.

Juna menggeleng lalu tersenyum. “Tidak, kebetulan saja aku lewat dan bertemu denganmu.” Ucapnya.

“Oh.”  Tanggapku singkat. 

Kami pun terdiam untuk beberapa saat. Juna terlihat meniup segelas kopi panas di tangannya dan perlahan ia meminumnya. 

“Bagaimana hubunganmu dengan Reynand, baik-baik saja kan?” Tanyanya sambil meletakan cangkirnya di atas meja. Ia pun tersenyum ramah sambil menatapku. “Aku sangat senang saat mendengar Rey tidak sendiri lagi.” Sambungnya antusias.

Aku terdiam mendengarnya, sesaat aku menatap ragu padanya. Sejujurnya aku tidak tega memberitahukan kebenaran yang mungkin akan membuatnya sedikit kecewa. Namun di sisi lain aku sudah tidak mau berbohong lagi.

“Hm.. Juna.” Panggilku pelan dan membuatnya menoleh menatapku. “Maafkan aku, ada hal yang harus kau tahu. Sebenarnya.. aku dan Rey-“

“Sedang apa kalian di sini?” Ucapanku terpotong saat tiba-tiba saja Reynand muncul dan berdiri tepat samping meja kami. Aku dan Juna sontak menoleh kaget tidak menyangka Reynand akan muncul di sini.

“Hai Rey, aku tadi tidak sengaja bertemu Renata saat di jalan. Kau jangan salah paham yah?“ Jelasnya dengan nada bergurau.

Reynand tidak menanggapinya, sesaat ia melirik ke arahku. Aku hanya mendelik sinis dan coba menghirukannya.

Reynand pun tiba-tiba menduduki kursi di sampingku. “Apa yang kalian bicarakan?” Tanyanya kemudian.

“Tidak, kami baru mau berbincang." jawab Juna cepat. "Oh ya Renata tadi apa yang ingin kau katakan. Ada apa denganmu dan Rey?” tanya Juna membuat Reynand menoleh tajam ke arahku. 

“Ada yang harus kau tahu juna.” Ucapku sambil melirik sinis pada Reynand.

“Kalian bertengkar?” tanya Juna bingung melihat suasana suram diantara aku dan Reynand. 

“Bukan, mana mungkin orang yang tidak punya hubungan bisa bertengkar.” Jawabku cepat lalu mengarahkan pandanganku ke arah Juna.

“Maksudnya?” Juna mengerutkan keningnya terlihat tidak mengerti.

“Sebenarnya sejak awal aku dan Reynand tidak pernah pa-“ Ucapankanku seketika terhenti. Aku tidak bisa melanjutkan ucapanku, mataku membulat sempurna saking terkejutnya. Aku tidak mengerti apa yang dipikirkan Reynand saat ini. Hingga ia nekat menutup mulutku dengan sebuah ciuman. 

“Hei, a-apa yang kalian lakukan?” Juna terlihat cukup kaget dan kikuk ia kebingungan coba mengalihkan pandangannya ke arah lain. 

Aku segera tersadar kemudian dengan cepat mendorong tubuh Reynand. Ia pun menjauh dan masih menatapku tajam. “Kau-“ Ucapku kesal. 

“Ini cara agar dia diam.” potong Reynand cepat lalu meraih tanganku dan memaksaku untuk bangkit.

“Apa yang sebenernya terjadi Rey?“ tanya Juna meminta penjelasan.

“Maaf tapi sepertinya aku harus pergi.” Ucapnya sambil menyeretku pergi dari sana. Reynand tidak memperdulikan Juna yang tengah menatap bingungan ke arah kami.

Sementara itu Reynand terus melangkah cepat tanpa memperdulikan aku yang berjalan setengah terseret olehnya. Aku menatap cengraman tangannya di lenganku. Aku pun coba berontak untuk melepaskan diri.

“LEPAS?” teriakku untuk kesekian kalinya.

Reynand terlihat tidak ada niatan untuk melepasnya. Aku merasakan lenganku malah terasa makin pedih karena saat aku coba menariknya maka  Reynand akan semakin menguatkan cengramannya.

“Tolong lepaskan aku.. “ Pintaku lirih karena merasakan kesakitan.

Mendengar hal  Reynand seketika menghentikan langkahnya. Ia berbalik menatapku, cengkraman di lenganku pun mulai melonggar dan disaat itu aku segera menarik lengaku lalu mundur menjauh. Aku meringis sambil mengelus lenganku yang kini terdapat bekas cengkraman kemerahan.

Reynand hanya terdiam mematung dan itu membuatku semakin kesal. Perasaanku terasa campur aduk melihat tingkahnya. “Kau- sudah puaskah kau mempermainkanku!” Bentakku pada akhirnya.

Dia terdiam tanpa niat berucap sepatah kata pun. “Kenapa kau begitu senang bersandiwara?” Tanyaku lagi dengan nada sedikit bergetar. Mataku mulai terasa panas, jujur saat ini aku coba untuk menahan tangisku. Aku begitu emosi karenanya namun lagi-lagi Reynand hanya terdiam menatap dingin ke padaku.

“Kau mungkin menikmati peranmu. Tapi tidak denganku Rey?” Ucapku dengan nada meninggi. Ia terlihat terkejut sorot matanya pun meneduh. “Aku harap ini yang terakhir. Aku mohon berhenti melibatku dengan ini.“ Pintaku sungguh-sungguh karena sudah merasa lelah dengan keadaan.

Aku pun segera membalikan badan dan hendak pergi namun Reynand menahan lenganku. “Tidak, maafkan aku Renata.” Ucapnya pelan. Aku pun menoleh padanya. Ia melepaskan tanganku lagi saat melihat setetes air mata mengalir perlahan di pipiku.

“Maaf untuk apa?” Tanyaku sambil menghapus kasar air mataku.

“Maafkan untuk semuanya. Terutama tadi saat aku terpaksa men-“

PLAK

Sebuah tampar melesat cepat di pipi kanan Reynand. Aku sungguh tidak bisa menahan diri lagi. Aku menatap penuh amarah padanya. Reynand hanya terdiam sambil memegang pipinya yang memerah. 

“Itu sakit kan Rey.” Tanyaku dengan nada mencibir. Reynand hanya mentapku tanpa menjawab. “Semoga tamparan itu bisa menyadarkanmu. Tak selamanya kau bisa menghidari kenyataan. Karena pada akhirnya kau harus menghadapinya juga?” Jelasku kesal lalu melangkah pergi dari sana.

“Tapi kau tidak pernah merasakan di posisiku.” ucap Reynand membuatku menghentikan langkahku.

“Pernah, pernah Rey karena di hidup ini bukan kau saja yang punya masalah.” Ucapku lalu benar-benar pergi dari sana.

Malam harinya sepulang bekerja aku berdiri di luar café menunggu Arnand untuk menjemputku pulang. Namun tak berselang lama ponselku bergetar, ternyata itu telpon masuk dari Arnand.

“Hallo kau di mana?“ Ucapku lemas saat menjawab panggilannya.

“Di rumah, kenapa?“

“Kenapa katamu, kau tidak menjemputku?“ Ucapku kesal karena mendengar jawaban tenangnya.

“Hari ini aku harus packing Renata, kau tahu kan besok aku harus pergi.” Jawabnya dan aku baru mengingatnya.

“Lalu, bagaimana caranya aku pulang?“

Tut.

Arnand tiba-tiba mengakhiri pembicaraan, aku kebingungan terdiam menatap ponselku. Aku pun coba kembali menelpon Arnand tapi ia tak kunjung menjawabnya. Aku melihat jam. Walaupun pesimis aku akan coba menuju halte bus. Dan benar saja, saat hampir sampai aku melihat bus terakhir telah melaju pergi. Aku pun bergegas mengejarnya.

“TUNGGU.." Teriakku. Namun bus itu terlanjur menjauh. Aku pun sampai di halte dan coba mengatur nafasku. Aku terduduk di kursi halte sambil memperhatikan sekitarku yang mulai sepi.

Aku termenung menatap gelapnya langit malam. Hari ini sungguh sangat luar biasa. Bertemu Juna, bertengkar dengan Reynand dan bus terakhir untukku pulang pun sudah pergi. Lalu sekarang aku harus bagaimana. Rasanya aku ingin menangis karena kesal dan bingung.

Kenapa hari ini terasa begitu berat. Aku pun hanya menunduk lemas. Hingga tak berapa lama aku merasakan seseorang berdiri di hadapanku. Aku mendongak kaget mendapati Arnand di sana. “Ayo pulang?” Ucapnya sambil mendaratkan sebuah helm di kepalaku.

Aku terdiam sejenak lalu entah mengapa air mataku mulai mengalir deras. Aku pun menangis karena tidak menyangka Arnand akan muncul di situasi seperti ini. Melihat hal itu Arnand terlihat sangat kebingungan.

"Hei-hei kenapa menangis, ayo aku akan mengantarmu pulang Renata?" Ucapnya panik.

“Ya, terima kasih Arnand.” Jawabku sambil mencoba menghentikan air mataku yang makin terurai deras.

Mungkin Arnand mengira aku menangis karena tidak bisa pulang. Namun sebenarnya aku hanya merasa lelah dengan semua yang terjadi hari ini. Dan kini dia datang sebagai penyelamat di hariku yang buruk.

.

“Kau baik-baik saja kan?“ Tanyanya  saat merasa aku terdiam saja sepanjang perjalanan. 

“Iya.” Jawabku pelan.

“Kenapa kau begitu sedih saat kucing di café itu mati?” tanya Arnand heran.

“Karena aku sudah merawatnya.” Jawabku berbohong. Aku beralasan bahwa aku menangis seperti tadi karena kucing liar di café tempatku bekerja mati.

“Oh ya Renata, di mana kekasihmu. Ku kira dia yang menjemputmu?“

“Tidak ada. “ Jawabku cepat.

“Apa?” tanya Arnand coba meminta penjelasan dariku.

Terlintas di pikiranku untuk berkata jujur pada Arnand. Namun melihat situasi saat ini sepertinya ini bukan saat yang tepat. Arnand akan pergi dan dia harus fokus. Tak seharusnya aku membebaninya dengan masalahku. “Dia di rumahnya. Dia sedang kurang enak badan.” Jelasku pada akhirnya. 

“Oh begitu.“

“Ya.“

“Kekasihmu junior di jurusanku kan, siapa namanya aku lupa?“

“Ya, Reynand.”

“Hm.. Sepertinya aku pernah mendengarnya."

“Hm..”

.

 Semenjak pertengkaran hari itu aku sudah tidak pernah bertemu dengan Reynand lagi saat di kampus. Sedikit aneh namun aku merasa sedikit tenang. Akhirnya aku menjalani hidupku seperti biasanya.

Namun siang itu sedikit berbeda. Saat itu aku sedang kurang enak badan. Aku pun berjalan dengan sedikit lemas. Tanpa diduga tepat di depanku terdengar beberapa mahasiswa yang tengah berbincang sambil berjalan berdekat.

“Nanti malam kita berkumpul di rumah Dean?” Ucap salah satunya.

“Baiklah.”

Aku segera menengakkan wajahku mendengar sepatah kata yang di ucapkan pria yang tidak lain adalah Reynand. Tanpa sadar aku memperlambat langkahku dan meliriknya.

Namun tanpa diduga ternyata dia juga sedang menatap ke arahku. 

1 detik

2 detik

3 detik

“Ada apa dengannya?” gumamku dalam hati sambil segera mengalihkan pandanganku. Aku berusaha berjalan normal tanpa menghiraukannya. Dan hal aneh pun terjadi. Saat berpapasan dengan mereka. Terdengar seseorang yang menyapaku.

“Hai..!” Ternyata sapaan itu berasal dari salah satu temannya Reynand. Aku tidak merasa mengenalnya namun aku tetap tersenyum untuk menanggapinya. Aku beralih pada Reynand yang sedari tadi menatapku. Aku tidak mengerti arti tatapannya itu.

“Em- sepertinya ponselmu berdering.” Ucap pria yang menyapaku tadi. 

“Ah.” Aku tersadar dan segera merogoh tasku untuk mencari ponsel.  “Arnand.” Ucapku pelan sambil menatap layar ponselku. Reynand dan yang lainnya kini malah menatap semua ke arahku.

“Ya, kenapa Arnand..” ucapku menjawab panggilan tersebut sambil melangkah melanjutkan perjalananku. Tak lupa aku memangut dan tersenyum untuk berpamit sopan pada Reynand dan teman-temannya.

“Aku baru ingat aku sudah ada janji untuk nanti malam.” ucap Reynand yang masih terdengar olehku.

“Ya sudah tidak apa-apa masih bisa lain waktu.”

“Ok.”

.

“Renata..?” panggil Arnand.

“Ya Arnand. Ada apa?” Ucapku kembali focus karena sudah berjalan menjauh.

“Maaf aku baru sempat memberi kabar. Aku sudah sampai dengan selamat.”

“Oh. Syukurlah.” jawab Renata pelan.

“Kau kenapa, suaramu terdengar lemas?” Tanyanya khawatir.

“Tidak, aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah.”

“Hm.. apa kau tidur cukup?”

“Ya.”

“Bagaimana makanmu?”

“Tidak ada masalah.”

“Hm.. sepertinya bukan tubuhmu yang bermasalah?”

“Maksudmu?"

“Hatimu. Bagaimana hubunganmu dengan kekasihmu itu, ku dengar dia bukan pria yang ramah?”

“Hm itu, Arnand sebenarnya-“

“Ada apa, apa dia memperlakukanmu tidak baik. Haruskan aku memberinya pelajaran?” Tebaknya membuat sedikit kaget.

“Ah tidak-tidak, kami baik-baik saja Arnand.” Ucapku pada akhirnya.

“Oh.. syukurlah. Ku harap dia bisa menjagamu seperti janjinya.”

“Maksudnya menjaga.”

“Maaf nata. Aku harus pergi, nanti ku telpon lagi, bye.”

Tut.

Aku masih terdiam menatap layar ponselku yang redup. Aku mencoba mencerna kata-kata Arnand. Namun tiba-tiba sebuah pesan singkat muncul di layar ponselku.

LINE

GIO:  Kau tidak lupa kan, hari ini masuk lebih awal. 

13.03

Aku menepuk jidatku. Hampir saja aku melupakannya. Hari ini adalah acara universary cafe tempatku bekerja. Dan aku diminta datang lebih awal. Dengan cepat aku pun mempercepat langkahku untuk pulang. 

.

Malam harinya.

Suasana di cafe kali ini sungguh sangat ramai. Selain karena ada acara khusus hal ini terjadi karena ada promo-promo menarik yang membuat para pengunjung rela mengantri untuk datang kemari.

“Nata antar ini?” teriak Yoland menyimpan nampan di atas meja kasir Renata.

“Tapi aku sedang melayani pelanggan.” Sanggahku cepat. Aku masih trauma dengan tenguran Mr. Liem tempo lalu.

“Kalian kan berdua, kau tidak lihat kita kekurangan orang.” Bentaknya.

“Tak apa kau bantu saja, kasir biar aku sendiri yang tangani.” ucap Dania.

“Baiklah kak.” jawab Renata berlalu mengambil pesanan dan segera mengantarkan kepada para pelanggan.

Renata sangat takut Mr. Liem menegurnya namun sepertinya pengecualian untuk kali ini. Karena saat ia berbalik ia melihat Ownernya itu ikut turun tangan untuk membantu melayani para pelanggan yang datang.

Beberapa saat kemudian.

Suasana café mulai sepi, para karyawan terlihat sibuk menyelesaikan pekerjaan. Sedangkan Renata terlihat sibuk menghitung dan membuat laporan penjualan dengan Dania.

“Ok, sepertinya uang dan laporannya sesuai kan kak.” ucap Renata tersenyum lega.

“Ya, kalau begitu aku akan ke ruangan Mr. Liem untuk laporan.”

"Ya. Ah- akhirnya bisa pulang.” ucap Renata sambil mengeliatkan badannya yang pegal.

“Eh ya, kalau tidak salah kita tidak bisa langsung pulang karena akan ada briefing!” tanggap Dania lalu ia pun berlalu.

“Hah.” Renata terdiam sambil menatap jam di dinding dengan khawatir.

.

 “Jadi terima kasih atas kerja keras hari ini. Sebagai hadiah untuk setiap karyawan akan mendapatkan bonus di akhir bulan.” Ucap Mr. Liem mengakhiri pidato.

Seketika para karyawan bersorak senang mendengar pengumuman tersebut. Namun berbeda dengan Renata, ia terlihat gusar. Sedari tadi ia terlihat sibuk melirik jam di tangannya.

“Sudah jam segini, apa masih sempat?” Gumamnya sambil bergegas berjalan menuju ruang ganti.

Dan akhirnya tepat pukul 10.30 malam Renata dan karyawan lainnya pun terlihat keluar dari café. Renata terlihat berjalan lemas sambil menenteng tasnya.

“Dah nata.” ucap Dania yang pamit pulang karena telat di jemput.

“Dah kak, hati-hati di jalan.” jawab Renata tersenyum getir. 

Renata terdiam di pinggir jalan sambil melihat suasana yang mulai sepi. Ia masih bingung mencari cara untuk pulang. Ia menoleh Mr. Liem yang mulai mengunci cafe. “Aku gila, kalau aku berpikiran akan menginap di cafe.” Gumamnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Kau tidak pulang?” Renata menoleh kaget mendapati Gio sudah berada di depannya.

“Ah- aku..” Jawabku menggantung ucapanku.

“Kau tidak di jemput akhir-akhir, kemana dia?”

“Dia siapa maksudmu?”

“Si vespa yang selalu setia menjemputmu itu. Apa kalian sudah putus?” Sindirnya tersenyum miring.

“Arnand maksudmu, dia sahabatku.” Jawabku.

“Hanya sahabat. Aku kira karena dia kau selalu menolak ajakanku untuk mengantarmu pulang.”

“Arnand sudah seperti kakakku, makanya dia selalu menjemputku.”

“Berarti kau tidak memiliki kekasih?” tanyanya.

“Tidak.”

“Oh baguslah kalau tidak ada. Kali ini biar aku saja yang mengantarmu.” Ucapnya sambil tersenyum senang.

 “Ah tidak usah, aku akan memesan taxi saja.” tolak Renata cepat-cepat mengambil ponselnya. Namun dengan cepat Gio merebut ponsel Renata.

“Tidak usah, aku akan mengantarmu sampai rumah dengan selamat.” Ucapnya lalu meraih tangan Renata.

“Sebentar Gio..” ucap Renata terputus. Ia dan Gio seketika menoleh karena ada sesuatu yang menahan Renata di sana.

“Kau siapa, apa yang kau lakukan?” tanya Gio sambil menatap tajam pada seorang pria asing yang kini memegang lengan Renata dan menahannya.

“Kau yang siapa, lepaskan tanganmu?” Jawab pria tersebut dengan nada memerintah.

“Ku tanya sekali lagi kau siapa?” tanya Gio mendengus kesal.

“Aku kekasihnya. Jadi lepaskan.” Jawabnya cepat sambil menepis paksa tangan Gio agar terlepas dari tangan Renata. Dan setelah itu ia terlihat sedikit menyeret Renata memasuki mobilnya.

“Hei, tunggu.. “ Renata terlihat sedikit terkejut, namun begitu pun dengan Gio yang hanya bisa terdiam melihat Renata dan pria tersebut memasuki sebuah mobil kemudian berlalu pergi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Beautiful Mistake    16. Rindu

    Pagi itu renata sengaja bangun lebih pagi dari biasanya. Ia terlihat mengambil beberapa bahan di kulkas dan mulai memasak. Sesuai janjinya ia ingin membuat sarapan untuk reynand. Selesai memasak renata pun bergegas mandi dan bersiap ke kampus. Ia memilih pergi menggunakan bus karena tahu reynand tidak bisa menjemputnya hari ini. Sesampai di kampus renata pun coba menghubungi reynand. tut..tut.. “Hallo..” “Rey kau di mana?” “Di aula, kalau kau ingin bertemu reynand ke sini saja.” Jelasnya. “Ah, baiklah kak.” Tut. Renata masih memandangi ponselnya, entah siapa tadi yang berbicara dengannya. Yang pasti ia tahu keberadaan reynand sekarang. Tanpa berlama-lama renata pun segera menuju ke aula kampus. Sesampai di sana renata melihat banyak orang yang berlalu lalang di sana. Dengan segera ia mencari keberadaan reynand. Ia berlari kecil mendekati kerumunan orang dan coba menyelinap. “Rey..” Panggilnya pelan. Reynand berbalik sedikit terkejut dengan kehadiran renata di sana namun sesa

  • Beautiful Mistake    15. Kejelasan

    Sepanjang perjalanan reynand tidak berkata sedik pun. Wajahnya masih saja datar bahkan berkali-kali aku terang-terangan menatapnya. Namun ia seperti sengaja menghiraukanku. “Kau marah?” Tanyaku ragu. Reynand terdiam dan tidak menjawab aku yakin dia pasti marah. Bukankah baru saja aku berjanji tidak akan pergi dengan pria lain selainnya. “aku sungguh tidak tahu kalo gio akan menjemputku.” Sambungku menjelaskan. “Sudahlah, aku sedang menyetir.” Jawabnya cepat. Tak berapa lama mobil pun berhenti tepat di depan cafe tempatku bekerja.“Aku akan menjemputmu jam 10.” Ucapnya dingin tanpa menatapku. Aku terdiam sejenak memutar otak untuk mencari cara agar reynand tidak marah padaku. Entah dari mana datangnya tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalaku. Aku melirik reynand sesaat. Walaupun ragu aku akan coba melakukannya. Aku membuka seltbetku dan coba mengumpulkan keberanian. Aku mendekati reynand dan menutup mataku lalu.. Cup “Maafkan aku rey..” Ucapku membuka mata setelah memberi sebuah k

  • Beautiful Mistake    14. Kesempatan Kedua

    Tok. Tok. Tok. “Ya sebentar !” ucap Renata saat mendengar seseorang mengetuk pintu rumahnya. Ia berjalan dan segera membukanya. “rey..” Ucapnya lemah sedikit kecewa berbarengan dengan senyumannya yang memudar. “Kenapa, sepertinya kau tidak suka dengan kedatanganku?” tanya Gio malah tersenyum manis pada renata. “Bukan, hanya saja..” Renata menggantung ucapannya saat merasa ponsel yang di pegangnya bergetar. Ia melihat sebuah pesan dari reynand muncul di sana. Reynand: Aku masih di rumah sakit sekarang, sepertinya tidak bisa menjemputmu. Maaf. 8.30 “Kenapa, apa terjadi sesuatu?” tanya Gio bingung melihat renata masih menatap ponselnya. “Tidak. Hm.. ada apa pagi-pagi kau ke rumahku?” “Kau lupa percakapan kita kemarin malam.” ucap Gio balik bertanya. “Apa?” tanya Renata benar-benar lupa. Gio terdiam sejenak lalu ia melirik jam dinding di belakang Renata. Ini hampir jam setengah delapan dan ia tahu Renata kuliah pagi ini. “Sudah-sudah kita bahas nanti saja, kau m

  • Beautiful Mistake    13. Tak'an Rela

    Seminggu terakhir ini aku cukup sibuk karena harus bulak-balik untuk mengurus jessi di rumah sakit dan juga mengurusi urusan di kampus yang menguras waktu dan tenagaku. Aku berencana ingin beristirahat malam ini. Aku baru saja mendudukan diri di tepi ranjang sambil mengisi batrai ponselku yang mati sejak siang tadi. Tak lama beberapa pesan berderetan muncul memenuhi layar ponselku. Aku pun mulai mengeceknya dan menyingkirkan pesan yang menurutku tidak begitu penting. Tanganku terhenti nama renata muncul dengan sebuah pesan yang membuat perasaanku tidak enak. Aku pun dengan cepat membuka dan membacanya. Renata : Rey, maaf lebih baik kita akhiri saja hubungan ini. Terima kasih untuk semuanya.18.12 Aku sungguh terkejut membaca pesan tersebut. Aku tahu hubunganku dengannya sedang rumit, tapi aku tidak menyangka ia bisa semudah itu ingin mengakhiri semuanya. Aku akui aku yang salah karena memiliki ego yang terlalu tinggi. Tapi itu bukan berarti aku tidak peduli dengan hubungan ini.

  • Beautiful Mistake    12. PUTUS

    Renata terlihat sudah berada di café tempatnya bekerja. Ia kini terlihat tengah berada di depan meja kasir sambil memperhatikan orang-orang di sekitarnya. Sejenak ia termenung dan teringat dengan sikap reynand yang membuatnya sedih. Apalagi hari ini reynand seperti sengaja tidak ingin menemuinya. “Ah..” pekiknya saat merasa nyeri di bagian ulu hatinya. Renata seharusnya tidak melewatkan jadwal makannya, ia memiliki maag akut. Dan itu bisa memicu penyakitnya kambuh. “Nata..” panggil Gio tiba-tiba muncul di depan meja kasir. “Ya.” Renata menjawab sedikit meringis. “Kau baik-baik saja?” Tanyanya sedikit khawatir melihat wajah renata yang sedikit pucat. “Aku.. baik, ada apa gio?” jawab Renata mencoba menyembunyikan rasa sakitnya dengan tersenyum. “Hmm.. bisakah kau membantuku sebentar, Mr. Liem menyuruhmu mengecek stock sayur dan bumbu!” Jelasnya dan renata pun mengangguk. “Hani, aku harus ke gudang. tidak apakan kalau kau jaga kasir sendirian?” tanya Renata pada gadis yang tenga

  • Beautiful Mistake    11. Hanya Cinta Sendiri

    Aku segera berlari keluar dari mobil saat melihat sebuah ambulance terparkir di depan rumah jessi dan juna. Di saat bersamaan aku melihat jessi di tandu untuk memasuki ambulance. “Apa yang terjadi.” Tanyaku melihat jessi yang menangis kesakitan sambil memegangi perutnya. "Sepertinya terjatuh di kamar mandi dan saat ini kondisinya sedang hamil. Jadi kami harus segera membawanya ke rumah sakit. “ Jelas salah satu paramedis. “Rey.” Panggil jessi sambil meraih tangan reynand. “Jangan takut, semua akan baik-baik saja.” ucap Reynard sambil mengelus kepala jessi menenangkan. Dan tak lama jessi pun di masukkan ke dalam ambulance. Reynand memasuki mobilnya untuk segera mengikuti jessi menuju rumah sakit. Sepanjang jalan reynand coba menghubunginya juna karena tadi tidak melihatnya di tempat kejadian. Entah sudah berapa kali namun juna tidak juga menjawab panggilannya... Reynand

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status