Share

[3] Tuan Duke

"..."

Ha?

'Apa? apakah yang tadi dia sebut sebagai serangga.. adalah aku? Heh! Apa kau tidak bisa ramah pada seorang anak hah?!' Aku mengumpat dihati dengan wajah polosku diluar sambil terus menatap matanya. Seperti pepatah 'Hujat dihati senyum diluar.' memang sangat pantas untuk dipraktekkan.

"Salam, Tuan Duke Chevalier." Para pelayan dan ksatria termasuk James dan Marvos serentak memberikan salam kepada Duke. Benar-benar kompak.

Bukannya menjawab salam dari mereka, Duke tetap setia menatapku dan aku masih setia menatapnya balik. Sampai beberapa menit pun berlalu.. dan posisi kami masih sama.

'Apa kau ingin lomba kedip mata, Tuan Duke yang terhormat? Atau kau ingin lomba colok mata? Sini, biar aku colok mata kau.'

Sampai lima menit berlalu kami masih saling menatap dengan setia, tanpa terlihat satu diantara kami akan menyerah dengan mengedipkan mata. Lama-lama mataku terasa panas.

Pedes woi!

Aku diam-diam mendecakkan lidah. Kurasa ada aura tegang disana, tapi toh bodo amat. Karena mataku dah pedes tapi untung aja nggak kelihatan merah karena mataku dah berwarna merah. Aku langsung saja mengucapkan salam singkat.

"Halo." ku ucapkan dengan setengah hati karena kau membakar mataku secara tak langsung, Duke.

Bukan (lagi) merespon salam yang diberikan kepadanya, dia mendekatiku dan mengarahkan tangannya kepadaku. Kudengar para penonton berseru 'Oh!' kulihat mereka menegang, sepertinya sambil menebak apa yang akan dilakukan iblis ini padaku. Duke langsung mengangkatku dengan menarik tangan kananku ke atas lalu menghadapkan muka dengan muka.

'Apa kau tidak bisa membungkuk untuk menyamai tinggiku, tapi malah mengangkatku agar aku menyamai tinggimu? Apa kau tidak punya hati nurani? lupakan hati nurani, kenapa logikamu begini??'

Aku masih speechless dan yang menonton pun sama. Kulihat Marvos dan James menatap Duke seperti menyuruhnya untuk menurunkanku, tapi tetap saja Duke tak bergeming, dia tidak menggubris Marvos dan James sama sekali. Matanya yang berwarna hijau muda itu bertabrakan dengan sepasang mata merah milikku.

'Apa kau ingin bermain lagi?'

"Sebaiknya kau tak membuat masalah disini. Dan jangan pernah menggangguku, Apa kau tau konsekuensinya jika melanggar?" Ucapnya, yang membuat diriku merasa ingin cemberut. Ceritanya dia lagi ngancam nih?

Aku yang mendengar dengan seksama cuma memberikan jawaban dengan senyuman, "Oke~" tak lupa juga dengan nada bermain-main. Duke ganti yang terdiam sementara yang lainnya menatapku dengan tatapan terkejut. Mereka tidak menyangka mungkin aku bisa menghadapi Duke.

Setelah mendengar jawaban main-mainku, Duke mendecakkan lidah lalu melemparku jauh ke tanah sampingnya, dan sebelum itu, dia bergumam sesuatu yang masih bisa kudengar.

"Membosankan."

'What the..'

Ternyata dia memang tidak punya hati! Bagaimana kau bisa melemparku sejauh ini padahal aku anak kecil? 6 tahun!

Setelah itu dia melesat pergi kembali ke dalam mansion tanpa menoleh kebelakang sama sekali. Melihat Tuan mereka sudah pergi dari sana, para ksatria dan pelayan mansion berlari mendekatiku yang sedang mencoba untuk berdiri sendiri dan membersihkan debu yang menempel di gaun putihku.

"Nona Sherina! Apa anda tidak papa?"

"Nona, apa anda terluka?"

Mereka memiliki ekspresi panik dan khawatir, apalagi disaat melihat bahwa aku tidak menangis.

"Iya, aman kok." karena tak ingin merepotkam dan membuat masalah besar, aku memberikan jawaban bahwa aku baik-baik saja. Sambil menepuk-nepuk gaun putih yang ku kenakan, aku mendengar suara salah satu pelayan. "Nona! kenapa anda terlihat pincang? apakah ada luka?!"

Mereka langsung berhenti bertanya dan menatapku intens.

Mendengar apa yang dia katakan, aku baru menyadari jika kakiku terasa sedikit nyeri dibagian kanan kiri. Menoleh kebawah, kudapati jika darah ada disana, yang mengotori gaun putihku dibagian dalamnya, untung tidak menembus. itu hanya luka kecil namun letaknya tepat di lutut, jadi terasa sedikit perih.

"Apa?"

"Nona, apa anda tak sakit? Kedua lutut dan sikut Anda berdarah." Marvos menjelaskan sambil menunjuk bagian yang berdarah.

'Eh? sikutku juga?'

Aku baru sadar ternyata dia memang berniat membunuhku tadi. Jika tidak, bagaimana dia seserius itu melemparku?

"Ah, aku nggak tau, jadi tidak sakit."

Entah kenapa aku merasa mereka hampir menangis di depanku. Itu membuatku merasa bingung. Sambil mengelus sikutku yang mengeluarkan darah, aku memberikan pandangan penuh tanya kepada mereka.

'Hei, kenapa kalian yang mau menangis? Bukankah seharusnya aku?'

"Nona, saya minta maaf atas nama Duke. Duke pasti tidak melakukan itu dengan sengaja." James dengan gugup menjelaskan kebohongan yang tampak sangat.. sangat jelas. Apa kau tidak punya alasan yang lebih masuk akal?

Kulihat yang lainnya mengirimkan pandangan yang sama, seakan mereka juga berpikir sama denganku. Aku tak ingin menampakkan rasa enggan dia awal-awal ini. Apalagi ini pertemuan pertamaku dengan mereka.

"Nggak papa. Aku tidak peduli jika Tuan Duke memang sengaja melemparku." Aku berkata dengan santai sesuai kenyataan dan fakta. Bukannya merasa santai, wajah mereka malah menggelap. Em, aku salah jawab ya?

Aku tak peduli lagi dengan luka atau situasi gelap ini karena perutku sudah keroncongan sekarang. Ingat tadi aku belum sarapan apapun sebelum perjalanan panjang tadi menuju ke kediaman Duchy.

*Kruyukkk

Pandangan mereka semua tertuju ke arahku. Karena sudah terlanjur jika ingin merasa malu, tanganku menuju perut dan aku berkata dengan jujur. Bagaimana pun, sekarang makanan yang utama.

"Aku lapar."

...

Sudah 10 menit yang lalu perutku berbunyi, tapi aku masih tidak dibolehkan makan.

'Hei! Aku anak kecil disini! Bagaimana kalian bisa setega itu?'

Setelah mendengar apa yang aku katakan, James segera menyerahkanku kepada Marvos. Kepala pelayan itu menggendongku masuk. Kukira aku akan langsung dibawa ke meja makan untuk diberi makan, ehh malah langsung dibawa ke kamar kosong dan diobati lukaku yang berdarah.

Emang pertolongan pertama luka itu utama, tapi aku dah kelaparan..

Waktu aku tanya kapan aku bisa makan, mereka malah memberikan jawaban..

"Nanti dulu ya nona~ luka nona sangat parah. Jadi minum cokelat panas dulu, oke? Makannya nanti saja."

"Nona nona! Coba lihat apa yang kakak ini punya?~ kalau nona mau, nanti setelah diobati ya?"

"Nona ,aku punya hadiah karena nona muda kita pintar dan tidak menangis saat diobati, jadi saya punya cokelat panas spesial untuk anda."

Tidak butuh dua jam, aku langsung punya banyak cokelat panas dimeja depanku. Hei! Aku lapar, bukannya haus!! Mereka semua memberikan minuman cokelat panas dan memperlakukanku seperti bayi! Hanya minum saja jadi kenyang gitu? Permisi kakak-kakak sekalian! Aku sudah enam tahun!

'Kenapa mereka semua ngasih cokelat panas sih?! Kayak nggak ada cemilan aja.'

Apa disini juga berlaku 'Tak ada makanan, minum pun jadi' ?

Dihati Ingin kutolak tapi perutku berkata sebaliknya. Apalah daya, tubuhku masih enam tahun dan tentu saja akan terpancing dengan semua cokelat pemberian mereka. Susah ya kalo badan sama perut punya jalan pikir sendiri. Akhirnya terminumlah semua cokelat panas itu.

Hoek, aku merasa perutku sudah kembung..

'Sumpah. Lama-lama aku dendam sama cokelat panas.'

Akhirnya setelah menunggu lama, pengobatannya selesai. Butuh waktu lama karena lukanya cukup parah apalagi kulit anak-anak itu masih lembut dan mudah terbuka jika tidak di obati dengan kencang, seperti diperban.

Apalagi sampai terinfeksi. Tapi alasan utamanya itu karena lukanya terletak ditangan, kenapa? Aku dari tadi minum! Minum tuh pake tangan, mana bisa kali diperban sambil minum berbarengan? ya kali aku minum pakai kaki!

"Nah! sudah selesai, kan? Sherina lapar~" Dengan mata berbinar-binar sambil menekan kata lapar aku menyatukan kedua telapak tanganku seperti memohon.

'Pliss, bolehin makan sekarang ya?'

"Nona! Nanti dulu oke? Gaun nona kotor~ jadi mandi dulu ya? Masa nona kita yang cantik keluar dengan gaun sobek dan berdarah seperti ini? Apa kata orang lain nanti~?"

"Benar nona! Kami akan mengukur baju Nona Sherina dulu, oke? Karena disini tidak ada yang seumuran dengan anda~ saya janji saya akan membawa banyak cokelat panas untuk nona."

"Saya juga! Akan saya buatkan cokelat panas yang baaaanyak untuk nona~"

Sungguh takdir memang tak memperbolehkan diriku untuk makan. Malah takdir ingin membuatku mati dengan perut kembung.

'Sialan. Nggak bisa apa perut lebih diutamakan daripada penampilan?'

Aku mengangguk frustasi dan Marvos yang sedari tadi menahan tawa melihatku terus menerus, mulai membujukku saat menyadari bahwa aku frustasi, dengan alasan cokelat panas. Bukannya menenangkan dan menyemangati, dia malah mengancam.

"Nona, anda tenang saja. Walaupun tak makan nona tak akan mati karena kami akan memberi Nona cokelat panas jika nona tak ingin menurut oke?"

Karena perutku kembung, otakku menerima rangsang uap dari mulut dan perut yang kepanasan. Aku cuma mendengar dua kata. "Coklat panas". "Oke?". Cuma kata kata itu saja bisa membuatku merinding hebat. Inikah kehebatan coklat panas? Tak mau menjawab, aku cuma bisa tersenyum manis sambil menghujat dihati.

Setelah beberapa lama..

Selesai!

Fix!

End!

Aku sudah tersiksa dari tadi dan perutku terasa hampa. Hampa. Hampa. Yaiyalah kan belum makan!

Sekarang sudah siang! Kalian tak bisa membayangkan bagaimana rasanya bertahan dengan mereka selama tiga jam berturut-turut. Apa itu neraka?

Aku berkaca setelah aku didandani seperti boneka barbie oleh para pelayan. Aku mendekat ke arah kaca yang sudah disediakan oleh Marvos di sudut kamar ini.

Ah, mereka bilang ini akan diubah jadi kamarku. Jadi mereka menaruh banyak barang dan kaca yang besar untukku. Aku melihat pantulan diriku di depan kaca.

Perpaduan antara rambut hitam legam dengan mata ruby.

Kuakui wajahku yang sekarang ini cantik, tapi.. sejak sedari tadi setelah didandani, mata para pelayan menatapku terus-menerus.. sejujurnya itu membuatku sedikit geli. Aku tidak tau apasan mereka melakukan itu karena aku hanya bisa diam-diam merasakan tatapan mereka. Walau mereka tampak dipantulan kaca, aku menolak untuk melihatnya takut membuat kontak mata dengan mereka.

Mungkin saja mereka pikir tampilanku ini sangat menyeramkan, yah terutama mataku. Walaupun aku menyebutnya Ruby, mereka bisa menyebutkan sebagai warna darah segar saat melihatnya. Ditambah dengan rambut hitam yang langka ini.

Memang tampilanku seperti ini..

Tapi berhentilah menatapku! Sampai kapan kalian puas?

Apa aku seperti makhluk langka disini?

Aku menggembungkan pipiku frustasi. Jika kuteliti lagi, penampilan ini beneran cocok jadi Villainess. Tampak ada jahat-jahatnya gitu. Biasanya kan Villain di novel-novel idwntik dengan merah dan hitam. Dan aku perpaduan kedua warna itu.

Disaat yang sama namun dengan sudut pandang berbeda.

Para pelayan dan Marvos yang masih setia menatap sedari tadi, adalah pelayan yang baru saja melayani nona baru mereka. Sekarang sedang melihat ke kaca yang sedang digunakan Sherina.

'Bagaimana nona muda bisa begitu imut? Akh! Jantungku! Dia menggembungkan pipinya yang lembut itu!'

'Ya ampun.. nona tampak sangat menawan dengan rambut hitamnya.. apalagi rambutnya terasa sangat lembut saat aku menyisirnya..'

'Aku sama sekali tak menyesal bekerja disini! Punya tuan besar yang tampan dan berwibawa dengan nona muda yang cantik dan menawan memang bisa memuaskan mataku.'

'Nona sangat cantik seperti boneka! Aaaahhh! Aku sangat ingin memakaikan semua gaun itu padanya sekarang!'

Para pelayan berbatin ria melihat Sherina setia melihat pantulannya sendiri. Mungkin karena ini pertama kalinya mereka melihat anak perempuan di dalam mansion ini, jadi mereka tidak menyadari jika anak kecil yang sedang mereka amati itu overthingking dengan semua tatapan mereka.

'Nona.. Jangan khawatir! Saya pasti akan membuat anda dan Tuan menjadi dekat!'

Sementara Marvos sedang membulatkan tekadnya. Hari itu mereka semua tenggelam dengan pikiran mereka masing-masing.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status