Share

6. Rayuan untuk Selingkuh

Entah kenapa pagi ini terasa berbeda saat Can datang ke perusahaan. Kemudian, pria itu disambut manis oleh Emine yang berdiri di depan meja kerjanya, menyapa Can yang membalas singkat dan segera masuk ke ruangan.

Sebenarnya perasaan pria itu semakin tidak keruan hanya dalam satu malam. Bersikap normal dan menganggap semuanya menjadi hal lalu sangat sulit bagi pria itu.

Bahkan, pekerjaan yang ia selesaikan dan interaksi Akira padanya cukup mengabur. Pikiran pria keturunan Turki itu dipenuhi oleh satu nama; Emine.

“Selamat pagi Tuan Sener.”

Can mendongak.

Belum sampai satu menit ia duduk di kursi kebesaran, lalu mengingat dan memahami perasaan yang menyusup aneh. Perempuan yang memenuhi pikirannya masuk dengan senyum manis, membawa satu bekal, sesuai keinginannya.

Emine meletakkan tas yang sudah terisi bekal sarapan pagi bersama peralatannya. “Aku sudah membuatkan sarapan pagi untukmu, Can.”

Manik coklat itu bersitatap cukup lama dengan Emine.

Ia merasa tidak asing dengan senyum dan tatapan teduh Emine pagi ini. Bahkan, perempuan yang terlihat lebih nakal di atas ranjang, tidak terlihat.

Emine menjadi perempuan lugu dan sangat sopan di balik hubungan mereka yang melewati batas malam itu.

“Apa boleh aku menyusunnya sekarang?” tanyanya pelan, masih berdiri di seberang Can.

Can menelan saliva, lalu mengangguk samar.

Emine tersenyum kecil. Ia segera beralih ke sisi kursi Can, membuka dan meletakkan satu per satu bekal yang sudah disiapkannya. Can melihat jemari tangan itu bekerja, lalu Emine pergi keluar dan kembali dengan segelas minum. “Kau bisa menikmati makananmu dan aku akan kembali untuk memberikan beberapa berkas yang harus kau tandatangani,” jelas Emine dan berniat berlalu.

Namun, langkahnya terhenti dan manik hazel itu melirik pergelangan tangan yang digenggam Can. “Ada apa?”

“Apa kau memiliki saudari kembar?”

“Apa?”

Emine mengernyit bingung.

Can jauh lebih bingung dengan sikap Emine yang tidak biasa. Pertemuan awal, perempuan itu sangat berani dan tidak takut jika ia dipecat karena satu kecupan di bibir Can. Bahkan, perempuan itu menantangnya untuk tidur kembali, sekalipun Emine sudah kehilangan keperawanan.

Ia masih tidak mengerti dengan perkenalan singkat bersama Emine.

“Ya. Apa kau memiliki saudari kembar? Aku sedang mendapati satu kebingungan, mengenai perubahan sikapmu dari nakal menjadi manis dan lembut seperti ini.” suara penuh tanya itu sangat jelas tertangkap indera pendengaran Emine.

Emine nyaris tidak berkedip.

Beberapa detik ia terdiam sampai rona merah dan senyum kecil tidak dapat ia tahan untuk terulas. “Aku memang perempuan manis dan lembut.”

“Mungkin, kesan pertemuan pertama kita adalah sikap andal tersembunyi yang aku punya secara tidak sadar.”

Can mengernyit.

Emine melepas pelan cekalan tangan Can, lalu menatap pria itu dengan senyum penuh arti, melipat kedua tangan di dada. “Emine yang kau lihat hari ini adalah Emine yang sebenarnya.”

“Dia terlihat nakal karena ingin dekat dan merasakan kehangatan seorang pria tampan dan dewasa, bernama Yavuz Can Sener. Dia mengubah sifatnya agar dengan mudah mendapatkan apa yang diimpikannya.”

“Kau ... aku ... aku tidak habis pikir.”

Emine tertawa kecil saat Can menyandarkan tubuhnya di kursi, lalu memijat pelipis. “Aku baru mengenalmu belum sampai satu bulan, Emine. Tapi kau sangat mudah membuatku merasa bingung, lalu menjawab semua hal yang kurasakan terdengar mudah.”

“Sikap dan perasaanmu berbanding terbalik dengan apa yang kurasakan hingga hari ini.”

“Seharusnya posisi kita sebaliknya. Kau yang gelisah, merasa sedih, kecewa dan aku yang bisa tenang layaknya pria berengsek yang terbiasa dekat dan meniduri perempuan,” jelas Can, membuat Emine menipiskan bibir.

Can merasakan kepalanya benar-benar berdenyut.

“Kau ingin mengetahui tentangku lebih jauh, Sayang?”

Pria itu mendongak, melihat Emine menumpukan satu tangan di atas meja. Kemudian, tangan satu lagi bersandar di tangan kursi milik Can.

Tubuh Emine sedikit menunduk, mensejajarkan tatapan keduanya. Sejenak, ia tenggelam pada sorot manik coklat yang dulu memancarkan sesuatu yang dapat mendebarkan jantung Emine.

Emine tidak mendapatkan Can membalas ucapannya. Tapi sorot manik coklat itu menyiratkan tanda tanya lebih banyak mengenai Emine.

Seulas senyum tipis itu membuat Can terpaku. Ia seperti tidak asing melihat senyum manis Emine dalam jarak dekat. “Mulailah mencurahkan perhatianmu untukku, Can.”

“Tatap aku sebagai perempuan spesial di matamu. Anggap aku sebagai perempuan terdekat yang kau butuhkan, sekalipun itu harus dilabeli dan disebut sebagai perempuan simpanan. Aku tidak mempermasalahkannya.”

Napas Can tercekat dengan penuturan Emine.

Namun, sorot mata itu tidak sedang bercanda. Emine meminta Can melabeli apa pun Emine, tapi perempuan itu meminta Can selalu berakhir membutuhkannya.

“Aku mengagumimu sejak awal, Can. Kita sudah menikmati satu malam panjang bersama dan aku semakin terpikat dengan dirimu,” jelas Emine.

“Jadi, kenalilah diriku lebih jauh dengan menjadikanku sebagai perempuan yang kau butuhkan dan jangan terus berpikir mengenai perasaan istrimu.”

“Karena aku tidak akan melakukan kesalahan dengan menjelaskan hubungan kita padanya.”

Jantung Can berdegup kuat saat kecupan manis singgah di sudut bibirnya. Ia terpaku, melihat Emine menjauhkan tubuhnya dan kembali menegak. Emine tersenyum kecil, lalu berjalan keluar ruangan meninggalkan Can.

Apa yang diucapkan Emine. Satu per satu kembali pria itu pikirkan dan pahami. Selalu ada penekanan di mana Emine bukanlah perempuan licik yang akan memanfaatkan kekayaan seorang pria ataupun suami orang.

Hanya satu permintaan yang ditekankan Emine.

Can tidak perlu mempertahankan benteng kokoh untuk sekadar menatap Emine dan menuntaskan keinginannya, jika pria itu membutuhkan sesuatu atau ingin merasakan apa pun dari kedekatannya bersama Emine.

**

Di luar ruangan.

Emine terdiam di depan pintu kerja Can.

Ia tersenyum getir, memegang bagian jantungnya yang selalu berdebar jika berada di dekat Can.

“Aku tetaplah Ayse-mu, Can. Aku perempuan yang dulu terlihat lugu dan polos di matamu. Kau yang mengajariku tentang banyak hal, termasuk bagaimana kau memantik hasratku dan membuatku berakhir selalu ingin terlihat sebagai perempuan dewasa.”

Ia ingin mengungkapkan kerinduan, lalu menanggalkan semua sikap dan sandiwara yang ia bangun untuk dirinya sendiri di depan Can. Emine ingin kembali pada titik di mana ia bisa merayu, menjahili Can dan begitupula sebaliknya.

Momen manis jauh lebih ia rindukan.

Ia bahagia saat Can begitu peka di dua tahun sebelumnya. Pria itu memulai kemesraan. Pria itu juga yang selalu memantik hasrat muda Emine.

Kedua tangan Emine terkepal kuat.

Ia tidak bisa terlalu larut dalam kelemahannya lagi. “Aku tidak bisa terus bersedih. Can sudah ada di dekatku dan aku harus melakukan apa yang Susan dan Fuat katakan,” tekan Emine, menarik napas dan mengembuskan pelan.

Emosi perempuan itu harus stabil.

Ia berjalan ke meja kerja, lalu membuka ponsel dan tersenyum miring, berhasil mengambil foto dirinya bersama Can ketika pria itu terlelap.

Emine akan menyimpan dan menjadikan beberapa foto sebagai bumerang; menyakiti perasaan Akira.

**

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status