Share

Bab 2

Author: little stones
“Ayo masuk Dewi, kita semua lagi tungguin kamu!” Lalita menyambut Dewi dan anaknya dengan senang. “Aku kangen banget sama kamu! Kalau dulu nggak ke luar negeri, pasti kamu sudah nikahi kakakku dan kita jadi keluarga sekarang!”

Ibu mertuaku melewatiku dan menggenggam tangan Dewi, sambil tersenyum lebar dia berkata, “Benar sekali! Kamu dan Joni pasti udah nikah dari dulu kalau kamu nggak pindah, dan Gala bakal jadi cucu laki-laki pertamaku. Ayo masuk!”

“Sini, Cucuku!” Bapak mertuaku memanggil Gala sambil merentangkan tangannya.

Keluarga itu mengelilingi Dewi dan Gala dengan penuh kasih sayang.

Hatiku sakit sekali saat melihat kelakuan mereka, aku pun menutup telinga Nadine agar dia tidak terluka.

Dewi dan Joni memang tumbuh bersama dan dekat sejak kecil, saat usaha Joni gagal, Dewi meninggalkannya dan menikah dengan orang lain di luar negeri.

Akulah yang menemani Joni dan membantunya melunasi utang sebesar 80 miliar.

Lalita adalah kembaran Joni. Kami menikah saat dia masih kuliah. Setelah menikah, mertuaku tidak bekerja lagi karena alasan kesehatan. Akulah yang membiayai Lalita semasa dia kuliah beserta seluruh biaya sehari-hari keluarga kami.

Sepertinya aku bahkan lebih cocok jadi ibunya daripada kakak iparnya!

Selain itu, aku juga memberikan tunjangan bulanan sebesar 320 juta perbulan kepada mertuaku dan menyediakan semua kebutuhan dan makanan mereka.

Bagi mereka, aku bukan sekedar menantu, tetapi mesin tarik tunai dan pembantu.

Setelah semua pengorbanan yang kulakukan, aku tetap bukanlah siapa-siapa dibandingkan wanita yang meninggalkan Joni di saat dia paling dibutuhkan.

Dewi tersenyum puas dan pura-pura merasa bersalah saat melihat muka datarku.

“Maaf Kani, kalau bukan karena aku dan Gala mendadak pulang, Nadine nggak perlu pindah ke gudang. Rencananya aku mau sewa rumah, cuma Joni bilang bahaya kalau kami tinggal sendirian, jadi dia menawarkan solusi ini. Aku nggak nyangka bakal ganggu Nadine. Aku sudah bilang biar kami tinggal di gudang saja, tapi Joni bilang Gala rentan sakit, jadi dia harus tinggal di kamar yang ada sinar mataharinya.”

Lalita sangat sayang pada Gala, dia menuangkan segelas jus untuknya.

“Kakak benar!” sahut Lalita sambil menuangkan segelas jus untuk Gala. “Gala ‘kan rentan sakit, mana mungkin dia tinggal di gudang gelap berisik yang lembab dan banyak pipa selokan. Nadine ‘kan sehat, jadi dia bisa tidur di mana aja!”

“Tante, mau lagi!” Suara Gala yang imut membuat semua orang tertawa kecuali aku.

Menyadari raut wajahku yang kesal, Joni berjalan ke sampingku. Sambil memeluk aku, dia berkata, “Baiklah, aku tahu ini nggak adil buat Nadine, tapi mau gimana lagi? Gini aja, aku janji bakal beliin boneka Barbie yang Nadine suka itu.”

Aku menarik tangan Nadine dan menengadahkannya di hadapan Joni, “Harganya 576 juta, cepat bayar.”

“Mahal banget! Aku emang setuju mau beli, tapi jangan harap aku yang bayar!”

“Kalau nggak mau bayar, ngapain bilang mau beli?”

Aku memutar bola mata dan mengejeknya sambil tersenyum, “Oh iya, aku lupa kalau gaji bulananmu cuma 40 juta. Gaji setahun juga nggak cukup."

Joni menggertakkan giginya, tetapi aku tidak peduli. Dia lupa, selama ini aku adalah tulang punggung keluarga ini.

Selain utang 80 miliar dan mas kawin 1,6 miliar, aku juga menanggung semua pakaian, makanan, dan kebutuhan mereka.

Tanpa aku mereka hanyalah pengemis yang tinggal di jalanan!

Tiba-tiba Gala merengek, “Mau makan ayam goreng, mau ayam goreng …”

Ibu mertuaku memarahiku dengan suaranya yang tegas, “Sudah, jangan bertengkar lagi! Kamu nggak dengar Gala minta ayam goreng? Pesenin ayam goreng dulu sana, bikin malu aja!”

Aku tersenyum saat menyadari bahwa aku terlalu sabar sampai dimanfaatkan keluarga ini.

“Kamu ‘kan neneknya, kalau dia minta ya pesen aja. Jangan pelit!” balasku sambil tersenyum palsu.

“Jangan-jangan kamu hanya pura-pura ngaku dia cucu kesayanganmu?”

“Kani, jangan kurang ajar sama ibu!” bentak Joni. “Ibu sudah tua, mana mungkin dia bisa pesen makanan lewat aplikasi? Kamu aja yang pesan!”

Aku pura-pura peduli dan berkata, “Oh ya? Ibu, kok nggak bilang kalau nggak bisa pake internet? Rumah baru kita adalah rumah pintar, semua pakai aplikasi. Kurasa lbu lebih cocok tinggal di sini aja.”

“Siapa bilang aku nggak bisa pakai internet?” Dia mengerlingkan matanya pada Joni.

“Ibu ngerti kok, aku bisa pakai semua aplikasi, kamu kira aku gaptek?”

“Ya udah, kalau bisa, Ibu pesan sendiri dong ayam gorengnya Gala? Atau Ibu nggak rela belikan untuk Gala?”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Bebas dari Belenggu Suami Parasit   Bab 8

    Keluarga Joni itu seperti parasit, begitu terikat akan sulit melepaskan diri.Dua hari kemudian, aku melihat Joni di depan tempat kursus biola Nadine. Dia sedang berdiri di sana sambil membawa sebuah kue tar.“Nadine!” Joni menghampiri kami dan menyerahkan kue itu kepada Nadine. “Selamat ulang tahun, Sayang. Ayo pulang sama Papa. Kakek, Nenek dan Tante sudah menyiapkan makanan enak untuk merayakan ulang tahunmu.”Nadine langsung cemberut dan bersembunyi di belakangku. Aku meminta orang tuaku membawanya ke mobil, lalu mengambil kue itu.“Ini mahal, ya?” Aku bertanya.Joni tersenyum sambil pura-pura terharu. “Nggak apa-apa. Ini kan ulang tahun Nadine.”“Dasar munafik!” Aku mengejeknya. “Nadine memang butuh kasih sayang seorang ayah, tapi dia nggak butuh ayah yang bahkan nggak ingat kapan ulang tahunnya.”Aku terkekeh sedih dan melempar kue tar itu ke muka Joni. “Nggak usah pura-pura lagi deh! Pernikahan kita sudah hancur.” “Maafin aku!” kata Joni dengan penuh penyesalan. Dia berlutut di

  • Bebas dari Belenggu Suami Parasit   Bab 7

    “Kani, pertengkaran dalam rumah tangga itu wajar, nggak perlu sampai bercerai. Jangan merusak hubungan kalian, lagian kamu nggak mikirin Nadine?” sambil berkata, ibu mertuaku memberi tanda ke Joni. “Joni, mana hadiah Nadine? Coba tunjukkin ke Kani.”Joni buru-buru ke kamar untuk mengambil sebuah kotak kado.“Ini boneka yang diincar Nadine sejak dulu, ‘kan? Kakek dan Neneknya menghemat uang berobat demi membelikan boneka ini. Ayo, kita jemput Nadine.”Dari bau plastiknya saja aku sudah tahu ini pasti mainan murahan.“Joni, kamu rela belikan anak Dewi mobil mainan seharga 1 miliar, tapi untuk Nadine kamu cuma beliin mainan seharga 160 ribu dan gratis ongkos kirim? Kelihatan banget kamu lebih sayang siapa.”Tangan Joni yang sedang memegang kotak kado langsung menjadi kaku.“160 ribu? Nggak! Aku beli di toko mainan terkenal, lihatlah masih ada logonya,” jawab Joni.Aku hendak mengambil ponselnya.“Kamu beli pakai aplikasi apa? Aturan berjualan di aplikasi sangat ketat, kalau terbukti palsu

  • Bebas dari Belenggu Suami Parasit   Bab 6

    Sepuluh hari kemudian, aku kembali diganggu oleh panggilan dari nomor tak dikenal. Saat kuangkat, Joni langsung mengamuk.“Kamu keterlaluan, Kani! Nggak cuma nelantarin, kamu juga blokir nomor kita!”Aku menjauhkan ponselku. Saat akan menutup panggilan itu, Joni berbicara lagi, “Tunggu dulu, aku masih mau ngomong! Kita sudah kembali ke rumah lama berhari-hari, kamu lagi di mana? Kok nggak pulang?”“Terserah aku mau ke mana, apa urusanmu?”Joni berteriak lagi, “Kani, kamu istriku dan menantu Keluarga Sunarto! Kamu sudah pergi sekian lama dan nggak ngurusin rumah! Mana tanggung jawabmu? Bisanya foya-foya sama habisin uang untuk makan dan penginapan! Pulang sekarang juga!”“Nggak usah marah-marah! Aku nggak bakalan pulang. Lagian itu uangku, nggak usah ikut campur!”“Terus gimana dengan Kakak? Kamu nggak peduli sama dia? Penyakitnya kumat karena mantan suaminya berulah lagi.” Joni mencoba mengintimidasiku, namun aku nggak akan tertipu lagi.“Kamu bawa ke dokter aja kalau sakit, lagian it

  • Bebas dari Belenggu Suami Parasit   Bab 5

    Saat terbangun, Nadine sedang tidur dalam dekapanku. Aku mengaktifkan ponselku.Begitu aktif, panggilan dari Joni langsung masuk.“Ya ampun, Kani. Akhirnya kamu angkat juga! Ngapain aja sih?”“Joni, kamu tuh nggak pernah mikirin orang lain ya? Aku beres-beres sendirian di rumah lama! Bukannya khawatir aku napa-napa, kamu malah nyalahin aku. Punya perasaan nggak sih?”“Apa yang perlu di kuatirin? Lagian cuma beres-beres barang ‘kan? Aku yakin kamu sengaja nggak mau kirim uangnya!”“Memang sengaja! Dengar, Joni! Mulai sekarang aku nggak bakal kasih uang sepeser pun ke kamu!” kataku dengan nada serius.Joni langsung melembutkan suaranya begitu mendengar ucapanku. “Kani, jangan marah lagi ya. Aku tahu kamu merasa nggak adil karena harus membereskan semuanya sendiri. Gini aja, gimana kalau kamu ke sini dulu? Aku akan minta maaf langsung. Kamu masih di rumah lama ‘kan? Aku jemput ya? Sekalian ada hadiah untuk Nadine, dia pasti suka.”Sejak dulu, Joni selalu menyebutkan nama Nadine kalau aku

  • Bebas dari Belenggu Suami Parasit   Bab 4

    Para petugas pindahan berpandang-pandangan.“Ibu yakin? Barang-barang ini masih layak pakai Bu.”Aku melambaikan tanganku. “Silakan diambil kalau ada yang mau, Mas. Aku nggak udah nggak butuh.”Para petugas bekerja dengan cepat. Dalam waktu satu jam, barang-barang Joni dan keluarganya sudah mereka angkut semua.Rumah kosong itu terasa lega. Aku mencetak selembar surat cerai, lalu menandatanganinya dan meletakkannya di kamar Joni.Selanjutnya, aku meminta perusahaan jasa pindahan untuk mengirim koperku dan Nadine ke Vila Gapura, sementara aku jemput Nadine dan orang tuaku.Aku pun menyalakan mobil, bersiap untuk menikmati kebersamaan keluargaku. Tapi tiba-tiba ada panggilan dari Joni.“Kani, kok kita nggak bisa masuk? Sensor wajar dan sidik jarinya nggak bisa semua!”Sambil mendengarkan, aku berkata, “Oh iya, aku lupa bilang kalau data kalian sudah aku hapus dari sistem pengaman pintu.”“Kok dihapus? Terus, kita nggak bisa masuk dong?”Joni mulai emosi, dia mengamuk, “Kamu sengaja? Mau

  • Bebas dari Belenggu Suami Parasit   Bab 3

    “Siapa bilang nggak mau? Gala adalah cucu kesayanganku,” jawab ibu mertuaku, dia mengutak-atik telepon genggamnya dan memesan ayam goreng dengan muka cemberut.Saat ayam gorengnya tiba, ibu mertuaku tidak menawari Nadine, dia menyajikan semuanya untuk Gala.“Dasar gadis rakus,” sindir Lalita. “Sudah tahu bukan untukmu, masih kepengen aja kalau lihat makanan enak.”Aku menarik tangan Nadine, lalu menghiburnya dan berkata, “Ayo, sayang. Kita makan di luar.”Joni kaget dan marah saat kita hendak pergi.“Besok sudah mau pindahan, kamu nggak bantu beres-beres? Kok malah pergi?” sahut Joni. Aku tidak menghiraukannya. “Memangnya kamu nggak punya tangan? Beres-beres aja sendiri!”Setelah mengajak Nadine makan di restoran pizza kesukaanya, kami lanjut pergi ke taman hiburan.Nadine sangat senang. Dia tertawa sambil memeluk aku.“Ma, lebih asyik kalau kita berdua aja ya?” ujar Nadine dengan mata yang berbinar.Aku mencium pipinya dan memeluknya, lalu berkata dengan yakin, “Mulai sekarang, hanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status