Dulu Jhonny orang yang realistis, ia tak percaya pada hal-hal tabu, semisal mitos atau cinta. Baginya membangun sebuah keluarga pun tidak perlu ada yang dinamakan cinta, hanya dibutuhkan pria dan wanita lalu melakukan hubungan biologis dan mendapat anak. Tada, jadilah keluarga kecil. Tapi anggapan itu patah seketika saat dia bertemu Jessica sebelas tahun lalu. Gadis cantik yang seolah berbeda dari dunianya, gadis yang seolah tak bisa ia gapai dan selalu jauh dari jangkauannya. Jhonny yakin Alan selalu mengatainya aneh karena sikapnya yang tak acuh pada sekitar, namun bila dibandingkan dengan Jessica, sepertinya Jhonny merasa dirinya sedikit lebih normal dan tidak memiliki keanehan.
Jessica berhasil menjungkir balikan hidupnya seolah melakukannya seperti membalikan telapak tangan. Ya, semudah itu. Tapi setelahnya gadis itu pergi dan lagi-lagi berhasil menjungkirbalikan hidupnya, menghancurkan hatinya hingga
Maaf sebelumnya kalau saya jarang atau terlambat untuk meng-update cerita ini. Ada kesibukan yang cukup menyita waktu saya, tapi kedepannya akan saya usahakan untuk terus konsisten. Terima kasih sudah mau membaca dan menunggu cerita Tuan dan Nyonya Jhonnsy. Mungkin jika berkenan bisa memberi komentar untuk masukan juga rating agar saya bisa memperbaiki performa saya kedepannya. Sekali lagi terima kasih,
Mungkin melamun memang akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaannya, terlalu banyak memikirkan masalah rumah tangga membuat Jhonny menjadi orang linglung. Bahkan saat melihat orang di depannya saat ini, bukannya antusias seperti Alan, reaksi pertama yang ditunjukkan sang polisi hanya mengernyitkan dahi bingung. Memikirkan jika dia terlalu banyak berhalusinasi hingga tanpa sadar alam bawah sadarnya seolah membayangkan ada sang istri di sana membuat Jhonny tersenyum miris pada dirinya sendiri, sebesar itukah keinginannya mengharapkan kehadiran istrinya. Namun bertepatan dengan bayangan imajinasi sosok Jessica yang semakin mendekat dan tiba-tiba mendekap dan mengecup pipinya, Jhonny terkesiap sesaat menyadari jika apa yang dialaminya terasa nyata. “Kamu di sini?” tanya lelaki tersebut masih dengan kebingungannya. “Iya, aku di sini. Kenapa?” tanya Jessica balik yang ikut kebingungan dan mengurai pelukan mereka. “Aku nggak boleh masuk ya? Aku datang nggak pakai undangan, cu
Tidak benar, dua kata itu yang mewakili suasana dalam sebuah mobil yang melaju tenang di jalanan. Bukan karena kecepatannya yang berada di bawah rata-rata, atau karena salah satu ban mengalami kebocoran, melainkan kepada suasana di dalam mobil yang terkesan dingin tanpa adanya suara. Sesekali sang wanita yang duduk di kursi penumpang akan menoleh, memastikan suaminya yang duduk dibalik kemudi baik-baik saja. Sekilas mungkin akan terlihat tidak ada yang aneh dari gesturnya yang hanya fokus pada jalanan, hanya saja dibalik raut wajahnya yang damai -atau mungkin hanya berusaha untuk mencoba tenang- dia tahu jika lelaki di sampingnya tidak tengah baik-baik saja. Nyatanya apa yang nampak dari luar belum tentu sama dari dalam. Lima belas menit berlalu, waktu perjalanan pulang yang mereka habiskan, selama itu pula tidak ada pembicaraan yang berlangsung. Seolah sadar buka suara walau hanya satu kata bisa berpotensi menyakiti satu sama lain, bungkam seolah menjadi solusi terbaik yang ada. Nam
Pernikahan itu tidak terus berputar tentang kebahagiaan, akan ada saatnya untuk pasangan saling bertengkar. Pertengkaran dalam rumah tangga sendiri akan berakhir pada dua kemungkinan, di mana kemungkinan pertama pasangan akan menemukan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi dan akan semakin menguatkan fondasi keutuhan pernikahan atau malah berakhir pada kemungkinan kedua yaitu dengan perpisahan. Memikirkan dua kemungkinan tersebut tentang akhir rumah tangganya membuat sang polisi harus berkali-kali meloloskan napas kecewa. Apa masih ada kata maaf yang tersisa untuknya dari Jessica, setelah dengan teganya dia menuduh istrinya itu berselingkuh. Apa masih ada kesempatan kedua untuknya memperbaiki semua dan memulai kembali dengan cara yang benar. Satu kilometer sudah dilewati -namun sepanjang kakinya berjalan mengikuti Jessica dari belakang dengan jarak lima puluh meter di belakang- selama itu pula kepalanya tidak bisa berhenti memikirkan perkataan istrinya. Lelah di kaki
Keseharian sebagai seorang lelaki lajang membuat Jhonny sebagai seorang lelaki sering kali malas dalam memulai harinya. Setidaknya dia butuh beberapa menit untuk terus membaringkan diri di atas tempat tidur dengan pikiran yang berkelana. Namun kini semua berbeda, hal pertama yang selalu mengawali harinya saat membuka mata ialah wajah Jessica. Kini kebiasaannya pun turut berubah, mengamati wajah istrinya saat tengah terpejam menjadi salah satu kebiasaan yang menjadi favoritnya. Terlebih saat ini Jhonny sadar di balik selimut putih yang membungkus tubuh mereka sang istri dalam keadaan polos tanpa sehelai pakaian. Damn, memikirkan hal tersebut membuat sesuatu yang ada di bawah kembali dibuat resah. Demi apapun, apa yang mereka lakukan kemarin malam begitu luar biasa. Sepertinya benar pernyataan yang mengatakan jika terdapat dua cara ampuh dalam menyelesaikan permasalahan dalam rumah tangga, pertama membicarakan secara terus terang dan terbuka satu sama lain hingga menemukan solusi atau j
Tim Aligator, diambil dari nama seekor reptil yang hampir mirip dengan buaya. Tio yang mengusulkannya sebagai nama dari tim mereka. Tim Aligator bukan sekedar nama sembarangan, tanpa diketahui, Tio yang mengusulkan telah memikirkan filosofi di dalamnya. Aligator yang masih berkerabat dengan buaya sengaja pemuda itu pilih karena mencirikan seorang laki-laki lajang yang bebas, bebas dalam artian lelaki yang suka membual dan menebar pesona. Di anggotai Tio, sang Aligator darat. Sepak terjangnya bersama wanita yang dibuktikan dengan rekor pencapaian mantan terbanyak membuat pemuda itu mendapat julukan tanpa harus bersusah payah. Menyusul Fajar sang Aligator ganas. Tubuhnya yang selalu terlihat sehat dan besar sudah menunjukkan seberapa besar tingkat laparnya saat makan. Lalu ada Ajun, sang Aligator cerdas yang dapat diandalkan, memiliki IQ yang tinggi dan terkadang menjadi yang paling waras di antara semuanya membuat pemuda itu pantas mendapat julukan tersebut. Lalu di tam
"Iya, gue udah di depan klubnya." seorang gadis menatap bangunan di depannya malas. "Maaf ya, rencana kita harus gagal. Wildan nggak bisa dilepas sebentar, gue takut dia buat masalah ditengah-tengah proses shooting."Menutup sambungan komunikasi, gadis dengan surai sepundak itu mulai berjalan mendekati pintu masuk yang dijaga ketat oleh seorang sekuriti."Maaf, identitasnya.""Saya bukan artis, saya manajer salah satu artis yang ada di dalam. Rekan artisnya di dalam minta saya buat jemput karena dia sudah enggak sadarkan diri." jelasnya lancar dalam mengarang alasan."Bisa ditunjukkan dulu identitasnya?"Tak ingin mempersulit urusan, gadis itu mengeluarkan apa yang diminta. Tak kurang kartu nama dari agensi tempatnya bekerja juga dikeluarkan untuk meyakinkan petugas keamanan di depannya."Bisa dipercepat, Pak? Saya sudah ditunggu."Tak ada lagi alasan untuk menahan, gadis bernama Anatasya itu langsung menyerobot meski sang sekur
Apa yang lebih miris dari seorang polisi yang harus diinterogasi polisi lain karena sebuah insiden. Tio, Fajar, juga Sandy tengah mengalaminya. Berakhir dikantor polisi lain dengan laporan perusakan properti juga aksi penyerangan membuat mereka bertiga harus berakhir duduk dengan ditanyai oleh seorang polisi yang nampak sinis dengan alisnya yang tebal. "Bisa kalian bersikap kooperatif? Ikuti prosedur dengan baik dan jawab saja pertanyaan saya!" "Sudah saya bilang kami polisi?" "Dan bisa kalian buktikan omongan kalian tersebut?" tanya balik lelaki itu yang membuat ketiganya dibuat bungkam. "Membuat keributan di tempat orang dan melakukan penganiayaan, kalian berharap saya percaya kalau kalian polisi dengan kelakuan seperti itu?" Sandy yang menjadi juru bicara nampak geram namun lebih memilih bisu seperti dua orang rekannya yang lain. Percuma saja dia menjelaskan sepanjang apapun jika polisi itu tidak akan mau percaya dan membiarkan mereka menje
Kebiasaan seorang Jhonny tiap pagi saat bangun ialah mencari istrinya, tak mendapati Jessica di sebelahnya membuat lelaki itu langsung memanggil nama Jessica berulang kali seperti anak kecil kehilangan ibunya. Tak ayal panggilan yang lebih terkesan berteriak itu terdengar sampai di lantai bawah, tepat pada seorang wanita yang tengah sibuk berkutat di dapur. "Aku di bawah." balas wanita itu tak mengalihkan perhatian dari kegiatannya memasak sarapan. Tak lama sorang lelaki dengan rambut mengembang berantakan turun dengan wajah menekuk. Kaos santai dipadukan dengan boxer tidak memberi kesan seorang lelaki yang biasanya terlihat sangat tegas saat tengah memimpin operasi sebuah tim. Beralaskan sandal jepit yang sudah usang, kakinya membawa tubuh besar itu mendekat hingga berakhir duduk di bar stool dengan tenang memperhatikan istrinya. "Aku panggil kamu nggak sahut." "Aku tadi jawab." "Tapi aku nggak denger." balas pria itu tak mau kalah. "